Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Peraih emas Olimpiade, Greysia Polii dan Apriyani Rahayu, menempuh perjalanan hidup yang tak mudah.
Apriyani sempat berlatih bulu tangkis dengan raket kayu, dan pernah kepincut pada taekwondo.
Greysia ditinggal pergi ayahnya untuk selamanya pada usia 2 tahun.
Dering telepon mengagetkan Amiruddin, kemarin subuh. Dari layar ponsel, si pemanggil tertulis bernama Ani. Itu adalah nama panggilan Apriyani Rahayu, putri bungsu Amiruddin, yang bersiap untuk berangkat dari penginapan menuju arena pertandingan final bulu tangkis ganda putri pada Olimpiade Tokyo 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mereka bercakap sebentar, lalu sambungan telepon pun terputus. Ani meminta ayahnya mengantarnya dengan doa sebelum berangkat menuju Musashino Forest Sport Plaza, Tokyo. "Kalau ada pertandingan, saya memang harus 'antar'. Cepat kami bicara, dia bilang, 'Minta doanya, Pak. Saya mau bertanding sebentar'. Saya bilang fokus saja dan bawa santai," kata Amiruddin kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di rumahnya di Kelurahan Lawulo, Anggaberi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, Amiruddin bersama kerabat dan warga sekitar menggelar acara nonton bareng. Dia sudah memprediksi kemenangan Greysia dan Apriyani. Maka, begitu mereka menang dua set langsung atas Chen Qing Chen dan Jia Yi Fan dari Cina, Amiruddin tak kaget.
Greysia dan Apriyani pun menjadi pencetak sejarah bangsa sebagai ganda putri pertama penyumbang emas Olimpiade. "Saya bangga, saya berdoa bukan hanya untuk Ani, tapi juga untuk Greysia,” kata Amiruddin.
Amiruddin bercerita, Apriyani, kini 23 tahun, mulai mengenal bulu tangkis sebelum masuk sekolah dasar. Kesukaan bungsu dari empat bersaudara itu tumbuh lantaran sering melihat ibunya berolahraga. Sitti Jauhar, ibu Apriyani, menggemari bola voli, tenis meja, dan tentu saja badminton. "Waktu itu kami bilangnya tepok bulu, raketnya pakai kayu atau raket bekas yang disambung-sambung," ujar Amiruddin.
Greysia Polii dan Apriyani Rahayu saat menjuarai Olimpiade Tokyo 2020 di Mushashino Forest Sport Plaza, Tokyo, Jepang, 2 Agustus 2021. REUTERS/Leonhard Foeger
Ibunda Apriyani meninggal pada 2015 saat ia sedang bertanding di Kejuaraan Dunia Junior di Lima, Peru. Apriyani turun di nomor ganda campuran bersama Fachriza Abimanyu dan meraih medali perunggu.
Apriyani bermain bulu tangkis saban hari saat masih kecil. Jika tak bermain, ia akan menangis. Karena melihat kegemaran sang buah hati itu, Amiruddin lantas membuat lapangan khusus agar Apriyani bisa bermain bersama kawan-kawannya.
Meski begitu, ada satu masa ketika Apriyani mogok bermain badminton. Ia ikut tiga saudara laki-lakinya yang berlatih taekwondo. "Perawakannya tomboy kan, karena dia memang satu-satunya perempuan. Waktu kecil selalu ikut kakak-kakaknya yang laki-laki, bahkan ikut berkelahi. Saya bilang, tidak boleh begini terus. Jadi, saya fokuskan dia untuk main bulu tangkis saja," kata Amiruddin.
Sejak Apriyani memutuskan untuk serius menggeluti bulu tangkis, Amiruddin bertekad menjadikan putrinya itu sebagai pemain bulu tangkis dunia. Ia pun mendukung penuh dengan melatih ketahanan fisik sang putri, termasuk membiasakan Apriyani berlari jarak jauh.
Ia pernah mengajak Apriyani berlari dari rumahnya menuju Sarana Kegiatan Belajar (SKB) Unaaha di Konawe atau sekarang Gelanggang Olahraga Unaaha sejauh 10 kilometer. “Melihat bakat, kemauan, dan fisik, saya yakin anak saya bisa jadi pemain dunia," kata Amiruddin.
Dia mendaftarkan putrinya ke klub bulu tangkis di Konawe. Bahkan dia memanggil pelatih dari Kota Kendari untuk mengajari Apriyani bermain bulu tangkis dengan teknik yang benar.
Keseriusan Apriyani berlatih membuatnya kerap memenangi turnamen lokal, hingga ikut Pekan Olahraga Daerah (Porda) Sulawesi Tenggara 2017 mewakili Konawe. Di sana Apriyani mendapatkan tiga medali emas. "Dia sabet semua emas, di tunggal putri, ganda campuran, dan ganda putri," ujar Amiruddin.
Sama seperti Apriyani, Greysia Polii juga berasal dari Selebes. Bedanya, Greysia berasal dari belahan utara. Kegembiraan juga meruap di kampung Greysia di Terung Kawasaran, Kolongan, Kota Tomohon, Sulawesi Utara.
Keluarga Greysia dan Wali Kota Tomohon, Caroll Senduk, menggelar nonton bersama laga final bulu tangkis ganda putri Olimpiade Tokyo. Hershya Ade Polii tak bisa menyembunyikan ketegangan saat melihat adiknya, Greysia Polii, bertanding.
Sesekali ia berdiri sambil bertepuk tangan setiap kali adiknya berhasil menyabet poin. Air matanya jatuh saat Greysia Polii dan Apriyani Rahayu meraih medali emas. “Saya bangga sekali. Terima kasih, Tuhan, adik saya bisa mengharumkan nama Indonesia," kata Hershya kepada Tempo, kemarin.
Menurut Hershya, meraih emas di Olimpiade adalah target Greysia, kini 33 tahun, sebelum bertolak ke Tokyo. Sebab, kata dia, Greysia tak akan main lagi pada Olimpiade 2024 di Paris. “Ini Olimpiade terakhir buat dia,” kata dia.
Hersya mengatakan, sejak kecil Greysia memang sudah menyukai bulu tangkis. Ibunya, Evie Pakasi, menghadiahi Greysia raket pada usia 5 tahun. Pada masa sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama, Greysia mengikuti banyak turnamen bulu tangkis di Manado. “Karier profesionalnya baru ia mulai sewaktu di Jakarta, saat ibu kami pindah ke Jakarta. Ibu kami memasukkan adik saya di salah satu klub bulu tangkis, Jaya Raya,” kata Hershya.
Menurut Hershya, perjuangan adiknya menjadi atlet bulu tangkis profesional tidak mudah. Ayahnya, Willy Polii, telah meninggal sejak Greysia berusia 2 tahun, sehingga ibunyalah yang banyak menemani Greysia berlatih.
Wali Kota Caroll Senduk mengatakan prestasi Greysia merupakan kebanggaan bagi orang Tomohon. Pemerintah Kota Tomohon mengapresiasi prestasi Greysia di perhelatan Olimpiade Tokyo. “Pencapaian Greysia ini bisa memotivasi generasi muda di Sulawesi Utara untuk terus berprestasi. Kami bangga,” kata Caroll.
MAYA AYU PUSPITASARI | ROSNIAWANTI (KONAWE) | BUDHY NURGIANTO (TOMOHON)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo