Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Cinta Pertama Bikin Sakit Hati

Amir memadu kasih dengan sepupunya. Kandas di tangan abang sendiri.

14 Agustus 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH enam tahun Amir Hamzah berpisah dengan Aja Bun. Tapi Amir masih sensitif setiap kali membahas cinta pertamanya itu meski ia telah mendapat penggantinya dalam diri Ilik Sundari. "Cinta tak dapat dipermain-main. Terlebih-lebih cinta pertama," kata Amir Hamzah kepada Saidi Husny suatu hari pada 1934 di pondokan Amir di yang kini Jalan Haji Agus Salim, Jakarta.

Hari itu pertemuan kedua mereka selama Amir belajar di Sekolah Tinggi Hukum di Batavia. Dalam memoarnya, Kenangan Masa: Mengenang Pribadi Pudjangga Amir Hamzah, Saidi menyebutkan mereka berdua tidak bisa intim. "Susah sekali menemui Ku-Busu kini. Selalu saja tak ada di rumah. Sibuk kali rupanya," ujar Saidi membuka obrolan.

Ku-Busu (Tengku Busu) adalah nama panggilan Amir. Saidi dan Amir berkawan sejak mereka bersekolah di Langkatsche School-sekolah dasar selama tujuh tahun. Keduanya juga mengaji di tempat yang sama, Maktab Putih, sebuah rumah besar di belakang Masjid Azizi, Tanjung Pura. "Sibuk tak sibuklah awak kini…. Sesekali awak perlu juga menulis di beberapa majalah," jawab Amir.

Saidi lalu memuji karya Amir, yang menurut dia mempesona, berisi kenangan masa lalu yang mengalirkan air mata, terutama bagi orang yang pernah mengalaminya. Membalas pujian itu, Amir mengatakan masa lalu tinggal kenangan.

Cinta pertama Amir memang telah kandas. "Tunangannya di Binjai-Aja Bun-telah kawin dengan orang lain," kata Saidi dalam memoarnya.

Hans Bague Jassin dalam bukunya, Amir Hamzah: Raja Penyair Pujangga Baru, menulis bahwa kekecewaan Amir terhadap Aja Bun salah satunya ditumpahkan dalam sajak "Kusangka".

Kusangka cempaka kembang setangkai
Rupanya melur telah diseri…
Hatiku remuk mengenangkan ini
Wasangka dan was-was silih berganti.

Adik Saidi, Tengku Lah Husny, dalam bukunya, Biografi Sejarah Pujangga dan Pahlawan Nasional Amir Hamzah, menceritakan bahwa Amir pertama kali bertemu dengan Aja Bun saat ia masuk kelas pendahuluan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) Medan, Agustus 1925. Amir, yang kala itu berusia 14 tahun, selalu pulang ke rumah orang tuanya di Binjai setiap liburan sekolah. Sejak pindah ke Binjai, ayah Amir, Tengku Pangeran Adil, membangun rumah besar bertingkat dua. Anak-anak angkat Pangeran Adil, salah satunya Aja Bun, tinggal di lantai atas.

Aja Bun tak lain sepupu Amir. "Tiga tahun lamanya mereka bergaul sebagai adik-abang, tiada segan-menyegani di dalam dan di luar rumah besar," tulis Lah Husny, yang sempat diajak abangnya menemui Amir pada Desember 1934 ketika ia sedang studi di Hogere Burger School Batavia.

Pada 1928, Amir berlayar ke Jawa meneruskan studi ke sekolah Kristen, Christelijke MULO, mulai kelas II. Sepeninggal Amir ke Jawa, Aja Bun tetap bermukim bersama Pangeran Adil, belajar memasak, menjahit, dan mengurus rumah tangga.

Kandasnya asmara Aja Bun dan Amir, menurut Lah Husny, dimulai ketika abang Amir yang sedang menduda, Tengku Husin Ibrahim, diangkat menjadi adspirant controleur di Langkat. Saat itu makin banyak anak bangsawan berusaha meminang Aja Bun. "Agar terhindar dari selang-sengketa keluarga, Aja Bun disuruh menikah dengan Tengku Husin," tulis Lah Husny.

Keduanya menikah secara sederhana. Amir baru tahu cinta pertamanya dinikahi abangnya pada pertengahan 1929, ketika ia pulang liburan. Cerita berbeda datang dari Nh. Dini, penulis Amir Hamzah: Pangeran dari Seberang. "Amir dan Aja Bun itu cuma dipoyokkan (digodai) begitu, lho," ujar Dini saat berkunjung ke kantor Tempo, akhir Juli lalu.

Enam tahun berlalu sejak perkawinan itu, Amir masih menghindari pembicaraan tentang Aja Bun. Saidi, yang mengunjunginya di Jakarta pada 1934, pernah diprotes Amir gara-gara hal itu. "Janganlah disebut-sebut hal yang dulu, Adik Saidi," kata Amir seperti diceritakan Saidi dalam memoarnya. "Kalau ia-cinta pertama-lepas dari kita, sukar sekalilah untuk mencari gantinya…. Ia tetap jadi kenangan yang indah yang menggelorakan dada.… Kalaupun telah ada gantinya, awak masih sangsi bahagia akan tercapai."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus