Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dalam Intaian Para Pemangsa

Polisi terus mengusut kasus pelecehan seksual yang terjadi di Jakarta International School. Kesaksian korban dan tersangka: masih ada pelaku lain.

5 Mei 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bocah itu menuturkan satu per satu peristiwa pahit yang dia lihat dan alami. Hanya, Anthony-demikian kita sebut saja namanya-tak menceritakannya dengan runtut. Belum tuntas satu cerita, ia acap melompat ke cerita lain. Sesekali ia berhenti bercerita, memainkan dulu sejumlah benda di atas meja yang membetot perhatiannya.

Sang ibu yang mendampingi, Gabriella-ini juga bukan nama sebenarnya-tak memaksa anaknya bercerita tuntas dalam "satu helaan napas". Demikian pula psikolog dan anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang ikut "memeriksa" anak itu, Selasa dua pekan lalu.

Saat bocah enam tahun blasteran Indonesia-Spanyol itu mulai bosan bercerita, mereka kompak mengajaknya bermain-main dulu. Pemeriksaan baru dilanjutkan setelah Anthony terlihat nyaman. "Memang harus demikian, supaya bisa dia ceritakan semuanya," ujar seorang komisioner KPAI kepada Tempo, Selasa pekan lalu. Ia wanti-wanti namanya tak disebutkan.

Gabriella memboyong Anthony ke KPAI setelah media gencar memberitakan kejahatan seksual yang terjadi di Jakarta International School (JIS). Seorang siswa Taman Kanak-kanak JIS dilaporkan menjadi korban kejahatan seksual ke Kepolisian Daerah Metro Jaya. Leo-bukan nama asli anak itu-berkali-kali dilecehkan petugas kebersihan di kompleks JIS, Cilandak, Jakarta Selatan.

Gabriella waswas yang terjadi pada Leo juga menimpa Anthony. Itu bukan hanya karena Anthony satu sekolah dengan Leo, melainkan juga karena beberapa bulan terakhir perilaku Anthony berubah. Dia menjadi pemurung, tak berani tidur sendiri, sering mengigau, dan takut ke kamar mandi sendiri. Tubuhnya kerap demam tanpa sebab yang jelas. Pernah dibawa berobat ke Singapura, tapi Anthony tak banyak berubah.

Siang itu, di kantor KPAI, Anthony bercerita apa yang ia lihat. Dia mengaku pernah menyaksikan dua temannya dilecehkan di toilet Anggrek-demikian nama tempat pipis di dekat kelasnya. Salah satunya, ya, Leo itu. Waktu itu Anthony hendak buang air kecil. Melihat Leo "disakiti" oleh sejumlah orang, ia berlari kembali ke kelas.

Anthony bercerita ia sendiri pernah dua kali diserang "orang jahat"-demikian ia menyebutnya-di toilet. Hanya, kata dia, penyerangnya bukan petugas kebersihan yang menyerang Leo. Kala itu, orang jahat tersebut mendekapnya dari belakang. Dengan satu tangan, orang itu mengangkat tubuhnya, sedangkan tangan yang lain memelorotkan celananya. "Orangnya bertubuh besar, bermata biru, dan berambut pirang," ucapnya seperti diceritakan kembali oleh pendampingnya, petugas KPAI, kepada Tempo.

Anthony pernah mengadukan perlakuan orang jahat itu kepada guru kelasnya. Tapi, ketika ditanya siapa orang jahat itu, ia tak bisa menyebut namanya. Di kantor KPAI, bocah ini pun tak bisa menyebut pasti tanggal dan jam ketika ia diserang.

Semua pengakuan Anthony tersebut direkam video. Menurut sumber Tempo, rekaman itu telah diserahkan KPAI ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polda Metro Jaya. "Tinggal mereka menindaklanjuti," katanya.

Pekan lalu, saat dimintai konfirmasi perihal adanya kemungkinan korban baru kejahatan seksual di JIS yang melapor ke KPAI, Ketua KPAI Asrorun Niam Soleh membenarkan. Hanya, ia menolak menerangkan detail pemeriksaan tersebut. "Yang pasti, kami telah berkoordinasi dengan polisi," tutur Asrorun.

l l l

Putri-bukan nama sebenarnya-awalnya tak ingin membuka pelecehan seksual yang dialami Leo, putranya, ke media. Dia takut pemberitaan tersebut akan membawa dampak buruk kepada anaknya kelak. "Tapi saya terjepit. Saya perlu bantuan publik," ujar perempuan 40 tahun yang bersuami warga negara Belanda itu.

Sehari setelah tahu anaknya berkali-kali dilecehkan, pada 22 Maret lalu, suami Putri-sebut saja namanya Ricky-menemui Kepala JIS Timothy Carr. Kepada Ricky saat itu, Carr berjanji akan mencari pelaku dan membawa kasus Leo ke jalur hukum. David, salah seorang manajer di JIS, bahkan mendorong Ricky dan Putri melapor ke Kepolisian Resor Jakarta Selatan.

Namun keduanya tak melapor ke Polres Jakarta Selatan. Lewat pengacaranya, Andi M. Asrun, mereka membawa kasus ini langsung ke Polda Metro Jaya. Putri mengambil tindakan ini karena ia mendengar bisikan dari seorang anggota staf JIS bahwa sekolah itu memiliki koneksi di polres tersebut. "Saya curiga, karenanya saya bawa ke Polda," kata Putri.

Setelah melapor ke Polda Metro pada 24 Maret, Putri membawa Leo ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Tapi di sana Leo menolak divisum. Tiga hari kemudian, suhu badannya panas tinggi. Putri lantas membawa anaknya ke Rumah Sakit Pondok Indah. Hasil pemeriksaan anuskopi terhadap Leo membuat Putri terenyak. Ditemukan bekas luka yang membengkak pada anus Leo. Menurut dokter, anak itu terjangkit penyakit herpes. Ada dua jenis bakteri-kemungkinan besar ditularkan lewat kelamin-yang ditemukan di dubur Leo. Semua hasil laboratorium ini dilaporkan Putri ke polisi.

Putri sempat kecewa terhadap sikap polisi yang ia anggap kurang aktif menggali informasi dari anaknya. Leo sendiri baru mau bercerita setelah David membujuknya sembari memakai kostum Captain America-tokoh film favorit Leo. Kepada David, Leo mengaku berkali-kali disodomi di toilet sekolah. Untuk mengenali pelaku, David memperlihatkan sejumlah foto petugas kebersihan kepada Leo. Tanpa ragu-ragu Leo menunjuk tiga dari sejumlah foto yang diperlihatkan David.

Pada 3 April lalu, polisi menangkap Agun Iskandar, 24 tahun, Virgiawan Amin alias Awan (20), dan Afriska Setiani (24). Tapi, belum apa-apa, penyidik mengatakan kepada Putri akan melepaskan ketiga orang itu. Alasannya: tak ada bukti cukup untuk menetapkan mereka sebagai tersangka.

Putri meminta penyidik memeriksa kesehatan ketiga orang itu sebelum dilepas. Kali ini penyidik menyatakan mesti mengajukan dulu anggaran untuk melakukan tes kesehatan tersebut. Putrilah yang kemudian membiayai tes kesehatan ketiga orang itu.

Hasil tes menunjukkan di kemaluan Awan dan Agun ditemukan dua jenis bakteri yang identik dengan bakteri di tubuh Leo. Dengan bukti ini, polisi langsung menahan keduanya. Sedangkan Afriska dilepaskan karena di tubuhnya tak ditemukan bakteri serupa.

Setelah membebaskan Afriska, seorang penyidik meminta Putri mengubah keterangan dalam berita acara pemeriksaan. Dia juga meminta Putri menghilangkan nama Afriska. Alasannya, tak ada bukti menjerat perempuan itu. Putri menolak. "Saya percaya kepada pengakuan anak saya," ujarnya. "Mencari bukti itu tugas polisi."

Sikap kukuh Putri ini akhirnya memang tak sia-sia. Saat diperiksa polisi, Leo menyebut seorang perempuan yang sering memeganginya ketika disodomi. Perempuan itu juga mengarahkan kamera telepon seluler ke arah Leo untuk merekam aksi bejat tersebut. Berbekal keterangan Leo dan saksi lain, pada Jumat pekan lalu, polisi kembali menangkap Afriska di rumah kontrakannya.

Di ponsel Afriska, polisi menemukan rekaman video kekerasan seksual terhadap Leo. "Karena alat bukti baru itu, Afriska ditahan sebagai tersangka," kata sumber Tempo. Selain menangkap ketiga orang itu, polisi kemudian menangkap tiga petugas kebersihan lain di sekolah tersebut. Semuanya adalah karyawan PT ISS, perusahaan sewaan bidang kebersihan. Mereka adalah Zainal Abidin, 28 tahun, Azwar (27), dan Syahrial (20). Namun Azwar ditemukan tewas di kamar mandi polisi karena menenggak cairan pembersih (lihat: "Tak Percaya Melakukan Itu").

l l l

Hingga akhir pekan lalu, polisi tak kunjung mengumumkan korban ataupun tersangka baru kejahatan seksual di JIS. Padahal pengakuan korban dan para tersangka mengarah pada jumlah korban yang lebih banyak.

Kepada penyidik, misalnya, Zainal dan kawan-kawan juga mengaku berkali-kali melecehkan seorang bocah selain Leo dan Anthony. Zainal cs memang mengaku lupa nama si bocah. Tapi, kepada penyidik, mereka menyatakan masih mengingat wajah korbannya.

Untuk menguji pengakuan itu, menurut sumber Tempo, polisi sudah meminta pihak JIS menyerahkan semua foto murid taman kanak-kanak. Namun JIS mengulur waktu dengan alasan harus meminta izin dulu kepada para orang tua murid. Tak kehabisan akal, polisi meminta foto bersama para siswa kepada salah seorang wali murid. Tapi sang wali hanya memiliki satu foto kelas ketika anaknya masih di playgroup tahun lalu.

Saat foto itu diperlihatkan, Zainal dan kawan-kawan menunjuk empat anak yang pernah mereka lecehkan. Tapi mereka bukan Leo, Anthony, atau bocah lain yang diperkosa delapan kali itu. "Polisi masih memastikan identitasnya," ujar seorang sumber Tempo.

Cerita kecurigaan adanya korban selain Leo sebenarnya sudah muncul dalam pertemuan orang tua murid JIS pada 15 April lalu-sehari setelah Putri membuka kasus anaknya ke media. Waktu itu sejumlah orang tua murid mengungkapkan keresahan mereka soal kemungkinan anaknya menjadi korban serangan seksual. "Sedikitnya ada empat yang terungkap waktu itu," kata seorang ibu yang hadir dalam pertemuan tersebut. Salah seorang dari empat korban itu belakangan adalah Anthony.

Dua anak lain yang diduga menjadi korban adalah anak kembar. Menurut orang tua mereka, seperti diceritakan sumber Tempo yang dekat dengan mereka dan ikut dalam pertemuan itu, dua anaknya kini menjadi pemurung. Di rumah, salah seorang anaknya sering menggambar adegan yang mengerikan. Misalnya gambar orang dewasa memegang pisau dengan darah berceceran. Adapun saudara kembarnya ketika tidur sering mengigau dengan menjerit, "I'll kill you. I'll kill you."

Seorang ibu lain juga menduga anaknya menjadi korban pelecehan seksual. Soalnya, sang anak juga menunjukkan gelagat aneh. Tiba-tiba saja anak itu jadi sulit tidur pada malam hari. Dia baru bisa tidur setelah dibuat sangat lelah dengan diajak berkeliling rumah berkali-kali.

Di sela-sela pertemuan itu, seorang wali murid membisikkan cerita kepada ayah Leo. Kata dia, anak perempuannya pun menjadi korban serangan seksual pada tahun lalu. Waktu itu sang anak berumur sembilan tahun dan duduk di bangku sekolah dasar JIS.

Hingga pekan lalu, polisi masih berkutat pada enam tersangka. Polisi belum menyebutkan adanya calon tersangka baru. Padahal, menurut sumber Tempo, Zainal mengaku pernah melecehkan seorang bocah bersama enam teman prianya. Sejauh ini baru empat teman lelaki Zainal yang ditangkap. "Artinya dua temannya masih berkeliaran," ucap sumber itu.

Polisi juga membawa kabar mengejutkan dari pemeriksaan atas Zainal ini. Menurut polisi, Zainal mengaku 14 tahun silam pernah disodomi oleh seorang warga Amerika Serikat, William James Vahey. "Peristiwa itu terjadi di sekitar Pondok Indah," kata juru bicara Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto. Kabar ini mengagetkan karena Vahey pernah menjadi guru di JIS pada 1992-2002. Vahey juga belakangan menjadi buron Biro Penyelidik FederalAmerika Serikat (FBI) karena diduga melakukan pelecehan seksual terhadap hampir seratus anak.

Dari pemeriksaan polisi, menurut sumber Tempo, penyidik menemukan seorang tersangka ternyata kerap mengirimkan pesan pendek dalam bahasa Inggris ke tiga nomor berbeda. Temuan ini sangat penting karena isi SMS itu mengabarkan tentang adanya anak yang siap untuk "dimangsa". "Sesama cleaning service, mereka tak pernah bicara bahasa Inggris," ujar sumber Tempo.

Polisi memang sudah memanggil sejumlah guru dan staf JIS. Mereka di antaranya Kepala JIS Timothy Carr. Tentang dugaan keterlibatan para guru, Rikwanto menyatakan semua tengah didalami. Ia lalu menegaskan tak tertutup kemungkinan, misalnya, ada korban atau tersangka baru.

Sekretaris Jenderal KPAI Herlinda mendesak polisi bergerak cepat memeriksa perkara ini: mencari korban dan pelaku lain. "Polisi semestinya membuka semua arsip foto siswa, pegawai, dan guru di JIS," kata Herlinda. "Polisi juga bisa memeriksa sampel darah mereka." Pengacara Putri, O.C. Kaligis, bahkan meminta polisi jika perlu melarang para guru dan staf JIS keluar dari Indonesia. "Mereka semua mesti diperiksa," ucap Kaligis.

Kendati terlihat sederhana, usul KPAI perihal foto bukan perkara gampang. Menurut seorang perwira di Markas Besar Kepolisian RI, dengan alasan menghormati privasi-apalagi tak ada bukti-pihak JIS bisa saja menolak memberikan foto-foto itu. "Ini kasus sensitif, kami mesti hati-hati," katanya. Diam-diam polisi sebenarnya bergerak mengumpulkan foto yang mereka perlukan. Antara lain, mencari foto siswa dan pegawai JIS ke sejumlah studio foto langganan sekolah tersebut.

Kepada Tempo, Selasa pekan lalu, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Suhardi Alius mengatakan polisi tak akan berhenti mengusut hanya sebatas peran komplotan petugas kebersihan. Apalagi kasus pelecehan seksual pada anak-anak di Indonesia terus meningkat. "Kejahatan seksual pada anak-anak di Indonesia termasuk yang tertinggi di Asia," ujar Suhardi.

Hanya, ia menegaskan, polisi tak mau gegabah bertindak, termasuk merespons usul pemeriksaan darah guru dan pegawai JIS. "Mana bisa kami sembarangan periksa darah orang? Nanti bisa dituding melanggar hak asasi manusia," kata Suhardi.

Ditemui Tempo Rabu pekan lalu, Kepala JIS Timothy Carr menolak jika pihaknya disebut tak kooperatif dengan polisi. Dia juga tak yakin ada pelaku lain di luar para petugas cleaning service itu. Adapun tentang para pengajar JIS, Carr menegaskan semua masuk melalui saringan ketat: memakai standar internasional dan dicek riwayat kesehatan mereka. "Kami percaya penuh kepada guru-guru kami," ujarnya.

Jajang Jamaludin, Febriyan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus