Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sensor penari tayub

Kepala kantor p dan k todanan, blora, memberikan skorsing kepada 5 penari tayub dengan alasan antara lain sering dicium ketika menari. setelah diganti kepala p dan k-nya skorsing dicabut.

4 Februari 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LIMA penari tayub kena sensor. Itu terjadi di Kecamatan Todanan, Blora, Jawa Tengah. Terhitung awal Desember lalu hingga Februari depan, kelima artis goyang pinggul ini dilarang naik pentas di mancadesa dan mancanegara. Skorsing itu dikeluarkan oleh Koesminar, Kepala Kantor P dan K Kecamatan Todanan. Maka, para artis, Surati, Winarti, Ginah, Sutinah, dan Purwati, kehilangan nafkah. "Saya bingung, apa salah saya kok tidak boleh naik pentas," kata Surati, janda muda beranak satu asal Desa Sendang. Perempuan bertubuh bahenol ini mengaku shock ketika menerima surat yang berisi larangan naik pentas. Ia tak punya pekerjaan lain, misalnya menari stripease di klub malam. Dapurnya ngebul karena goyang pinggul di desa-desa itulah. "Kalau dua bulan menganggur, bagaimana saya bisa memberi makan anak saya," katanya memelas. Menurut surat skorsing, kelima penari itu punya kesalahan yang jelas. Mereka melanggar aturan main yang ditetapkan Kantor P dan K setempat. Misalnya manggung di wilayah lain tanpa dilengkapi dengan rekomendasi dari daerah asal. (Sejak kapan seniman perlu surat jalan?) Kesalahan lain, sudah menerima uang muka, tapi tidak hadir pada saat pementasan. Salah terbesar, sering melakukan adegan di luar batas kesusilaan. Berbugil ? Bukan, tapi menerima ciuman para lelaki yang kena sampur tayub., Surati, 27 tahun, punya pembelaan. November lalu, ia memang menerima uang muka untuk suatu pentas. Tapi ia tidak datang karena, "Waktu itu anak saya sakit, jadi saya wakilkan kepada seorang teman," katanya. Yang punya hajat tak keberatan, tapi pihak Kantor P dan K menganggap aib. Janda ini pun mengaku beberapa kali menerima ciuman di panggung. Kendati ia tak suka dan berusaha menghindar, wong namanya penari tayub. Di dunia pertayuban dan peronggengan, colak-colek, menyelipkan uang di sela-sela kemben, mencium penari adalah biasa-biasa saja. Harap dimaklumi, kecup-mengecup ini hanya sekejap, dan itu pun bibir si lelaki berlabuh di pipi penari tayub disertai sorak-sorai pengunjung. Bukan bibir ketemu bibir yang berlama-lama, seperti dalam film layar tancep yang juga sudah menyerbu desa-desa kita. Kalau cuma cup itu ditolak dengan kasar, "Bisa-bisa saya nggak ditanggap di kemudian hari," kata Surati. Lagi pula, di mana letak seni tayubnya? Seperti Surati, Sutinah yang asli Desa Ngumbul pun sebisa-bisanya menjauhi ciuman. "Saya selalu mengelak sekuat tenaga, tapi tetap dalam posisi menari. Kecuali kepepet," tutur gadis berkulit kuning berusia 24 tahun ini. Celakanya, yang bernama "kecuali" itu sering benar. Akibatnya, ya kena "sosot". Syukur alhamdulilah. Masa skorsing itu sudah dicabut walau Februari belum nongol. Awal bulan ini, lima artis tayub itu sudah boleh mcnari, di mana saja mereka suka dan di mana saja ditanggap. Apa yang terjadi Akhir Desember lalu, Koesminar menyerahkan jabatannya kepada M. Kosim. Langka pertama yang dilakuhan Kosim adalah mencabut larangan yang diteken pejabat sebelumnya. "Kasihan kalau tidak bisa manggung. Mereka juga butuh makan," katanya. Lagi pula, Kosim merasa pekerjaan lain lebih penting, katakanlah, memperbaiki nasib guru, gedung SD, dan sebagainya. Setuju, Pak Kosim.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus