Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jarum jam menunjukkan pukul 20.00 waktu setempat. Meski malam belum terlalu larut, suasana di sekitar jalan George Town mulai lengang. Keramaian hanya terlihat di kafe-kafe dan kedai-kedai. Riuhnya kendaraan mulai surut, berganti dengan hiasan lampu-lampu yang membuat suasana malam kota itu terasa berbeda.
Dua orang terlihat bersembahyang di Candi Mahamariamman di Lebuh Queen, tak jauh dari kawasan Little India. Dupa diapit dengan kedua tangan, sesekali diayunkan, sementara mereka membungkukkan badan. Khusyuk. Keramaian di depan candi tak menyurutkan kekhusyukan dua orang itu. Aroma dupa menusuk hidung setiap orang yang melewati candi yang dibangun pada 1833 itu.
Candi ini merupakan candi Hindu tertua di Penang, Malaysia, dan sering juga disebut sebagai kuil India. Candi Mahamariamman dikenal pula dengan beberapa nama: Candi Sri Muthu Mariamman, Kuil Sri Arulmigu Mahamariamman, dan Candi Sri Mariamman.
”Seluruh cerita mengenai Hindu direfleksikan di candi ini, terlihat dari gapura setinggi 23 kaki, 38 patung dewa, dan empat angsa yang ada di pintu masuk,” kata Clement Liang, Sekretaris Kehormatan Penang Heritage Trust. Tak jauh dari situ, di Lebuh Cina, terdapat sebuah kuil Cina. Sebuah pemandangan yang indah: kuil India dan kuil Cina berdampingan, tapi tetap harmonis.
Selain dikenal dengan bangunan tuanya yang sangat indah, selama ini George Town dikenal sebagai area wisata religius. Di hampir setiap sudut kota terdapat bangunan yang merupakan tempat ibadah dan menjadi situs wisata yang mampu menarik minat turis asing berkunjung.
Pluralisme agama yang kental, terdiri atas Katolik, Kristen, Islam, Hindu, dan Buddha, terlihat tetap terjaga dan menjadi nilai lebih dari George Town. Keberadaan gereja, masjid, kelenteng Cina, dan kuil Hindu yang berdampingan dan dapat hidup selaraslah yang juga mendatangkan kesan mendalam bagi Komite Warisan Dunia untuk mendeklarasikan George Town sebagai kota warisan budaya dunia pada 2008 di Quebec.
Tak hanya kuil, dua bangunan masjid dengan budaya berbeda pun terdapat di sini: Masjid Kapitan Keling di Lebuh Kapitan Keling dengan budaya Indianya dan Masjid Aceh di Lebuh Aceh dengan budaya Melayunya.
Clement mengatakan, konon, sempat terjadi perebutan umat saat salat Jumat untuk beribadah di masing-masing masjid itu. Namun hal itu tak berlangsung lama. Sebuah solusi pun diperoleh. Kedua masjid ini berbagi: salat Jumat diadakan secara bergantian. ”Sekarang sudah tidak ada lagi pertikaian memperebutkan umat untuk beribadah,” ujar Clement.
Jika menyisir kawasan Lebuh Farquhar, mata akan tertuju pada sebuah bangunan megah berwarna putih. Itulah Gereja St George, gereja Anglikan tertua di Malaysia. Gereja itu didirikan pada 1818 dan masih digunakan untuk misa hingga saat ini.
Bukan hanya St George yang masih berfungsi. Tak jauh dari gereja itu, terdapat Gereja Katolik Maria Assumpta. Gereja yang didirikan pada 1860 dan mengalami renovasi pada 1928 itu mendapat pengakuan sebagai katedral pada 1955.
Clement mengakui bangunan tua yang merupakan tempat ibadah menjadi nilai tersendiri untuk menarik turis bertandang. ”Mereka tak hanya disuguhi bangunan mati. Tersedia juga tempat beribadah. Berwisata sekaligus beribadah,” katanya. Di kota kecil ini, turis dapat melihat perdamaian antarpemeluk agama yang berbeda—selain keragaman suku bangsa.
Hal itu diakui Arya Abieta, wisatawan dari Indonesia. Ketika bertandang ke Masjid Kapitan Keling, dia pun tak menyia-nyiakan kesempatan mendaraskan doa kepada Yang Kuasa. Tak hanya masuk ke masjid tempat ibadah kepercayaan yang dianutnya, Arya tak sungkan masuk ke Gereja St George dan Katedral Maria Assumpta.
Matanya tertuju pada langit-langit dan arsitektur kedua gereja itu. Takjub! ”Masih terjaga dan terawat dengan baik gereja ini. Amazing,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo