Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Rahman (56 tahun), salah satu warga yang rumahnya ludes dilalap si jago merah saat kebakaran di Kampung Bali Matraman, Manggarai, Jakarta Selatan pada Selasa 13 Agustus, menceritakan kisah pilunya. Dia mengaku sakit hati lantaran rumah peninggalan orang tuanya yang baru beberapa tahun direnovasi hangus terbakar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rahman bercerita sempat kesulitan tidur sebelum kebakaran. Sesaat setelah berhasil memejamkan mata, dia terbangun oleh teriakan sang istri. Teriakan itu mengarah ke api yang mulai berkobar di salah satu rumah warga RT 2 RW. 6. Dengan sigap, Rahman dengan beberapa warga gotong-royong berusaha memadamkan api.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sekejap (tertidur) itu dibangunin istri, pa pa kebakaran. Saya enggak bisa bicara apa-apa, cucu saya tidur di bawah, sempat gemetar juga dia. Saya ke sana, api sudah membesar,” ujar Rahman kepada Tempo, Rabu, 14 Agustus.
Dia mengaku masih terpukul atas musibah yang menimpanya dan warga sekitar itu. Sebab, rumah dua lantai yang ditempatinya merupakan peninggalan orang tua. Sebelum meninggal, orang tua Rahman meminta rumah tersebut direnovasi. Akan tetapi, baru terwujud setelah orang tua Rahman tiada.
“Saya bangun dari keringat narik bajaj, bangun rumah. Namanya orang tua (bertanya) kapan diberesin, kapan ditingkat? Saya sudah (bangun) tingkat, orang tua saya enggak ada. Setelah beberapa tahun malah jadi begini” ujar Rahman.
Atas musibah itu, Rahman meminta kepada pemerintah membantunya dan warga yang terdampak. Rahman mengatakan tidak bisa terus-menerus berada di posisi seperti ini lantaran ada istri dan anak yang harus dinafkahi. Dia berharap walaupun sulit membangun rumah seperti sedia kala, tetapi paling tidak ada atap untuk berlindung dari panas dan hujan.
“Jadi harapan saya ke pemerintah minta bantuannya untuk warga RW 5, 6, dan 12. Dalam arti benar-benar mengharapkan,” ujar Rahman.
Meski demikian, Rahman mengaku sudah mulai menerima kenyataan. Tidak ingin berlama-lama meratapi nasib, Rahman memilih untuk memandang ke depan bagaimana memperbaiki rumahnya.