Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Rusuh Tahun 1976

Posma IAIN Sunan Kalijaga, Yogya, meledak jadi keributan. sepasukan polisi datang membubarkan mahasiswa. dm mahasiswa menuduh campur tangan rektor yang menimbulkan kerusakan & kericuhan dalam kampus. (pdk)

20 Maret 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIBA-TIBA saja acara itu menjadi rusuh. Pekan Orientasi Studi Mahasiswa (Posma) IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang sejak semula sudah berjalan setengah dipaksakan itu, 2 Maret kemarin meledak jadi keributan. Sepakan polisi anti huru-hara yang didatangkan ke kampus di Jalan Solo itu, menembakkan gas air-mata. Para mahasiswa yang mendapatkan perlakuan serupa itu, bertambah mengamuk. Dan acara penerimaan mahasiswa baru itu semakin bertambah kacau. Beberapa di antara mahasiswa kedapatan menderita luka-luka. Sumber Kemelut Fihak Dewan Mahasiswa yang menyelenggarakan Posma itu, tidak tinggal diam. Segera setelah kejadian itu -- masih pada hari yang sama -- dikeluarkan sebuah pernyataan. Disebutkan antara lain: pengaturan kehidupan mahasiswa adalah hak dan wewenang mahasiswa sendiri bahwa campur tangan rektor dalam pengaturan kehidupan mahasiswa adalah sikap dan tindakan yang dapat merusak hubungan kerja sama antara unsur civitas akademica dalam usaha membina kelangsungan dan kemajuan almamater bahwa ternyata rektor dalam sikap dan tindakannya telah terlibat dan ikut campur tangan dalam pengaturan kehidupan mahasiswa sehingga menimbulkan kondisi yang tidak nyaman dan menimbulkan-kerusuhan dan kericuhan di dalam kampus. Pernyataan yang diteken oleh Abbas Pulungan dan Masdar Farid Mas'udi, masing-masing Ketua dan Sekretaris Umum DM, masih ditambah dengan beberapa tuntutan. Antara lain, menolak semua bentuk dan manifestasi "campur tangan rektor" yang selama ini dilakkan. Menolak sisim kepemimpinan rektor yang "tertutup dan otoriter". Menyesalkan langkah rektor yang mengundang campur tangan fihak luar dalam persoalan pengaturan kehidupan mahasiswa, serta menuntut agar rektor mempertanggung jawabkan semua tindakan-tindakan campur tangan yang telah menjadi sumber kemelut dan kegoncangan dalam kehidupan kampus. Agak serem, 'kan? Namun kerusuhan (yang kabarnya selalu terjadi setiap tahun di IAIN ini) yang meledak awal Maret itu, bukan tidak bisa diduga sebelumnya. Sebab Kolonel drs. H. Bakri Syahid, Rektor, sebelumnya sudah minta agar Posma ditunda. Alasannya, belum semua fakultas untuk periode tahun akademi mendatang ini, berhasil membentuk Senat Mahasiswa baru. Tapi fihak DM (yang baru terpilih tetap ngotot agar Posma tetap berjalan sesuai dengan rencana tanggal 28 Pebruari itu selama satu minggu. Alasannya, di samping segala tenaga yang dipersiapkan untuk melaksanakan Posma itu sudah keluar banyak, juga agar acara Posma tidak mengganggu jalannya kuliah. Rektor bukan tidak mengerti alasan organisasi mahasiswa itu. Karena itu Bakri Syahid membolehkan Posma berjalan Serus. Dengan syarat hanya terbatas pada fakultas-fakultas yang sudah memiliki SM baru. Waktu itu, fakultas Adab dan Da'wah sudah punya SM baru, fakultas Syari'ah dan Usuludin belum. Sementara Fakultas Tharbiyah memiliki dua SM yang masing-masing disahkan Rektor (tapi tidak diakui DM) dan yang dibentuk DM. Dan dari fakultas inilah kabarnya api kericuhan itu menjadi semakin besar. Sehingga meledak pada peristiwa 2 Maret kemarin. Dicabut Kembali Namun menurut drs Anas Sudyono, Sekretaris IAIN Sunan Kalijaga, peristiwa Posma hanya merupakan efek sampingan dari kemelut IAIN yang sudah lama dan belum juga terselesaikan. Kondisi serupa itu tentu saja peka akan hal-hal yang sensitif. Misalnya kasus pencabutan SK (Surat Keputusan) nomor 18 tahun 1975. Dalam SK rektor itu (berisi peraturan tentang pembentukan lembaga-lembaga legislatif dan eksekutif baru, misalnya Majelis Permusyawaratan Mahasiswa -- MPM, Dewan Perwakilan Mahasiswa -- DPM, Komisariat Mahasiswa -- Kosma, Senat Mahasiswa, dan Dewan Mahasiswa) antara lain disebutkan, MPM sebagai lembaga legislatif tertinggi dalam keluarga mahasiswa IAIN, memilih dan menetapkan serta mengesahkan mandataris sebagai Ketua Umum Dewan Mahasiswa dan sekaligus menjadi ketua formatur bersama empat orang anggota lainnya yang terpilih. Ketentuan itu justru bertentangan dengan Keputusan Dirjen Bimas Islam nomor DVI/170/1975 yang menyebutkan bahwa susunan pengurus Dewan, Senat dan Komisariat Mahasiswa hasil pemilihan disahkan -- dan dilantik -- oleh rektor/dekan. "SK rektor itu ternyata bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi", kata seorang pengajar di sana, "sebab inti SK 18 itu seolah-olah meniadakan-pengawasan pimpinan institut dan fakultas terhadap organisasi intra instituter". Kesalahan prosedur pembuatan SK 18 itu, bukan tidak diakui rektor. Keputusan rektor nomor 19 tahun 1976 yang mencabut SK sebelumnya itu juga sekaligus merupakan pengakuan rektor terhadap kesalahan itu. Disebutkan dalam pertimbangan keputusan bernomor 19 itu, keputusan rektor nomor 18 tertanggal 4 Desember 1975, lahir dengan menempuh prosedur administrasi yang kurang/tidak wajar. Maka dipandang perlu untuk dicabut kembali. Ralat itu mestinya sudah bisa menghapuskan kesalahan terdahulu. Tapi ternyata ada soal baru. Dalam keputusan yang mulai diberlakukan sejak 21 Januari 1976 itu, selain mencabut keputusan terdahulu, juga diputuskan belum dapat mengesahkan personalia MPM dan DPM. Sementara pengurus DM periode 1976-1977 yang terpilih lewat MPM itu sudah disahkan rektor. "Di situ seolah-olah terjadi kontradiksi", ujar sebuah SUltlber, "sementara DM diakui, MPM tidak". Kemelut yang terjadi di kampus itu antara lain dianggap ada hubungannya dengan kasus kesalahan administrasi tersebut. Di samping, kata banyak orang perbenturan kepentingan di antara golongan organisasi ekstra instituter yang menguasai IAIN Sunan Kalijaga, memberi andil yang sangat besar atas kemelut yang berkepanjangan itu. Tapi sementara ini kepolisian Yogyakarta (yang menurut drs. Syamsudin Abdullah, Pembantu Rektor I merupakan instansi yang melarang Posma), cukup puas karena bentrokan fisik tak terjadi antara sesama mahasiswa IAIN. Van lewat korankoran Yogya, Kolonel drs. H. Abdulrachim, Komandan Antar Resort Kepolisian Yogyakarta, nampaknya merasa perlu untuk pasang iklan: Suasana IAIN tenang kembali. Syukur, syukur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus