Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemuda Pancasila lahir untuk menyaingi Pemuda Rakyat yang berafiliasi dengan PKI.
FBR terbentuk agar anak Betawi tak tersisih dalam perebutan ekonomi dan pembangunan.
Sama-sama menawarkan jasa keamanan.
MELINTASI hampir segala zaman, begitulah Japto Soelistyo Soerjosoemarno memimpin organisasi kemasyarakatan Pemuda Pancasila (PP). Ia mulai menjadi pentolan ormas yang terkenal dengan seragam loreng oranye-hitam ini pada 1980 di usia 30 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kala itu, para pendiri Pemuda Pancasila, seperti Abdul Haris Nasution, Ahmad Sukarno Hadi Jaya, dan beberapa jenderal aktif lain, terusik isu kebocoran rahasia negara oleh personel Tentara Nasional Indonesia kepada Uni Soviet. “Para pendiri reuni di Jakarta,” kata Japto pada Kamis, 9 Desember lalu. “Saya diminta menjadi ketua untuk menghidupkan kembali Pemuda Pancasila.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdiri pada 28 Oktober 1959, Pemuda Pancasila semula bernama Pemuda Patriot, onderbouw Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia bentukan Jenderal A.H. Nasution. Para jenderal mendirikan Pemuda Pancasila untuk menyaingi eksistensi Pemuda Rakyat yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia, partai politik terbesar nomor empat dalam Pemilihan Umum 1955 dengan perolehan suara 6,2 juta atau 16,4 persen.
Setahun berikutnya, organisasi yang banyak beranggotakan anak kolong—sebutan bagi anak-anak tentara—itu berubah menjadi Pemuda Pancasila. Saat geger peristiwa 30 September 1965, anggota Pemuda Pancasila turun memberangus anggota PKI yang dituding menjadi dalang penculikan para jenderal Angkatan Darat.
Kala itu, Japto Soerjosoemarno masih duduk di bangku sekolah menengah pertama di Jakarta. Ayahnya, Mayor Jenderal Soetardjo Soerjosoemarno, kerap mengajak perwira tinggi lain berdiskusi tentang situasi terbaru di rumahnya. “Dari situ saya mulai tahu sepak terjang Pemuda Pancasila,” ucap Japto.
Japto, kini 72 tahun, mengakui Pemuda Pancasila merekrut para jagoan pasar hingga kampus sejak awal berdiri. Misi utama mereka adalah membantu pemerintah “menghabisi” musuh, khususnya orang-orang kiri. Eksistensi Pemuda Pancasila makin berkibar di masa Orde Baru karena Japto memiliki kedekatan keluarga dengan Presiden Soeharto.
Itu sebabnya, kata Japto, banyak anggota Pemuda Pancasila berkarakter keras. “Anggota kami direkrut tentara. Mereka putra-putri Indonesia yang tukang tempur, bukan tukang main boneka. Orang-orang yang jagoan di pasar, di sekolahnya, di universitas,” ujarnya.
Ketua Umum Forum Betawi Rempug (FBR), KH. A Fadloli El Muhir di Lapangan Penggilingan, Jakarta, 7 April 2002/TEMPO/ Lourentius EP
Japto mengakui makna “jagoan” yang ia sebut kala itu sama dengan makna “preman” saat ini. Japto menyatakan pernah ditegur salah satu pejabat karena menampung para preman sebagai anggota organisasinya. “Saya bilang jangan salahin mereka dulu, sebab mereka bukan kriminal. Kalau mereka salah, pasti dihukum dan masuk penjara. Mereka orang bebas.”
Japto meyakini para jagoan alias preman ini memiliki peran positif di masyarakat. Zaman dulu, ia mencontohkan, jumlah personel kepolisian dan TNI sangat kurang. Akibatnya, tentara dan polisi tak bisa menjaga keamanan semua wilayah. Dalam kondisi kekurangan itu, menurut Japto, para preman membantu menjaga keamanan wilayah masing-masing.
Karena makin populer dan dianggap bisa memberikan “rasa aman”, anggota Pemuda Pancasila berjumlah hingga sekitar 4 juta pada 1980-1990-an. Pada 2021 ini, anggotanya sekitar 2 juta. Itu sudah termasuk anggota kehormatan, yakni para kepala daerah, kepala kepolisian dan TNI di daerah, hingga Presiden Joko Widodo, yang menjadi anggota kehormatan Pemuda Pancasila sejak 2019.
Menurut Japto, banyak masyarakat yang tertarik bergabung dengan organisasinya lantaran Pemuda Pancasila mewajibkan anggotanya memberi makan kepada personel lain. Demi menghidupi organisasi dan para anggota, Pemuda Pancasila sempat punya koperasi dan armada taksi, tapi tak bertahan lama karena merugi.
Japto melarang anggotanya hidup dari proposal kegiatan. Ia menyarankan anggota Pemuda Pancasila membuka usaha, bekerja, atau jasa menjaga tanah, lahan parkir, klub malam, dan lainnya. “Sejak awal saya sudah tidak membolehkan lagi anggota saya bawa proposal keliling dan menakut-nakuti orang,” tuturnya.
Pemuda Pancasila juga terbantu oleh para anggotanya yang duduk di pemerintahan. Saat ini, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo, Ketua Dewan Perwakilan Daerah La Nyalla Mattalitti, puluhan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan pejabat di daerah lain tercatat sebagai anggota aktif Pemuda Pancasila.
Dengan solidaritas, gotong-royong, dan militansi, kata Japto, anggota Pemuda Pancasila yang menjadi pengusaha besar atau pejabat kerap membagi proyek kepada koleganya untuk menghidupi organisasi. “Selama masih anggota PP, dia masih bisa makan,” ujar Japto.
Militansi yang sama tertanam di berbagai organisasi kemasyarakatan lain. Salah satunya Forum Betawi Rempug (FBR). “Rempug” adalah kata Sunda yang diadopsi Betawi yang berarti “kumpul” atau “persaudaraan”. Organisasi yang mengumpulkan pemuda kedaerahan di Jakarta ini didirikan oleh pemimpin Pondok Pesantren Yatim Zidatul Mubtadi’ien, Cakung, Jakarta Timur, Kiai Haji Fadloli El Muhir, pada 29 Juli 2001.
Fadloli mendirikan FBR untuk membangkitkan semangat masyarakat Betawi agar bisa menjadi tuan rumah di kampung sendiri. Seiring dengan gencarnya pembangunan di Ibu Kota saat itu, ia menganggap masyarakat Betawi terpinggirkan. “Tanah kelahiran mereka kini dibangun gedung pemerintahan dan mal,” kata Fadloli waktu itu. “Tapi mereka sering kali tidak diberi kesempatan kerja di pemerintahan.”
Fadloli sempat mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada akhir Maret 2009. Ia meninggal akibat penyakit jantung di masa-masa kontestasi pemilihan kepala daerah. Kini FBR dipimpin oleh Lutfi Hakim.
Saat ini FBR mengklaim beranggotakan 500 ribu orang. Dalam baiat terakhir di Jakarta Timur dua bulan lalu, ormas ini menerbitkan 3.000 kartu anggota baru. Semua anggota diwajibkan mengamalkan 3S: salat, sekolah, dan silat. Organisasi ini juga mengembangkan aplikasi di Android untuk mengecek keaslian kartu keanggotaan.
Untuk menghidupi organisasi dan para anggotanya, para pengurus FBR mendirikan koperasi. Salah satunya koperasi yang mengelola pusat kuliner, seperti Jakarta Tentram Sejahtera (JTS), Kemayoran, Jakarta Pusat. Di atas lahan milik Sekretariat Negara itu, mereka mengelola dan menyewakan 200 warung. Sebagian anggota FBR juga membuka jasa keamanan serta menjadi penyedia bahan bangunan proyek dan perumahan.
Ditemui pada Jumat, 10 Desember lalu, di kawasan JTS, Kemayoran, juru bicara FBR, Fajri Husein, menjelaskan panjang-lebar ihwal sepak terjang organisasi tersebut, termasuk soal anggotanya yang acap bentrok dengan anggota ormas lain, seperti Pemuda Pancasila. Namun ia meminta penjelasan tersebut tak dikutip. “Saya tidak mau berkomentar dulu,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Institute for Policy Analysis of Conflict, Sana Jaffrey, mengatakan ormas seperti Pemuda Pancasila dan FBR biasanya beranggotakan orang-orang yang tidak bisa mengakses saluran kekuasaan atau patron. Soal anggota kedua organisasi ini acap bentrok, menurut Sana, karena mereka berebut lapak yang sama.
Karena menawarkan jasa keamanan, anggota ormas Pemuda Pancasila dan FBR sering bertemu di lapangan sehingga konflik tak terhindarkan. “Jangan melihat mereka dari identitas kedaerahan atau ideologi. Mereka berkumpul demi kepentingan praktis,” kata Sana.
HUSSEIN ABRI DONGORAN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo