Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Gili - Di sudut timur Gili Trawangan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, mesin-mesin pengolahan sampah mulai beroperasi setiap pagi. Cahyo Kurniawan sebagai pengurus Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di pulau itu memulai harinya dengan mengawasi tim yang terdiri dari sekitar 28 orang.
Volume sampah yang harus mereka tangani cukup besar, mencapai 18 ton per hari, sementara kapasitas pengolahan mereka hanya sekitar 2 hingga 3 ton.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pengelolaan sampah di TPST dilakukan setiap hari tanpa libur,” kata Cahyo, Senin, 19 Agustus 2024. “Jadi estimasinya, kami membutuhkan 9 hari untuk menyelesaikan sampah yang 18 ton dipilah 2 ton per hari.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengelolaan sampah ini dilakukan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat bernama Front Masyarakat Peduli Lingkungan (FMPL). Cahyo bercerita, para pekerja mulai bekerja dari pukul enam pagi dan berhenti sejenak untuk beristirahat antara pukul 12.00 hingga 14.00 WITA, lalu melanjutkan lagi hingga pukul 16.00 WITA.
Namun, kendala yang mereka hadapi bukan hanya soal volume sampah yang terus menumpuk. “Kendala yang kami hadapi adalah kurangnya tenaga pemilah sampah dan tidak adanya alat berat seperti mini excavator,” ujar Cahyo. “Kami butuh mesin-mesin pengolahan sampah supaya pemilahan lebih cepat.”
Kendala lain yang kerap mengganggu operasional mereka adalah kebakaran di TPST yang sering terjadi. Kondisi ini mempersulit pengelolaan sampah yang sudah berjalan lambat akibat kurangnya alat dan tenaga.
Beberapa waktu lalu, pada Ahad, 18 Agustus 2024, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui kolaborasi Satgas Pencegahan dan Penindakan Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V telah mengunjungi TPST Gili Trawangan untuk melihat langsung situasi di lapangan.
Menurut Cahyo, KPK menanyakan kendala-kendala yang mereka hadapi serta kebutuhan yang diperlukan untuk mengoptimalkan pengelolaan sampah di sana. Cahyo menyampaikan bahwa TPST sangat membutuhkan mini excavator dan mesin-mesin pengolahan sampah agar prosesnya bisa dipercepat.
Dengan alat-alat yang ada sekarang, pengolahan sampah berjalan sangat lambat. Cahyo memperkirakan bahwa TPST hanya mampu menangani sekitar 16 persen dari total sampah yang masuk setiap harinya. “Kalau bisa ada alat yang lebih canggih, proses pemilahan sampah bisa lebih cepat,” ujarnya.
Hingga saat ini, TPST Gili Trawangan tetap beroperasi dengan segala keterbatasan yang ada. Namun, tanpa tambahan alat dan tenaga, masalah sampah tidak akan selesai dalam waktu dekat.
Pilihan Editor: Populer Hukum: Jokowi Digugat soal Paskibraka Lepas Jilbab, Kekayaan Menkumham Baru