Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Cium kambing

Gara-gara surat cintanya, terpaksa sukamdi harus mencium beberapa kambing untuk membuktikan cintanya kepada warsini.(ina)

6 Oktober 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALAU cinta sudah membara, apa pun akan dilakukan. Sukamdi, buruh bangunan merangkap petani gurem, tak menolak ketika pacarnya, Warsini, 22, menyuruhnya mencium kambing betina. Mulanya karena Warsini, yang bertubuh gendut, marah-marah. Sekitar akhir Agustus lalu, ceritanya, ia pulang ke desanya, Pasiraman, Ajibarang - sekitar 25 km dari Purwokerto - setelah setahun lebih menjadi pembantu rumah tangga di Jakarta. Meski sudah rindu setengah mati, Sukamdi tak berani langsung menemuinya. Ia hanya menulis surat yang berbunyi, "Percayalah, Sayang. Tiada gadis lain yang kusayangi selain dirimu. Sungguh aku sangat mencintaimu, walaupun teman-temanku ada yang mengatakan bahwa kecantikanmu sama dengan wajah kambing yang dibedaki." Tak dinyana, surat itu, yang dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa cintanya tak tergoyahkan, justru membuat Warsini marah besar. Ia segera melabrak Sukamdi, yang rumahnya hanya berjarak sekitar 300 meter. "Kamu menghinaku, ya? Kalau betul-betul mencintaiku, besok kau harus mencium 10 kambing. Kalau tidak mau, hubungan kita putus sampai di sini." Esok harinya, Sukamdi datang ke rumah sang pacar. Segera saja ia diajak ke lapangan, tempat kambing-kambing digembalakan. Sekali lagi, dengan garang, Warsini memerintah. Dengan perasaan jengkel tapi juga takut Warsini benar-benar akan memutuskan cintanya, Sukamdi menyerbu ke arah kerumunan kambmg. Tiga ekor kambing betina, setelah dikejar kian kemari, akhirnya dapat ia ciumi masing-masing tiga kali, sesuai dengan perintah sang pacar. Setelah yakin bahwa cinta Sukamdi tidak main-main, Warsini memanggil pacarnya. "Bagaimana rasanya? Sama tidak dengan mencium saya?" katanya sambil tersenyum. Tapi, kata Sukamdi kepada TEMPO, "Warsini pun sebenarnya ikut mencium kambing. Hanya saja, lewat bibir saya, tidak mencium langsung."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus