BUMERANG Awan Jingga memang tak langsung dirasakan. Sampai akhir Perang Vietnam, 1975, efek zat perontok daun belum diketahui pasti seberapa berbahaya bagi manusia. Bahkan, di tahun 1960-an, ketika perang itu masih seru-serunya, pihak militer Amerika Serikat, setelah debat ramai para pimpinannya, menyatakan Awan Jingga tak berbahaya bagi manusia. Baru, di akhir 1970-an, Amerika mulai curiga. Sejumlah anak para veteran perang lahir cacat. Kerry Ryan, anak perempuan Michael Ryan, veteran Perang Vietnam, lahir cacat. Anak yang lahir pada 1971 itu tangan kanannya pendek. jantungnya tak normal. Ia ke mana-mana dengan kursi roda. Padahal, ketika para serdadu AS pulang perang dan menjalani pemeriksaan kesehatan, para dokter militer merekomendasikan bahwa mereka sehat walafiat. Tak lama kemudian, para veteran itu sendiri merasakan kelainan di tubuh mereka: umpamanya kejang perut. Pemeriksaan lebih lanjut meyakinkan para dokter, mereka terkena racun kimia sejenis chlorinated di-oxine. Lalu, kanker pun meruyak dalam tubuh. Sejenis zat itulah, memang, yang dipakai tentara Amerika buat menggunduli sebagian hutan Vietnam Selatan, untuk mengusir dan mencegah penyusupan gerilyawan Vietnam Utara. Toh, sejauh itu, pabrik kimia pembuat obat perontok daun itu menolak: tidak. Awan Jingga atau Agent Orange yang mereka bikin cuma berbahaya bagi pohon, tidak bagi manusia. Tapi korban terus berjatuhan. Bahkan, seorang veteran Perang Vietnam bernama Paul Reutershan meninggal pada usia 27 tahun di akhir 1978. Terbentuklah kemudian persatuan korban Awan Jingga. Mereka menuntut Dow Chemical Company yang memproduksi zat itu. Tentu, pihak pabrik tak begitu saja takluk. Tarik tambang berlangsung panjang. Baru Mei 1984, tujuh pabrik kimia yang memproduksi zat tersebut buat kepentingan militer di Vietnam Selatan setuju membayar santunan US$ 180 juta bagi 40.000 veteran Perang Vietnam dan keluarganya. Ironisnya, "awan di pelupuk mata tak terlihat, hujan di seberang lautan jelas terlihat." Sejak 1979, pemerintah AS mencurigai Uni Soviet telah menggunakan senjata kimia di sejumlah negara, termasuk Kamboja dan Afghanistan. Senjata itu, disebut Hujan Kuning, memang langsung akibatnya bagi manusia Surat kabar The Washington Post pada tahun itu melaporkan akibat Hujan Kuning yang disebarkan dua pesawat jet di permukiman suku Hmong di Laos -- seratus orang langsung sakit perut, mencret, dan muntah-muntah. Beberapa hari kemudian, sebagian dari mereka mati. "Kepalaku sakit dan pusing, mataku bengkak seperti kemasukan pasir," tutur Vang Duang Chang, anggota gerilyawan Hmong -- suku yang dilatih CIA untuk melawan gerakan komunis Laos-Vietnam. Pihak militer AS, sementara itu, terus melakukan riset, mencoba mencari penyebab sakitnya para gerilyawan antikomunis itu. Para ahli mereka sampai pada arsip yang tersimpan di pusat arsip sejarah nasional AS. Di situ ditemukan catatan Charles Darwin, bapak teori evolusi, bahwa pada 1863 ia menyaksikan air hujan yang kekuning-kuningan telah membuat layu bunga-bunga mawar putih. Dari situ terungkapkan zat apa yang disebarkan pesawat jet di kawasan Laos. Itulah mycotoxin, racun cendawan, yang banyak terdapat di Kamboja. Bila kemudian secara resmi pada 1981 AS menuduh Uni Soviet menggunakan senjata kimia, karena Amerika tak percaya teknologi Vietnam mampu mengubah racun tumbuhan itu menjadi senjata. Hujan Kuning memang langsung terlihat akibatnya, karena mycotoxin mengakibatkan pendarahan di dalam jaringan tubuh. Gawatnya lagi, bila telah menjadi uap, zat ini sulit dideteksi ada tidaknya. Penyebarannya itu sendiri, menurut saksi mata, bisa berupa asap, lewat peluru yang diledakkan, atau hujan. Warnanya bisa merah cokelat, hijau, biru, hitam, atau putih. Taoi bekas-bekas zat itu di dedaunan biasanya selau kuning. Efek gawatnya yang langsung memang pada manusia. Mereka yang terhirup zat yang kemudian menjadi gas itu menderita gatal di kulit, kemudian kulit mengelupas, keluar cairan. Akhirnya, tergantung daya tahan seseorang. Tapi kebanyakan lalu mati. Hasil riset militer AS sendiri terhadap suku Hmong pada 1979, sekitar 700 orang telah mati. Hingga awal 1980-an, Hujan Kuning masih dianggap senjata kimia yang pernah digunakan, yang paling dahsyat. Awan Jingga, bila sampai waktu itu tak dihebohkan, resminya memang bukan senjata kimia. Zat itu, seperti dikatakan oleh pabriknya dan juga oleh pihak militer AS, cumalah obat perontok daun. Siapa tahu, hampir sepuluh tahun setelah Perang Vietnam, orang pun mafhum, Awan Jingga tak kurang berbahayanya. Dengarlah suara Reutershan, korban Awan Jingga, di saat-saat terakhirnya, yang dibisikkannya kepada tunangannya, "Laura, kita harus menghentikan, menghentikan tindakan meracuni dunia".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini