Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - China Development Bank (CDB), lembaga yang akan membiayai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, menawarkan dana talangan. Skema itu disodorkan sebagai alternatif pendanaan sementara karena pinjaman belum bisa dicairkan. Lembaga itu mensyaratkan seluruh lahan bebas terlebih dahulu sebelum menggelontorkan kredit sebesar Rp 51 triliun, dari total kebutuhan proyek Rp 68 triliun.
Adanya penawaran dana talangan itu diungkapkan Staf Ahli Menteri Badan Usaha Milik Negara, Sahala Lumban Gaol. Namun skema yang diusulkan tersebut belum disepakati. "Diskusi masih berlangsung," kata Sahala kepada Tempo, kemarin.
Menteri BUMN Rini Soemarno sebelumnya mengatakan, pemerintah mempertimbangkan berbagai opsi pembiayaan proyek kereta ringan. "Package-nya bisa dari memanfaatkan penjaminan pemerintah atau bisa dari APBN. Tapi mungkin untuk public servie obligation," kata dia, beberapa waktu lalu.
Ia menyebutkan ada beberapa struktur pembiayaan yang tengah dikaji, termasuk menerbitkan surat utang berbasis syariah atau sukuk. "BUMN yang akan mengeluarkan instrumennya. Diharapkan mendapat jaminan pemerintah sehingga bunganya lebih rendah."
Pinjaman jangka pendek itu diperlukan untuk menutup kekurangan anggaran pembangunan, terutama biaya pembebasan lahan di Karawang-Purwakarta seluas 500 hektare. Kebutuhannya ditaksir mencapai Rp 2 triliun. Empat badan usaha milik negara yang tergabung dalam konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia mesti menyetorkan Rp 1,2 triliun.
Lahan di kawasan Karawang dan Purwakarta itu merupakan lahan masyarakat. Pembebasan berlangsung alot lantaran harga pasar melonjak tiba-tiba ketika proyek resmi diumumkan. Beruntung, lahan di kawasan Halim-Karawang dan Wahlini-Karawang-Bandung sebagian besar dimiliki negara melalui TNI Angkatan Udara dan PTPN VIII, sehingga pembebasan lahan diyakini akan lebih mudah.
Menurut Sahala, konsorsium empat perusahaan berupaya menyetorkan dana. Ia yakin perusahaan tidak mengalami masalah likuiditas karena penugasan disesuaikan dengan kemampuan perseroan. Adapun pemerintah tetap mengupayakan pembiayaan sendiri dengan memaksimalkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Sahala mengaku telah berkoordinasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang agar beleid itu dapat membantu pembebasan lahan.
Sahala mengatakan penggunaan aturan itu akan memberi kepastian tersedianya lahan. "Kalau ada kepastian, debitor tidak khawatir untuk mencairkan dana."
Wijaya Karya juga merundingkan pencairan pinjaman sejak akhir tahun lalu. Direktur Keuangan Wijaya Karya, Antonius Kosasih, mengatakan ada tanda-tanda positif karena konsorsium Cina memiliki 40 persen saham proyek kereta cepat. Ia mendapat janji bahwa CDB dan konsorsium akan memberi jawaban pada akhir bulan ini. "Kami nego supaya dana pinjaman cair proporsional sesuai pembebasan lahan yang sudah 85 persen," kata dia.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan hampir semua proyek kereta pemerintah mengalami kendala yang sama. Masalahnya, kereta cepat Jakarta-Bandung tak masuk proyek prioritas negara seperti mass rapid transit atau kereta ringan, sehingga pemerintah tak memberi dukungan pembebasan lahan. Andi Ibnu | Vindry Florentin
Berat di Kas
Konsorsium empat perusahaan negara yang ditugasi menggarap pembangunan kereta cepat rute Jakarta-Bandung diyakini tak mampu membiayai proyek tersebut. Menurut analis PT Binaartha Sekuritas, Reza Priyambada, dua perusahaan itu, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk, kesulitan memenuhi modal tambahan untuk pembebasan lahan. "Keduanya berat dari sisi kas," kata dia kemarin. Berikut ini kinerja keuangan keempat perusahaan tersebut pada 2016.
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk
Per Desember 2016
Total aset: Rp 31 triliun
Kas dan setara kas:
Rp 9,27 triliun
Laba: Rp 1,1 triliun
PT Jasa Marga (Persero) Tbk
Per Desember 2016
Total aset: Rp 53,5 triliun
Kas dan setara kas:
Rp 4,12 triliun,
Laba: Rp 1,89 triliun
PT Kereta Api Indonesia (Persero)
Per Desember 2015
Total aset: Rp 22,3 triliun
Laba: Rp 1,3 triliun
PT Perkebunan Nusantara VIII
Rugi: Rp 847 miliar (dengan impairment); Rp 344 miliar (tanpa impairment)
*impairment adalah penurunan nilai aset
Kebutuhan pembebasan lahan: Rp 2 triliun
Kewajiban setoran:
a. Konsorsium China Railway Corporation: Rp 800 miliar (40 persen)
b. Konsorsium BUMN: Rp 1,2 triliun (60 persen)
Dengan pembagian:
- Wijaya Karya: Rp 456 miliar
- Jasa Marga: Rp 300 miliar
- KAI: Rp 300 miliar
- PTPN VIII: Rp 144 miliar. Vindry Florentin | Imam Yunni
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo