Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masuk ke kawasan Kemang Village dari Jalan Pangeran Antasari, Jakarta Selatan, kita akan melintasi jalan berkelok-kelok dengan pepohonan rapat menyembul di kanan-kirinya. Jalan itu sengaja dibuat lebih tinggi dari permukaan tanah, melayang bagaikan jembatan panjang, karena kontur tanah di Kemang Village lebih rendah daripada Jalan Pangeran Antasari. Di bawah jalan itu ada danau yang tersembunyi.
Kamis pekan lalu, bersama Head of Corporate Communication PT Lippo Karawaci Tbk Danang Kemayan Jati, Tempo menuruni sebuah jalan setapak yang berada tepat di depan lobi utama. Jalan setapak yang tersembunyi di balik pepohonan ini membawa kami ke danau buatan di bawah jalan utama. Sepanjang jalan setapak yang merupakan area jogging itu kita juga bisa menjumpai Kali Krukut yang berkelok-kelok.
Danau buatan yang bertugas menampung air hujan ini bentuknya sebenarnya tak mirip danau. Ia lebih mirip lantai parkir bawah tanah yang kosong. Sebuah ruangan memanjang, dengan kolom-kolom beton menyangga jalan di atasnya. Antara jogging track dan danau tak ada dinding penutupnya. Jadi air hujan yang mengguyur kawasan Cipete dan Kemang pada siang hari itu langsung masuk ke dalamnya. Tapi tak hanya dari bukaan ini saja air hujan bisa tertampung. Pipa pembuangan air hujan dari gedung di atasnya juga tersambung ke kolam ini.
Pertanyaannya, apakah kolam ini cukup menampung air hujan dari Cipete, Kemang, hingga bangunan di atasnya? Danang mengangguk. "Luasnya sekitar delapan kali lapangan sepak bola," katanya.
Area resapan air ini dibuat atas rekomendasi konsultan asal Belanda, Royal Haskoning. Posisinya yang berada seperti di tengah mangkuk membuat mereka mau tak mau harus mendesain sebuah sistem drainase yang bagus supaya tidak kebanjiran.
Butuh 10 kali pertemuan dengan Tim Penasehat Arsitektur Kota (TPAK) DKI Jakarta sebelum rancangan tersebut disetujui. Tim ini memiliki tugas memberi pertimbangan teknis kepada gubernur tentang rencana pembangunan berskala besar ketika pengembang mengajukan izin mendirikan bangunan. "Minimal 10 minggu kami berdiskusi soal itu," kata Ketua TPAK Profesor Gunawan Tjahjono. Bisa dibilang ini diskusi yang panjang untuk sebuah serapan air. Banyak pertanyaan dari anggota tim, yang mayoritas berprofesi di bidang arsitektur, soal keampuhan kolam ini.
Sebelum mendesain danau, tim desain Lippo menghitung dulu kemampuan tanah menyerap air hujan di Kemang Village. Di area seluas 8,8 hektare, tanah mampu menyerap 76 ribu meter kubik air. Fungsi ini yang dikonversi menjadi danau-dalam bahasa teknisnya kolam retensi-berkapasitas 100 ribu meter kubik.
Ketika hujan turun, kolam akan menampung air dan membiarkannya meresap dalam tanah. Air yang tak terserap tanah akan masuk ke area tempat pengolahan air bersih sebelum disalurkan ke penghuni. Jika terjadi kondisi darurat, air di kolam juga bisa memenuhi kebutuhan 17-25 ribu penghuni selama 60 hari.
Kalau hujan terlalu deras dan kolam tak mampu menampungnya, pintu air akan terbuka untuk menyalurkannya ke Kali Krukut. Tapi, sejak kolam beroperasi pada 2011, hujan tak pernah berhasil membuat danau buatan ini meluap. "Dasar kolam retensi ini lebih rendah 4,5 meter di bawah dasar Kali Krukut dan tanggulnya lebih tinggi satu meter dari permukaan kali," ucap Danang.
Efek dari pembuatan danau buatan ini tidak hanya membuat Kemang Village terhindar dari banjir, tapi juga menjaga kawasan di sekitarnya tetap "kering". Selama danau beroperasi, tak ada banjir di Jalan Taman Kemang, Kemang I, dan sekitarnya. "Dulu banjir di sana bisa lebih dari satu meter," kata Danang.
Sorta Tobing
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo