SEBUAH dokumen baru-baru ini terbit di Teheran. Dalam bentuk
aslinya, dokumen tersebut merupakan "buku pegangan" dinas
mata-mata Amerika CIA untuk keperluan para anggotanya yang
bertugas di mancanegara. Tentara Iran menemukannya tatkala
mereka menduduki kedutaan besar AS di ibukota Iran itu, November
1979.
Memperingati hari ulang tahun ke-3 'revolusi Islam' di negeri
tersebut, "para mahasiswa pengikut garis Imam Khomeini"
mencetak-ulang dokumen tadi seraya menambahkan terjemahan dalam
bahasa Parsi. Kata pengantarnya dibuka dengan sebuah ucapan
Ayatullah Rohullah Khomeini: "Israel adalah musuh kemanusiaan
dan musuh umat manusia."
Dibubuhi peringatan secret pada tiap halamannya, di dalamnya
kita membaca: "Israel sudah sejak lama beroperasi di Asia
Timur". Mereka memberikan latihan intelijen untuk Republik Cina
(Taiwan). Juga "mempunyai hubungan dengan dinas-dinas rahasia
Jepang, Muangthai, Korea Selatan, dan Indonesia."
Seperti jamaknya setiap negara, Israel tak hanya mengenal satu
lembaga intelijen. Dan yang paling unggul di antaranya adalah
Mossad, alias Mossad Letafkidim Meyouchadim. Terjemahan
lurusnya: Badan Pusat Intelijen dan Tugas Khusus.
"Secara luas Mossaddiakui sebagai salah satu dinas rahasia
paling efisien di dunia," kata Andrew Weir dan Jonathan Bloch
dalamulisan mereka sekitar dokumen itu di The Middle East
(TME), Desemher 1981. Dokumen CIA menyebut dins intelijen dan
sekuriti Israel sebagai "salah satu yang terbaik di dunia." Dan
dalam tinjauan Amerika, Mossad memang menduduki tempat utama di
antara sekian lembaga intel yang dimiliki pemerintah Israel
sekarang ini.
Masyarakat intelijen dan sekuriti negeri tersebut mempunyai
posisi kuat dalam tubuh pemerintahan. Laporan mereka
diperhitungkan dalam tiap keputusan. Banyak tokoh pendiri
"Republik Israel" berasal dari "dunia James Bond" ini. Atau
setidak-tidaknya pernah punya sangkut-paut, dengan satu dan lain
cara.
MEREKA ditunjang oleh pres tasi militer melalui serangkaian
perang dengan Arab, -- dan memasuki politik lewat salah satu
partai berpengaruh. Semuanya berpengalaman dalam pekerjaan
rahasia, dan sangat mengl gai nilai intelijen dan sekuriti.
Tapi dukungan paling mantap diperoleh dinas rahasia Israel dari
Kementerian Luar Negeri. Tak perlu heran: banyak diplomat senior
negeri itu tadinya perwira intel. Sebaliknya, para intel Israel
yang beroperasi di luar negeri umumnya memakai kedok diplomat,
paling tidak mendapat perlindungan diplomatik melalui pelbagai
cara.
Faktor tercerai berainya bangsa Yahudi--pada suatu ketika--ke
seluruh permukaan jagad, akhirnya merupakan 'hikmah'. Sekarang
ini, misalnya, hampir tiap diplomat Israel fasih pelbagai bahasa
asing. Tak sedikit pernah tercatat sebelumnya sebagai
warganegara tempat mereka kini bertugas. Dalam pekerjaan dinas
rahasia kenyataan ini sangat menguntungkan.
Di dalam negeri, hubungan dinas rahasia itu dengan kawula Israel
rukun adanya. Rakyat mengerti bahwa jaringan intel berdiri di
garis depan, dalam melindungi keamanan dan keselamatan mereka
dari kekuatan militer resmi dan terorisme Arab. Sadar akan hal
ini, tak sedikit bantuan yang diulurkan rakyat bagi pelbagai
operasi.
Martabat dinas rahasia negeri itu di mata rakyatnya mulai
menanjak sejak Perang Enam Hari (1967) yang mereka ungguli.
Ketika itu yang paling banyak berperanan adalah Shin Beth, alias
Sherut Bitachon Sladi, Dinas Kontraspionase dan Keamanan Dalam
negeri .
Tapi pada Perang Yom Kippur, 1973, martabat itu sempat
terjerembab. Bahkan kekonyolan Israel dalam kancah tersebut
secara luas diejek sebagai "kegagalan intelijen". Akibatnya,
sebuah komisi khusus dibentuk untuk membenahi koordinasi dan
kerja sama yang kompak antara sesama dinas rahasia. Hasilnya
bisa dilihat pada penyergapan Entebbe, Juli 1976-yang nyaris
bagai legenda.
Para direktur dan staf senior dinas rahasia Israel menduduki
standar profesi tertinggi di negeri itu. Tapi, anehnya,
perbedaan gaji antara karyawan biasa dan para pemimpin tidak
begitu besar. Di samping itu mereka 'dibekali' dengan
protektsia, yang bagi telinga penduduk Israel terdengar laksana
kata bertuah. Dengan protektsia tersedialah pelbagai fasilitas
dan hak istimewa melalui jalur pemerintah.
Fasilitas dan gaji yang rata-rata tinggi itu agaknya turut
berperanan membuat dinas rahasia Israel terkenal efisien.
"Personil mereka sangat trampil. Teknik mereka mengorganisasikan
diri sangat tinggi, begitu pula dalam meramu dan menapis
informasi dari agen resmi, kelompok Yahudi perantauan, dan
pelbagai sumber di seluruh penjuru bumi," kata dokumen CIA tadi.
Sejak sebelum dan selama Perang Dunia II, Israel sudah memasang
kuda-kuda membangun jaringan intel yang ampuh. Mereka merekrut
sejumlah tokoh Yahudi Eropa dan Timur Tengah yang sulit dicari
tandingannya dalam perkara intel-mengintel. Sampai sekarang
mitos kawanan intel generasi pertama itu masih berwibawa.
Ambillah umpamanya salah satu kelompok, yang biasa dijuluki
'garda tua'. Tiap anggota kelompok ini fasih berbicara dalam
empat bahasa. Sedang kebolehan mereka dalam soal lain berada di
atas takaran rata-rata. Dan kini keampuhan itu diturunkan kepada
generasi penerus. Di samping latihan keras di rumah sendiri,
para calon intel dikirim belajar ke luar negeri.
TAPI sukses intelijen Israel menghadapi dunia Arab "tidak
semata-mata tergantung pada keiihaian mereka," kata dokumen CIA
tersebut. "Sekuriti komunikasi negeri-negeri Arab yang jelek
ikut memberi sumbangan bagi sukses itu."
Di pihak Israel, CIA menemukan kelemahan pada kenyataan yang
menunjuk terlalu banyaknya intelijen militer negeri itu
mengambil peranan dalam pengambilan berbagai keputusan. Sebagai
akibatnya, banyak kesimpulan dan penilaian menjadi kurang
obyektif bila menyentuh kepentingan Angkatan Bersenjata. Itulah
pula salah satu sebab yang menjerumuskan negeri itu pada Perang
Yom Kippur.
Di Kota Tel Aviv, markas besar dinas-dinasrahasia Israel selalu
mengambil lokasi yang nyaman. Mossad dan Agaf Modiin (Dinas
Rahasia Militer) umpamanya, tadinya terlindung di tengah
sebuah-kompleks Angkatan Bersenjata, tepat di jantung kota.
Bangunan itu dipagari kawat berduri, dan dikawal serdadu
bersenjata.
Sampai sekarang Agaf Modiin masih bermarkas di sana. Tapi Mossad
sudah pindah kantor. Kini mereka menempati sayap sebuah kompleks
kantor dagang bertingkat, di seberang jalan kantor lama.
Shin Beth dulu bermarkas di Jaffa. Tapi Juni 1970 mereka pindah
ke daerah baru di utara Tel Aviv. Bangunan yang mereka tempati
sekarang khusus dirancang untuk keperluan dinas
rahasia--meliputi sebuah laboratorium teknik, di samping
perkantoran biasa. Pintu masuk dijaga pengawal bersenjata. Para
"karyawan" memakai lencana yang dihiasi pasfoto masing-masing.
Menurut taksiran CIA, Mossad dan Shin Beth saja mempekerjakan
1.000 perwira staf. Semuanya sudah menjalani ujian keamanan yang
teliti dan makan waktu lama. Sebuah titik lemah saja sudah cukup
untuk menolak penempatan seorang anggota staf.
Pada umumnya, personil dengan latar belakang "kiri" kurang
dipercayai oleh dinas ranasia Israel. Toh sikap mereka agak
lunak menghadapi orang Yahudi bekas anggota Partai Komunis
Eropa. Soalnya, pengalaman membuktikan bahwa beberapa di antara
oknum tersebut sangat terlatih dalam pekerjaan rahasia. Apalagi
bila mereka sudah mencampakkan ideologi marxisnya, dan
menggabungkan diri dengan Mifleget Ha'Avodah Ha Yisra'elit,
alias Partai Buruh Israel.
Tapi bukan tak pernah dinas rahasia Israel kecolongan. Terutama
pada akhir 1950-an dan awal 1960-an, ketika muncul beberapa
kasus spionase yang cukup membuat runyam pemerintah. Antara lain
kasus Aharon Cohen, Israel Beer, dan Dr. Kurt Sitte.
Cohen adalah ahli Timur Tengah Partai MAPAM (Mifleget Po'alim
Me'uhedet), Partai Persatuan Pekerja. Dan Israel Beer tenaga
kontrakan Kementerian Pertahanan Israel yang berpangkat letnan
kolonel cadangan pada Zahal Tzla Hagnah Le Yisra 'el),
Pasukan Pertahanan Israel. Keduanya ternyata mata-mata Rusia.
Lalu Dr. Kurt. Ia guru besar fisika pada Haifa Technion.
Jebulnya dia agen dinas rahasia Cekoslowakia. Sejak itu Shin
Beth sangat berhati-hati menampung pembelot negeri komunis.
Prosedur penerimaan untuk kalangan ini dibuat bertambah panjang
dan berliku-liku.
Sebagai dinas rahasia nonmiliter, Mossad dan Shin Beth mengambil
tenaga sipil untuk calon intel mereka. Yang paling disenangi
adalah lulusan universitas, berusia 20-an. Tentu saja peminat di
luar kalangan ini berhak pula dipertimbangkan. Apalagi sekarang,
ketika Kementerian Luar Negeri dan dunia bisnis Israel melempar
umpan yang menitikkan liur generasi muda. Banyak di antara anak
muda Israel tak berselera melibatkan diri dalam pekerjaan
spion-spionan. Mereka lebih tertarik pada penghasilan lebih
besar--dan risiko lebih kecil-yang dijanjikan dunia usaha.
SEBAGAI lembaga intel utama, Mossad bertanggungjawab dalam
"mengumpulkan bahan intel luar negeri, aksi politik dan
kontraterorisme." Ke luar, fungsi mereka terutama mengatur agen
yang bekerja untuk menggerogoti negara-negara Arab, berikut
perwakilan dan instalasi mereka di seluruh dunia. Terutama di
Eropa Barat dan Amerika Serikat--tempat kepentingan Israel dan
Arab saling berlaga.
Mosad mengumpulkan semua informasi mengenai angkatan bersenjata
setiap negara Arab. Terutama susunan dan penempatan perwira,
keadaan moral, persenjataan, perlengkapan, serta tingkat
kepemimpinan mereka. Setiap kemungkinan yang akan berperanan
dalam suatu perang di masa depan, dikaji dengan mendalam.
Boleh dikatakan segala yang menyangkut Arab disorot Mossad.
Tidak hanya dunia diplomasi dan keadaan dalam negeri. Juga
kegiatan perdagangan, apalagi yang bersangkutan dengan pembelian
senjata.
Ketika dunia Arab mulai merekrut ahli-ahli asing untuk membenahi
ekonominya, dan menurunkan petunjuk-petunjuk teknis di pelbagai
bidang, Mossad tak tinggal diam. Mereka bergerak mendekati para
ahli itu, mencari kemungkinan agar mereka sudi sekaligus bekerja
untuk kepentingan dinas rahasia Israel.
Menghadapi terorisme Arab, Mossad tampil dengan wajah dan tangan
besi. Mereka menjatuhkan dan melaksanakan "hukuman mati"
terhadap sejumlah teroris Arab, terutama di sekitar Timur Dekat
dan Eropa Barat. "Sejak 1972, 26 tokoh terkemuka Palestina
terbunuh, tiga cedera berat, dan dua luput dari sasaran," kata
editor politik udith Perera dalam analisanya di TME, Desember
1981. "Sebagian besar korban tercatat dalam daftar hitam
Mossad."
Sudah tentu Mossad tak semata-mata memata-matai Arab. Boleh
dikatakan mereka mengendus-endus di seluruh bagian dunia. Mereka
meramu informasi yang berkenaan dengan kebijaksanaan Barat,
Vatikan, dan PBB terhadap Timur Dekat. Mereka berperanan
mengatur pembelian senjata yang menguntungkan Israel, dan
mengikuti gerak-gerik kelompok-kelompok anti-Israel di Barat.
Mossad mempunyai delapan departemen. Yang pertama Departemen
Perencanaan Operasi dan Koordinasi, kemudian Departemen
Penghimpunan (Informasi). Lalu Departemen Aksi Politik dan
Perwakilan, serta Departemen Tenaga, Dana, Logistik dan
Sekuriti. Ada Departemen Latihan, ada pula Departemen Riset.
Lalu Departemen Operasi Teknik, dan yang terakhir Departemen
Teknologi. I bawah masing-masing departemen tersebut bernaung
sejumlahdivisi. "Divisi Perang Urat Saraf (atau Divisi
Operasi Khusus) mungkin merupakan bagian Departemen Aksi Politik
dan Perwakilan," kata dokunen CIA.
Dalam keadaan Direktur Mossad tidak berada di tempat, sekarang
ini fungsi 'bs' dipegang Kepala Departemen Perencanaan Operasi
dan Koordinasi. Beberapa tahun lalu, kehormatan itu menjadi hak
Kepala Departemen Penghimpunan (Informasi).
Dari markas besar di Tel Aviv,para kepala departemen mengatur
sejumlah pengawas yang meliputi pelbagai daerah operasi,
jabatan, tatalaksana dan dana. Wilayah yang dimonitor Departemen
Penghimpunan dan Departemen Aksi Politik Khusus dan Perwakilan,
mencakup: 1. Amerika Tengah, 2. Amerika Selatan, 3. Eropa Timur
(termasuk Uni Soviet), 4. Afrika, 5. Asia dan Oceania, 6.
Mediterania dan Timur Dekat, 7. Eropa, dan 8. Amerika Utara. Di
bawah tiap pengawas terdapat cabang atau desk, yang
bertanggungjawab atas satu atau beberapa negeri.
"Israel telah menetapkan Mesir sebagai sasaran utama untuk
membangun jaringan intel" kata dokumen CIA terbitan mahasiswa
Iran tersebut. "Pada 1970, menurut taksiran Israel, sekitar 50%
operasi mereka ditujukan untuk melawan Mesir."Dan prioritas
berikutnya rupanya ditujukan kepada Suriah.
Sebagian kegiatan memusuhi Arab di Timur Dekat dilancarkan oleh
agenagen gelap Israel. Tapi mereka berhasil juga merekrut
sejumlah orang Arab asli dari negeri ketiga. Setelah menjalani
latihan khusus, agen Arab ini dikirim ke daerah operasi.
Tersebutlah Eliahu Ben Shaul Cohen, Yahudi kelahiran Mesir. Dia
ini terlibat dalam berbagai operasi sabotase Israel terhadap
sejumlah instalasi Amerika dan Inggris di Mesir pada 1952.
Ketika jaringan mereka akhirnya dibongkar oleh pemerintah Mesir,
dan banyak agen ditangkapi, Cohen beruntung lolos dan mudik ke
Israel. Belakangan ia dipakai untuk serangkaian operasi yang
dilancarkan di Suriah.
Untuk keperluan tugasnya yang baru tersebut Cohen menerima
latihan intensif khusus. Ia akan menjelma menjadi Kamil Amin
Thabet, seorang saudagar kelahiran Suriah yang pindah ke
Argentina--dan di tempat baru itu menjadi anggota aktif
masyarakat emigran Arab. Patut dicatat, Kamil adalah tokoh yang
benar-benar ada--dan sudah meninggal--di Argentina.
Setelah segalanya siap, berangkatlah Cohen ke Suriah. Ia
mula-mula dibantu dua agen Arab betulan yang sudah lebih dulu
direkrut Israel. Di Damaskus, sepanjang 1961-1965 ia berhasil
membuka kontak dengan sejumlah tokoh politik dan pemerintahan
Suriah. Sementara itu secara tetap ia bepergian ke Eropa, dan
(terutama) ke Israel, untuk menerima 'pengarahan' singkat.
Januari 1965 nasib buruk menimpa Cohen. Suriah berhasil melacak
identitasnya, tepat ketika mata-mata itu sedang menyiarkan sandi
untuk Tel Aviv. "Salah satu kesalahannya ialah menggunakan
pesawat radio morse dan berada di udara lebih satu jam," ulas
dokumen CIA. Dia diringkus, diadili, dan dinyatakan bersalah
melakukan kegiatan spionase. Mei 1965 Cohen digantung di depan
khalayak Damaskus.
Lebih mujur dari Cohen adalah Johann Wolfgang Lotz alias Zeev
Gur Arieh, seorang opsir Agaf Modiin. Pada 1959, dalam rapat
Va'adat Rashei Hasherutim (Komite KepalaKepala Dinas Rahasia),
Mossad mengumumkan kebutuhannya akan seorang agen gelap yang
akan ditempatkan di Kairo. Agen itu hendaklah berlagak sebagai
bekas perwira Nazi. Melalui sejumlah pertimbangan, pilihan jatuh
pada Lotz.
TUGAS utamanya: menyelidiki program pembuatan senjata Mesir yang
didukung sejumlah ilmuwan Jerman. Lotz menerima latihan intensif
di dalam negeri, termasuk penataran menunggang kuda. Pada awal
1960 ia berangkat ke Jerman, menyamar sebagai pengurgsi Jerman
Timur yang dulu pernah bertugas sebagai perwira Korps Afrika.
Meski Lotz meninggalkan seorang istri di Israel, ia menikah lagi
dengan seorang perempuan Jerman demi memperkuat penyamarannya.
Setahun kemudian berangkatlah Lotz ke Kairo, kota yang
sesungguhnya menjadi sasaran operasi. Di sana ia membuka kursus
menunggang kuda.
Olahraga ini termasuk simbol status cabang atas masyarakat sana.
Lotz segera berteman dengan kalangan Jerman di Mesir, sekalian
dengan sejumlah tokoh penting Mesir sendiri. Pada waktu tertentu
ia bepergian ke Eropa Barat--untuk menerima petunjuk.
Tahun 1964 ia mulai mengirimkan surat-surat kaleng berisikan
ancaman kepada ahli Jerman tertentu yang bekerja untuk
kepentingan Mesir. Februari 1965 ia ditangkap pemerintah Kairo.
Diajukan ke pengadilan, kemudian dilempar ke dalam bui.
Tapi entah bagaimana, 1968 Lotz bebas. Dan dipulangkan ke
Israel. Tel Aviv mengaku: untuk operasi ini mereka menghabiskan
US$ 250 ribu.
Lotz dinilai sudah berbuat agak sembrono membangun jaringan
komunikasi. Dan selama di tangan Mesir "penunggang kuda itu
dipaksa bercerita mengenai jaringan kegiatannya.
"Selama sepuluh tahun (19531963) Mossad dipimpin Isser Harel,"
menurut TME, Desember 1981 . Memuneh (direktur) ini langsung
bertanggungjawab kepada Perdana Menteri David Benurion. Dan
kebiasaan itu diteruskan pada masa pemerintahan Menachem Begin.
Pada mulanya Mossad menerima tenaga berpengalaman dari Irgun
Tzva'i le'Umi (organisasi Militer Nasional), Sherut Yedioth
(Dinas Informasi), Irgun HaHagana (Organisasi Pertahanan) dan
berbagai kelompok teroris Zionis. Lantas dalam waktu singkat
lembaga ini berkembang menjadi organisasi yang kuat dan rapi.
"Mereka mulai mendapat latihan dari dinas rahasia Prancis
Direction de la Survei lance du Territoire (DST) dan dinas
rahasia Amerika CIA."
Sejak awal Perang Dingin (1950an), Mossad mempunyai hubungan
baik luar biasa dengan CIA. Padahal ketika itu Amerika menyebut
Nasser "pemimpin dunia Arab yang paling pro-Barat". CIA dan
Mossad terlibat kerjasama dalam banyak hal--"termasuk dalam
membangun dan melatih polisi rahasia mendiang Syah Iran, Savak,"
kata TME.
Sebagian pengamat melihat kelihaian Mossad "memperkuda" CIA.
Sehingga dalam waktu singkat jaringan Mossad mengungguli dinas
rahasia Amerika di berbagai negeri, terutama Eropa Timur.
Pahlawan Mossad, dalam tubuh CIA, adalah James Jesus Angleton,
kepala kontraintelijen CIA masa itu. Setelah Angleton
diberhentikan, 1974, hubungan Mossad-ClA memang tampak agak
dingin.
Sekitar 1960-an, menurut TME, Israel menerima sekitar US$ 80
juta dari CIA untuk serangkaian operasi di Afrika. Kebetulan di
banyak kawasan benua tersebut citra Amerika memang sedang tak
seronok. Israel memiliki keahlian khusus mendirikan organisasi
pemuda model pramuka, membentuk unit-unit militer, dan
melancarkan latihan ketentaraan di bawah selubung kegiatan
pertanian.
PADA 1963, Isser Harel--arsitek penculikan Adolf Eich mann dari
Amerika Selatan itu--meletakkan jabatan. Ia digantikan Meir
Amit. Ada desas-desus Amit cekcok dengan Ben Gurion mengenai
rencana Mossad membunuhi ilmuwan Jerman yang membantu proyek
roket jarak jauh Mesir.
Tapi di bawah kepemimpinan Amit, prioritas Mossad tampak
berubah. Titik berat kini diutamakan pada teknologi dan kerja
sama berbagai dinas rahasia. Tak lama kemudian Amit dipindahkan
menjadi pemimpin perusahaan industri raksasa Koor, yang banyak
menyelimuti operasi Mossad dalam selubung dagang. Ia digantikan
oleh Zwi Zamir, bekas pejuang Sherut Yedioth dan perwira staf
Angkatan Bersenjata.
Perang 1967 merusakkan hubungan Israel dengan Afrika Hitam.
Karena itu Zamir kemudian berusaha membentuk jaringan dengan
Afrika Selatan. Dan Mossad lalu makin banyak terlibat kegiatan
politik di beragai negara Afrika.
Mossadlah konon yang membantu para pemberontak Sudan Selahn
mendukung Jenderal Idi Amin menggulingkan Presiden Uganda Milton
Obote, 1970. "Rencana itu ditunjang CIA dan M-16 Inggris," tulis
TME. Sungguh tidak dinyana, dalam waktu beberapa bulan saja Idi
Amin yang kocak itu bertukar haluan. Ia mendekati negerinegeri
Arab, dan mencaci-maki Barat. Israel sendiri bertambah akrab
dengan Afrika Selatan.
Seimbang dengan "kantor" perwakilannya di Amerika Serikat,
kemudian Afrika Selatan, Mossad juga membuka saluran hubungan
rahasia dengan negeri-negeri yang 'sungkan ' berhubungan resmi
dengan Israel. Berbagai sumber percaya, kontak itu meliputi baik
berbagai negeri Arab maupun Ethiopia, Kenya, Zaire, Senegal,
Albania, RRC, Chili, Argentma,Turki, bahkan Uni Soviet.
Semboyan "seteru musuhku adalah sahabatku" rupanya diterapkan
Israel di lapangan spionase dan subversi. Mereka membantu para
pemberontak Kurdi di timur-laut Irak. Begitu raja Irak terguling
oleh kudeta 1958, Mossad mengirimkan peralatan dan penasihat
senior untuk kaum Kurdi itu. Beberapa di antara pemberontak
tersebut dilatih di Israel. Mereka juga menerima bantuan dari
CIA dan Savak.
Menurut wartawan Jerman Erich Follath, agen-agen Mossad
menduduki jabatan penting dalam perusahaan-perusahaan negara
milik Israel yang bergerak dalam industri peralatan militer dan
pesawat udara. Di New York, London, Brussels, demikian pula di
pelbagai anak perusahaan industri koor, mereka mempunyai
semacam pusat informasi.
Tapi dari seluruh kegiatannya di luar negeri, Mossad memberi
tekanan khusus pada kampanye melawan gerakan pembebasan
Palestina. Target itu sudah ditetapkan sejak penghujung 1960-an.
Apalagi setelah sejumlah olahragawan Israel dibantai dalam
Olympiade Munich pada 1972.
Sekitar 12 pemimpin Palestina dituduh terlibat dalam rencana
pembunuhan itu. Dan Mossad memasukkan nama-nama itu dalam daftar
hitam mereka, serta bertekad melakukan pembalasan. Untuk wilayah
Eropa, mereka membentuk kelompok pembunuh sampai lima orang.
Khusus untuk Libanon mereka melepas pasukan istimewa yang
dibacking oleh agen-agen gelap.
Metode "pembalasan" rupa-rupa. Beberapa benggolan PLO dipistol,
lainnya diledakkan dalam mobil mereka sendiri. Markas Besar
Front Pembebasan Rakyat Palestina di Beirut dihajar dengan roket
Soviet. Ali Hassan Salameh, salah seorang gembong Palestina yang
diincar Israel, dibunuh denan bom di Beirut, 1979.
Bahkan sudah pada pertengahan 1973, tak berapa lama setelah
peristiwa Olympiade Munich, sepuluh pemimpin Palestina dibantai.
Menyusul pembunuhan pengarang Marokko Ahmad Bouchiki di Oslo,
Juli tahun itu juga. Hanya, dalam kasus terakhir itu intel
Israel rupanya salah alamat: mereka kira Bouchiki anggota PLO.
Juga kasus itu yang diusut sampai ke pengadilan--di Norwegia.
Enam orang ditangkap dan diadili, sedang nama Mossad
disebut-sebut sebagai pihak yang bertanggungjawab.
Pengadilan Oslo itu, seperti dituturkan TME lebih lanjut, secara
tak langsung membantu Pengacara Giorgio Santacrose--di Roma--
yang sedang menyelidiki pembunuhan atas tokoh PLO lain lagi:
Wael Zuaiter. Peristiwanya terjadi Oktober 1972. Dalam rangka
itu ia melakukan kontak dengan polisi Norwegia dan Prancis.
Hasilnya membuktikan, banyak persamaan dalam pelbagai cara
pembunuhan --terutama dalam kasus Zuaiter, Bouchiki dan tokoh
PLO Basil al-Oubaisi. Dalam ketiga kasus itu digunakan amunisi
senapan panjang 22 mm buatan Jerman Barat, yang dibidikkan lewat
dua revolver semiotomatis.
SANTACROSE sampai pada kesimpulan: senjata itu berasal dari
kelompok tertentu yang bertanggungjawab atas seluruh peristiwa.
Memang: komandan polisi Norwegia sendiri menyebut kelompok itu
Mossad. Bahkan memastikan bahwa para anggotanya, terutama Albert
Liberman dan Abraham Gehmer, mungkin berkantor di Departemen
Pertahanan di Tel Aviv.
Vincent Monteil, satu nama yang juga dikenal di Indonesia, ikut
membantu polisi Norwegia, Prancis dan Italia dalam usaha
identifikasi para pembunuh. Profesor doktor yang memberi kuliah
tentang Arab dan Islam di Universitas Paris itu (dan di
Indonesia beberapa kali berceramah di IAIN, kemudian secara
tiba-tiba menyatakan masuk Islam di Mauritania) juga yakin,
bahwa usaha pembantaian di ketiga negara tersebut memang
direncanakan organisasi teroris yang bernama Mossad. Malah
polisi Italia lebih jauh menemukan, tidak kurang dari Zwi Zamir
sendiri, orang pertama Mossad sesudah Isser Herl, yang mengawasi
pembunuhan atas Wael Zuaiter di Roma.
Apalagi di pengadilan, Sylvia Rafael--salah seorang terdakwa
pembunuh--mengungkapkan bahwa dia "sepenuhnya sadar dinas
rahasia Israel berada di belakang operasi Norwegia". Itu
diketahuinya langsung dari kalangan paling atas. Kepada Sylvia
diingatkan, bahwa "Arab mesti dihadapi dengan segala cara". Hal
yang sama katanya ditekankan juga kepada Gehmer dan
Steimberg--dan tentunya para teroris lain.
Sampai-sampai ke PBB, semangat anti-PLO Mossad mencari sasaran.
Pada 1979, misalnya, Mossad berjuang melawan Andrew Young, duta
besar AS di badan dunia itu. Young konon sepakat berjumpa dengan
seorang wakil PLO melalui jamuan yang akan diselenggarakan pihak
ketiga. Hubungan telepon Young dan agen PLO itu disadap
Mossad--kemudian "dibocorkan" ke majalah Newsweek. Itulah
sebabnya Young turun panggung--dan dialog dengan agen PLO itu
tak pernah menjadi kenyataan. Kegiatan terakhir Mossad, dalam
perangnya melawan Palestina: mempersenjatai pasukan milisia
Kristen Libanon.
Sejak persetujuan Camp David, ada isyarat ke arah kerjasama
Mossad dengan Mukkhabarat, dinas rahasia Mesir. Terutama dalam
menghadapi operasi PLO. Tapi sampai sekian jauh, para pengamat
sebenarnya tak berani menyimpulkan sesuatu mengenai kemungkinan
itu.
Dalam menyembunyikan tokoh-tokohnya, Mossad menyerupai dinas
rahasia Inggris. Misalnya, tak ada yang tahu persis mengenai
tokoh Yitzhak Hofi,memuneh Mossad sejak 1974. la bagaikan hanya
sebuah nama, dengan sosok dan jabatan yang tak begitu jelas.
Anggaran belanja dinas rahasia ini juga tak diketahui pasti.
Hanya banyak orang percaya, tenaga stafnya saja mencapai sekitar
900 orang.
Mata rantai komando dan tanggungjawab seluruh dinas rahasia
Israel, menurut beberapa sumber, berada di bawah pengawasan
Va'adat, atau sebuah Dewan Intelijen. Menurut adab perintelan
Israel, ketua Dewan adalah Direktur Mossad.
"Dewan bersidang sekali seminggu di Tel Aviv," kata TME. Dalam
rapat itu dipertukarkan pelbagai informasi. Didengarkan pula
berbagai permohonan dari rupa-rupa instansi, baik badan
pemerintah maupun partai.
Secara teoritis, Direktur Mossad hanya bertanggungjawab kepada
Perdana Menteri. "Tapi belakangan ini ada gejala lain," tulis
Jonathan Bloch. Shabak, dinas kontraintelijen dalam negeri,
tampaknya tak suka dikontrol Mossad. Di samping itu muncul efek
perpecahan komando dari kegiatan yang dilakukan Penasihat
Perdana Menteri untuk masalah Perang dan Terorisme. Tokah yang
ditempatkan pada jabatan penting itu berasal dari luar lembaga
intelijen. Dan ia hanya wajib menyampaikan laporan kepada
Perdana Menteri. Sebaliknya, Perdana Menteri boleh meminta Dewan
Intelijen melakukan sesuatu berdasarkan petunjuk sang penasihat.
Menurut aturan permainan, direktur Mossad sendiri ditunjuk oleh
Perdana Menteri. Dalam hal ini Perdana Menteri tak membutuhkan
persetujuan kabinet maupun Knesset.
KEPALA-KEPALA cabang dan stafnya diambilkan dari daftar
perwira karir Mossad. Tapi di luar negeri, mereka bekerja
melayani semua dinas rahasia Israel. Bila misalnya Shin Beth
memiliki anggota yang paling ampuh untuk operasi tertentu,
anggota tersebut ditempatkan di bawah Mossad selama melakukan
kegiatan di negeri orang. Tapi induknya tetap Shin Beth.
Latihan dasar untuk personil Mossad memakan waktu empat bulan.
Seluruh siklus gemblengan berlangsung dua tahun, terbagi dalam
12 kelas. Sebagian besar latihan dilakukan di sekitar Tel Aviv.
Direktur Mossad dan kepala-kepala departemen ikut turun tangan
sebagai pelatih. Semua perwira Mossad sangat terlatih
menggunakan senjata mini.
Direktur Mossad sejajar dengan pegawai sipil kelas satu. Ia
menerima penghasilan dan fasilitas istimewa. Konon ada pula
beberapa perwira kelas dua dan kelas tiga dalam dinas rahasia
ini.
Gaji rata-rata seorang perwira Mossad--termasuk bonus, tunjangan
keluarga dan tunjangan biaya hidup, sesudah dipotong
pajak--ialah US$ 460 sebulan. Jumlah ini masih ditambah dengan
tunjangan kemahalan serta tunjangan hiburan dan tontonan. Plus
mobil berikut biaya bahan bakar. Tingkat pendidikan turut
menentukan jumlah pendapatan.
Tapi perwira yang ditempatkan di luar negeri mendapat
penghasilan berbeda. Standar mereka disesuaikan dengan para
diplomat. Bahkan untuk menyempurnakan penyamaran, gaji juga
dibayarkan oleh Kementerian Luar Negeri.
Kedok diplomatik yang dipakai para perwira Mossad itu memang
memperlancar urusan tukar-menukar informasi dengan dinas rahasia
negara yang mereka diami. Komunikasi bertambah lancar, alamat
resmi bisa digunakan untuk pekerjaan yang sesungguhnya
terlarang.
Lembaga lain, yang biasanya juga dipakai Mossad dalam operasinya
di luar Israel, antara lain ialah Misi Pembelian Israel ke
berbagai negeri, badan pariwisata, kantor penerbangan El Al dan
Zim. Demikian pula pelbagai perusahaan konstruksi, industri, dan
organisasi perdagangan internasional Israel sendiri.
Banyak orang Israel berasal dari negeri-negeri Arab, tempat
mereka dilahirkan dan dididik. Dalam penampilan, gaya bicara,
pembawaan dan sikap, mereka acap kali tampak lebih Arab
ketimbang Yahudi. Dengan memalsukan paspor dan dokumen identitas
Arab dan negeri-negeri Barat, orang-orang seperti ini mudah
sekali diselundupkan ke Mesir atau negeri Arab lain tanpa
dicurigai. Banyak sekali orang Israel yang memiliki pengetahuan
bahasa dan kawasan yang dibutuhkan untuk pekerjaan spionase.
Dinas rahasia Israel sendiri sangat mengandalkan masyarakat
Yahudi di berbagai negeri. Baik dalam merekrut agen maupun dalam
meramu informasi. Semboyan Zionisme, "semua orang Yahudi milik
Israel dan akan kembali ke Israel", menjadi senjata yang ampuh
dalam mendapatkan dukungan dari semua Yahudi perantauan. API,
jangan silap, Mossad juga menanamkan agen-agennya dalam berbagai
lembaga anti-Zionis. Gunanya: di samping mengamat-amati
sepak-terjang lembaga tersebut, juga sekaligus berusaha sedikit
menetralisasinya.
Yang juga penting, hampir seluruh anggota dinas rahasia Israel
berasal dari ayah-ibu Yahudi. Mereka dipilih dengan seksama.
Harus memiliki kesetiaan yang tinggi terhadap Negara Zionis
Israel, dan cinta kepada tanah air.
"Mossad mempunyai hubungan dengan banyak dinas rahasia dan seku
riti di seluruh dunia," kata dokumen CIA. Dalam banyak kejadian,
hubungan itu dijalin di ibukota negeri asing. Sebaliknya ada
juga dinas rahasia asing yang menempatkan agen di Israel.
Sekarang ini, misalnya, bekerjasama dengan Shin Beth, hubungan
Mossad dengan dinas intelijen dan sekuriti asing dilancarkan
melalui keanggotaan apa yang dinamakan "Kelompok Kilowatt".
Organisasi ini terutama dimaksudkan menghadapi terorisme Arab.
Anggotanya terdiri dari Jerman Barat, Belgia, Italia, Inggris,
Luksemburg, Belanda, Swiss, Denmark, Prancis, Kanada, Irlandia,
Swedia, Norwegia, dan Israel sendiri.
Untuk mematahkan "kepungan" Arab, selama bertahun-tahun Israel
terlibat kerjasama dengan bangsabangsa Islam non-Arab di Timur
Dekat. Sebuah persekutuan segitiga yang dinamakan Serikat
Trident, didirikan Mossad bersama Dinas Rahasia Nasional Turki
(TNSS) dan Badan Intelijen dan Sekuriti Nasional Iran (SAVAK),
akhir 1958.
Adapun di Afrika, tingkat dan volume perwakilan Mossad
tergantung pada kepentingan dengan masing-masing negeri
bersangkutan. Kegiatan mereka biasanya ditamengi dengan latihan
militer dan kepolisian negara setempat, serta program bantuan
dan pembangunan.
Mossad, misalnya, mempunyai hubungan dengan dinas rahasia Kenya.
Di Afrika Tengah mereka giat di Zaire. Di Afrika Barat mereka
melatih polisi dan dinas rahasia Liberia. Mereka juga berperanan
mendirikan Dinas Intelijen Militer Ghana. Di Afrika Selatan
hubungan mereka dengan dinas rahasia setempat sangat akrab.
Dulu Mossad sangat giat di Amerika Latin. Salah satu "karya
utama" mereka ialah penculikan bekas pemimpin Nazi Adolf
Eichmann, yangberlangsung di Argentina. Kini kegiatan di Amerika
Latin lebih dipusatkan pada latihan dan operasi antiteroris.
"Konsulat Israel di Rio de Janeiro, misalnya," ungkap dokumen
CIA tersebut, "merupakan perisai yang ampuh bagi kegiatan Mossad
di kawasan tersebut." Kantor Rio de laneiro ini sekaligus
bertanggungjawab untuk cabang Brazilia, Chili, dan Uruguay. Para
perwiranya pernah ikut melatih orangorang Argentina.
Sekarang, bagaimana sangkut-paut Mossad dengan Indonesia,
seperti dikemukakan dokumen CIA yang diterbitkan
"Mahasiswa-mahasiswa Pengikut Garis imam Khomeini" itu?
"Indonesia, sebagai nasion Islam,tidak mempunyai hubungan
diplomatik resmi dengan Israel," demikian dokumen tersebut.
Dengan demikian, gerakan Mossad di Indonesia berlangsung dalam
suasana tidak kurang hati-hati. Wakil Mossad di Singapura konon
sekaligus melayani pula Indonesia. Tapi "di Jakarta sendiri ada
perwira-perwira Mossad, menyamar dalam selimut dagang," kata
dokumen tersebut.
Pusat kegiatan Mossad di Asia Tenggara, kata dokumen CIA
tersebut, memang Singapura. Kepala cabang Singapura ini konon
sering mengadakan perjalanan ke seluruh kawasan itu: melakukan
'bisnis' dengan dinas rahasia negara-negara tetangga.
Tapi sampai di mana gerangan keautentikan "dokumen CIA" ini?
Seperti dituturkan Gabriel Gay, pembantu TEMPO di London yang
mengirimkan edisi dokumen itu (dan menjadi sebagian besar bahan
tulisan ini), penerbitan Iran setebal 95 halaman itu mula-mula
didapat suratkabar mingguan London, The Observer-yang kemudian
mengeceknya ke pihak-pihak resmi AS. Pihak CIA sendiri
mengakuinya sebagai autentik alias tidak palsu.
Dokumen tersebut merupakan jilid II dari 13 jilid buku dengan
tema yang sama. "Ciri khas rezim yang memerintah atas nama
Israel selama setengah abad terakhir ini," ujar kata pengantar
buku cetakan Iran itu, "ialah ketergantungannya kepada bantuan
dan kekuasaan asing." Pihak penerbit, akhirnya, tak lupa
memaki-maki "imperialisme Inggris dan Amerika"--sebagai arsitek
dan tulang punggung "Republik Israel".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini