Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Cinta daun sirih

Pada acara melempar sirih, pengantin pria, bimartoro, melempar sirih ke pengantin perempuan, sri, malah kena ke wanita lain, ruminah. setahun kemudian cerai dengan sri dan kawin dengan ruminah.

4 Februari 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETAHUN YANG LALU. GENDING Kodok Ngorek mengalun di rumah Sri Tanri di Pedan, Klaten, Jawa Tengah. Para tamu spontan berdiri. Inilah acara yang ditunggu: temu manten. Dalam tradisi Jawa, acara ini adalah saling melempar sirih di antara pengantin putra dan putri. Pengantin putri, Sri sudah melempar. Ketika giliran yang melempar pengantin putra, Sri menunggunya dengan berdebar-debar. Soalnya, Bimartoro, pengantin putra itu, diolok teman-temannya. "Ayo lempar saja. Pilih sasaran yang tepat, pilih dadanya, biar dia selalu setia padamu," celoteh seseorang. "Jangan sampai kena kakinya. Nanti kamu bisa diperkuda istrimu," kata yang lain. Bless.... Bimartoro melempar. Eh yang kena malah perempuan lain, yang mengiringi pengantin putri. Tertawa pun berderai. Ada yang menyarankan agar acara itu diulang. Tapi karena itu dalam nada guyon, lagi pula tetua di sana tak menganggap persoalan serius, upacara dilanjutkan saja. Toh, Sri dan Bimartoro sudah mabuk kepayang dan saling sukacita. Apalah artinya lemparan sirih yang salah sasaran. SETENGAH TAHUN YANG LALU. Bimartoro merasa kehidupan keluarganya tidak harmonis. "Kami sering bertengkar tanpa sebab yang berarti," katanya. Dari sudut ekonomi, baik makro maupun mikro, tak ada alasan renggangnya cinta itu. Bimar, yang sehari-hari jadi petani itu, punya sawah seluas dua hektar. Itu cukup untuk hidup di desa. Bimar pun mengaku selalu hidup lurus. "Saya tak pernah menyeleweng. Juga tidak pernah membeli porkas. Pokoknya, semua penghasilan saya serahkan pada istri saya," ujar laki-laki berusia 26 tahun ini. Aneh katanya, dari hari ke hari hubungannya dengan istrinya gawat melulu. Memang, Sri belum ada tanda-tanda mengandung. Tapi, itu kan biasa? Tak tahan dengan ketegangan yang terus-menerus, perkawinan itu pun retak. "Kami terpaksa bercerai," kata Bimar dengan pilu. Sejak bercerai itulah, Bimar mengaku sering termenung di pinggir sawah miliknya. Suatu hari, lewat seorang gadis. Ruminah namanya. "Wah, kok ngelamun terus, Kang," tegur gadis itu. Teguran pertama dilanjutkan teguran kedua. Lalu perjumpaan-perjumpaan. Dan, setelah melalui liku-liku pacaran yang tak banyak memakan waktu, Bimar dan Ruminah menikah November lalu. Upacara berlangsung seadanya, lempar-melempar sirih berlangsung aman dan tepat. SEKARANG INI. Bimar dan Ruminah hidup bahagia, rukun dan tak kurang suatu apa. Januari lalu Ruminah bahkan sudah "berbadan dua". Tapi, siapa sih Ruminah itu? Dialah gadis yang terkena lemparan sirih ketika Bimartoro bermaksud melempar sirih ke Sri, setahun yang lalu. Karena itu, di Desa Pedan, Klaten, sekarang beredar nasihat: hati-hati melempar sirih pada acara temu manten. Kalau nyasar dan yang kena nenek-nenek, bisa runyam, kan?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus