WANG ZE, warga Republik Rakyat Cina, seorang pengusaha 52 tahun, terpukau pada ajaran Buddha Tibet. Empat tahun terakhir, dia melepas Konghucu dan mempraktekkan ajaran barunya. Saat pertama masuk Buddha, Wang Ze dan istrinya sama sekali tidak tahu siapa yang memeluk agama Buddha. Pun dia tidak berani bertanya-tanya. Tapi, sekarang, Wang Ze punya banyak teman?ada cukup banyak pelajar di Cina yang tertarik pada ajaran Buddha Tibet.
Aroma budaya dan spiritual Tibet memang merembes ke Cina juga?negeri besar yang selama ini dianggap menjajah Tibet. Para peminum Cina, misalnya, kini banyak keranjingan cairan beralkohol dari rerumputan wangi Tibet yang katanya bisa menimbulkan perasaan misterius. Para turis Cina juga semakin banyak yang tertarik berkunjung ke Tibet. Jumlah mereka meningkat dari 260 ribu orang pada 1997 menjadi 420 ribu pada 2000.
Tak kurang, seorang penyanyi asli Cina, Zhu Zheqin, juga mengubah namanya menjadi bernuansa Tibet: Dadawa. Konser terakhir Dadawa di Beijing terbilang sukses, meski karcisnya termasuk mahal, sekitar setengah juta rupiah. Dadawa banyak menyanyikan lagu-lagu Tibet, termasuk melantunkan doa-doa Buddha dalam irama pop.
Penerimaan yang luas terhadap budaya Tibet melukiskan dukungan yang meningkat masyarakat Cina sendiri terhadap negeri kecil itu. Namun, mereka umumnya bukan mendukung Tibet untuk merdeka, melainkan sekadar memperoleh otonomi lebih luas.
Pemerintah Cina sejauh ini memang tetap ingin mempertahankan dominasinya di kawasan dengan gunung-gunung pencakar langit itu. Untuk itu, sejak menguasai Tibet, pemerintah Cina mengubah-ubah gaya ?pendekatan? terhadap Tibet.
Musuh utama pemerintah Cina sebenarnya adalah Dalai Lama itu sendiri. Dia adalah figur sentral perlawanan rakyat Tibet. Pemerintah Cina melarang gambar-gambar Dalai Lama ditempelkan di seantero Tibet. Orang Tibet asli juga dilarang membuka sekolah. Anak-anak sekolah hanya diajari bahasa Cina. Dan pemerintah Cina mendirikan lembaga pendidikan tinggi yang khusus digunakan untuk mendidik kandidat pemimpin Tibet di masa yang akan datang. Menurut para pejuang kemerdekaan Tibet, pemerintah Cina menghancurkan 350 bangunan bersejarah (dari total 650 bangunan) di Lhasa. Tromsikhang, istana Dalai Lama yang dibangun pada abad ke-17, termasuk salah satu sasaran penghancuran itu.
Lebih jauh, pemerintah Cina secara sistematis membatasi kelahiran warga keturunan Tibet dan membanjiri kawasan itu dengan penduduk Cina, sehingga orang-orang Tibet menjadi minoritas di negaranya sendiri. Menurut data tahun 1990, penduduk yang asli Tibet hanya 6 juta jiwa atau 44 persen. Data itu dibuat sebelum terjadi gelombang migrasi besar-besaran penduduk Han dari Cina daratan ke Tibet, yang terjadi terutama setelah banjir besar Sungai Yangste pada Agustus 1998 dan 1999.
Karena pembabatan akar budaya dan penduduknya?termasuk ratusan ribu yang memilih hidup di pengasingan?seorang pakar memprediksikan bahwa orang Tibet di Tibet hanya akan bertahan satu generasi. Setelah itu? Hanya akan ada orang-orang Tibet yang melupakan akar budayanya, para biksu yang hanya berani hidup di biara, dan sisa-sisa bangunan yang dijadikan tontonan turis.
Tanda-tanda itu sudah ada di Tibet. Generasi muda Tibet cenderung tidak tertarik belajar tentang pelajaran budaya negerinya di Universitas Lhasa. Mereka lebih tertarik berurusan dengan segala sesuatu yang?meminjam sebutan Barat??sekuler?. Bergaul di plaza, tempat disko, karaoke, dan menerjuni dunia bisnis lebih menjadi pilihan ?Generasi X? Tibet.
Sejumlah ikon ?modern? semakin nyata bertebaran di Lhasa. Tempat-tempat karaoke dan disko tersebar di sekeliling Istana Potala, bekas tempat tinggal Dalai Lama. Ada juga pusat perbelanjaan raksasa dengan air mancur dan eskalator berkelok-kelok.
Memang, pemerintah Cina juga mengeluarkan uang $ 36 juta setiap tahun untuk mempertahankan kehidupan di kuil-kuil Buddha dan $ 6,6 juta untuk membangun kembali Istana Potala. Tapi, semua itu dilakukan demi mempertahankan aset yang bisa dipakai untuk menarik wisatawan. Daerah dan properti yang lekat dengan Dalai Lama dan unsur anti-Cina lainnya dihancurkan atau disembunyikan dari turis.
Selain pagar-pagar di dalam Tibet, pemerintah Cina juga keras terhadap negara-negara lain yang dinilai mendukung Dalai Lama dan kelompok anti-Cina. India menempati peringkat tertinggi untuk diawasi karena negeri itu membiarkan?bahkan mendukung?berdirinya Dharamsala, pusat pemerintahan Tibet di pengasingan. Lebih jauh, India memang memiliki konflik perbatasan dengan Cina karena ada sejumlah daerah di perbatasan kedua negara, seperti Sikkim dan Arunacal Pradesh di wilayah India dan Aksai Chin di Cina.
Tampaknya, satu-satunya cara menuju penyelesaian masalah Tibet adalah perundingan antara Dalai Lama dan pemerintah Cina. Masalahnya, langkah itu belum dimulai. Dalai Lama sudah 65 tahun, dan belum menunjuk pengganti. Itulah mengapa pemerintah Cina sangat serius mencari Lama yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
1940
22 Februari 1940: Dalai Lama diangkat menjadi Kepala Negara Tibet.
1949: Tentara Cina menyerbu Tibet.
1950
17 November 1950: Dalai Lama diminta oleh para biksu, kabinet, dan parlemen Tibet untuk menjadi pemimpin negara Tibet dengan otoritas politik penuh (bukan sekadar lambang) meskipun saat itu Dalai Lama baru 15 tahun.
10 Maret 1959: Rakyat Tibet mengangkat senjata setelah sembilan tahun berdiam diri terhadap tindakan sewenang-wenang tentara Cina. Lhasa, ibu kota, menjadi ajang pertempuran terdahsyat.
17 Maret 1959: Dalai Lama, atas permintaan rakyat, meninggalkan Tibet ke India agar bisa mempertahankan perjuangan dari pengasingan.
31 Maret 1959: Dalai Lama mendapat suaka dan tinggal di Dharamsala, India.
29 April 1959: Pemerintah Tibet di pengasingan terbentuk.
1980
1980: First Forum on Work in Tibet, forum resmi pemerintah Cina atas masa depan Tibet, memutuskan untuk mengembangkan potensi ekonomi Tibet.
1984: Second Forum on Work in Tibet memutuskan untuk memberi Tibet otonomi yang lebih luas.
1987: Mulainya gelombang demonstrasi rakyat Tibet untuk menuntut kemerdekaan penuh.
5 Mei 1989: Puncak demonstrasi rakyat di Lhasa. Pemerintah Cina menerapkan UU Darurat Perang. Gejolak di Tibet ini dipercaya oleh Partai Komunis Cina sebagai penyulut demonstrasi di Lapangan Tiananmen.
1990
10 Desember 1989: Dalai Lama mendapat Hadiah Nobel Perdamaian.
1993: Pemerintah Cina memaksa pemuda-pemuda Tibet yang belajar di Dharamsala untuk kembali ke Tibet.
20-23 Juni 1994: Pemerintah Cina, melalui Third Forum on Work in Tibet, merekomendasikan perusakan total kebudayaan di Tibet.
1995
1995: Diterapkan metode baru untuk menyiksa tahanan politik, yaitu menginterograsi ?tersangka? dengan memaksa mereka berendam di air sangat dingin di musim dingin. Teknik ini efektif karena tidak meninggalkan bekas penyiksaan, tapi bila orang itu sudah dilepas, biasanya bersedia menjadi informan pemerintah.
1996
23 Juli 1996: Sekretaris Partai Komunis Cina di Tibet mencanangkan program ?Pembudayaan Spiritual? untuk membatasi pengaruh Dalai Lama.
20 Mei 1997: Kongres Partai Komunis Cina memutuskan untuk meningkatkan kekerasan putusan pengadilan terhadap kriminal dan pembangkang Tibet.
1997
20 Juli 1997: Partai mengeluarkan 10 aturan disiplin untuk para biksu, antara lain mengharuskan para biksu selalu membawa kartu identitas yang berfungsi seperti visa, sehingga mereka bisa dicek pemerintah Cina ke mana pun mereka pergi.
1997: Pemerintah Cina membangun penjara dengan keamanan superketat di sebuah kawasan di luar Lhasa.
1997: Pusat Hak Asasi dan Demokrasi Tibet (TCHRD) di Dharamsala melaporkan terjadi 165 penahanan (sembilan meninggal) serta 2.800 kasus pengusiran biksu dari kuil-kuil selama 1996-1997.
1998
Maret 1998: Partai Komunis Tibet menyatakan bahwa para biksu itu tidak diusir, tapi mereka memper-oleh ?pendidikan patriotisme? oleh Partai. Jumlah resmi mereka 35 ribu.
Mei 1998: Bai Zhao, Kepala Pengadilan Wilayah, meng-umumkan bahwa dari 6.291 tersangka hanya 0,73 persen yang diputus tidak bersalah. Separuhnya divonis di atas lima tahun hingga hukuman mati.
1998: TCHRD melaporkan 327 penahanan dan 1.432 pengusiran.
1999
1998: Pemerintah Cina memaksa para lama yang senior untuk pensiun dan tidak lagi mengajarkan Buddha.
8 Januari 1999: Departemen Propaganda Partai Komunis menyatakan bahwa justru karena ateislah pemerintah Cina yang komunis sangat memperhatikan perkembangan ekonomi di Tibet.
Juni 1999: Tao Changsong, penasihat agama pemerintah Cina, memutuskan bahwa pemimpin spiritual Tibet berikutnya harus berasal dari warga Tibet yang lahir di wilayah Cina, bukan yang di luar wilayah Cina. Hal ini menjawab pernyataan Dalai Lama bahwa pengganti Dalai Lama adalah orang Tibet yang lahir di luar Tibet.
2000
Februari 2000: Pemerintah Cina mengumumkan telah berhasil menghapus kemiskinan di Tibet.
3 September 2000: ?Harian Rakyat?, harian nasional pemerintah Cina, menurunkan headline bahwa pemerintah Cina mengundang wartawan asing untuk meliput Tibet.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini