Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
METODE membaca Quran yang diyakini tertua ditemukan oleh Abu Mansur Hafzul Fikkir di Bagdad, Irak. Metode Bagdad, yang ditemukan pada 998 ini, terus bertahan hingga saat ini. Pada 1965, muncul metode baru asli Indonesia yang digagas Muhadjir Sulthon, dosen Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel, Surabaya. Metode Albarqy ini sayangnya kurang bergema.
Seorang ulama di Semarang, KH Dachlan Salim Zarkasyi, yang mengajar Quran sejak 1963, menilai metode Bagdad kurang sempurna. Metode ini tak memperkenalkan cara baca tartil (yang jelas dan tepat), sehingga murid tak mengindahkan panjang-pendeknya bacaan.
Setelah bertahun-tahun melakukan penelitian dan uji coba, ia menemukan metode baca yang lebih sempurna pada 1986. Buku enam jilid itu semula diperuntukkan bagi anak-anak usia 4-6 tahun. Tapi dalam perkembangannya banyak juga orang dewasa yang menggunakannya.
Uniknya, penyebaran buku ini diatur sangat ketat. Seseorang baru boleh membeli buku jilid berikutnya setelah menyelesaikan satu jilid dan harus dibuktikan dengan tanda lulus yang dikeluarkan guru. Pengajar metode ini harus diseleksi ketat. Ketika Dachlan meninggal pada 2001, metodenya sudah menyebar ke seluruh pelosok Nusantara dan bahkan sampai Malaysia.
Pada 1989, muncul metode baru lagi, yang disebut Iqra’. Cara baca praktis yang diklaim cukup hanya enam bulan untuk bisa membaca Al-Quran ini ditemukan oleh KH As’ad Humam dari Kotagede, Yogyakarta. Buku yang terdiri atas enam jilid ini kemudian dipakai di TK Al-Quran. Itu sebabnya, metode ini sekarang lebih populer.
Penemuan metode baru rupanya tak berhenti sampai di sini, Otong Surasman menemukan metode Al-Bayan pada 1994. Buku Al-Bayan hanya satu jilid dengan 71 halaman. Otong mengklaim, murid yang belajar enam bulan bisa melafalkan ayat Quran secara baik.
Ada juga metode Hattaiyyah, temuan Muhammad Hatta Usman, yang diklaim bisa mengantar murid mampu membaca Al-Quran dalam empat setengah jam. Metode ini menggunakan pendekatan bahasa Indonesia. Huruf Arab sebanyak 28 buah dicari padanannya dalam aksara Indonesia. Tanda baca pun diperkenalkan dalam rumus-rumus bahasa Indonesia. Sehingga, dalam enam kali pertemuan, masing-masing 45 menit, murid bisa membaca Al-Quran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo