Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Selamat jalan, antonio zarco

Pengalaman koster menemani kepala suku indian choco, antonio zarco menjelajah hutan-hutan, bagi para pejabat militer as, nasa, para antropolog & ahli biologi tropis -- ia merupakan master of jungle survival.(sel)

6 Maret 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TINGGINYA paling-paling satu atau dua inci di atas satu setengah meter. Namun tubuhnya sangat kekar. Bahunya tebal kapalan, lengannya berotot dan tangannya sangat kuat. Kulitnya cokelat bagai kayu mahoni yang baru dipoles. Kecuali dalam hal tinggi, penampilan fisiknya sangat mengesankan. Itulah Antonio Zarco. Master of Survival, demikian julukan yang diberikan R.M. Koster dalam majalah Quest. Bukan penampilan fisiknya saja yang sangat mengesankan. "Di samping itu, otoritas moralnya juga kuat," komentar Koster. "Ia mempunyai kesegaran rohani, tanpa cacat, jauh dari sikap pura-pura." Dalam bahasa Spanyol ia dapat disebut 'pribadi yang serius', seorang yang tak dapat dipandang enteng. Serius dalam pengertian kaku juga tidak, sebenarnya. Mukanya yang lebar itu siap untuk tersenyum di sembarang waktu dan tempat. Kedipan matanya yang hitam tampak sedikit malu-malu, saat ia bicara. Ia punya seekor kakaktua hijau yang suka menirukannya. Jika ini terjadi, ia tertawa gelak-gelak dan kemudian kembali menirukannya. Kehadirannya menciptakan bukan sekedar keriangan biasa, tapi juga kegairahan hidup. Semua itu, bersama dengan ketangkasan dan kemampuannya, menjadikan ia tampak senantiasa muda. Usianya kini 60 tahun, tapi kelihatannya masih separuh dari itu. Kemuliaan dan kehormatan adalah komoditi langka. Zarco meraih keduanya sekaligus --- di dua dunia yang berbeda. Di kalangan masyarakat Indian Choco, di Panama, ia adalah seorang chief--ketua--dan sesepuh, satu di antara sepuluh atau sedosin pemimpin suku yang dikenal dan diharai. Bagi para pejabat militer AS dan NASA, para antropolog dan ahli biologi tropis, ia adalah master of jungle survival, jagoan bertahan- dan--menang di hutan. Salah seorang yang teratas di dunia di bidang itu. Ia juga seorang tokoh pembina hubungan antara dua kebudayaan yang jauh berbeda, malah mungkin saling mempertentangkan diri. Ketua Zarco tidak bisa bercakap Inggris. Tapi ia mengajar sekitar 10.000 personil Amerika, termasuk para astronot. Tentang bagaimana hidup di hutan-hutan tropis. Langsung tak langsung ia menanamkan kesadaran akan keterbatasan peradaban masyarakat industri, dan secara sadar menghormati kebudayaan penduduk pribumi. Antonio Zarco tidak pernah sekolah. Tapi, melalui penerjemah, ia memberi kuliah di Smithsonian Institution di Universitas Alabama dan di Sekolah Staf dan Komando AU Amerika. Ia pemegang dua medali penghargaan. Yang satu: The Medal for Distinguished Public Service, penghargaan tertinggi Departemen-Hankam Amerika untuk kalangan sipil. Satunya lagi Silver Snoopy, yang biasanya diberikan kepada para astronot untuk 'sumbangan penting kepada usaha-usaha kita dalam penerbangan berawak ke bulan'. Berikut ini pengalaman Koster menemani Zarco menjelajah hutan-hutan, umumnya di sekitar rumahnya yang sekarang, di punggung Gamboa, Tanah Genting Panama. Tepatnya di dekat tempat Sungai Chagres menumpahkan isinya ke Terusan Panama. Di bagian bawah 3endungan Madden, sungai tadi melebar membentuk tasik yang tenang, yang mengambil posisi persis di ambang terusan. Rumah Zarco seperempat mil bersampan mengarungi bagian baratdayanya, dimulai dari sebuah pangkalan di dekat Lapangan Golf Garnboa. Di dekat pantai, tasik itu ditumbuhi rerumputan hijau tua. urung-burung blue bird yang berparuh panjang singgah di sana, memangsa serangga. Dari kejauhan mereka bagai memperagakan kemahiran menyeberang tasik. Sekitar satu mil dari situ, kapal-kapal tanker dan peti kemas berlayar keluar dari Culebra Cut dalam perjalanan menuju Laut Karibia dan Kristobal. "Tapi di sini, seseorang harus melangkah surut ke zaman purba," tulis Koster. Karena waktu jadi terhenti oleh rengkuhan dayung dan pekikan burung-burung. Belantara itu dimulai 15 meter Z. di belakang rumah Zarco. Sebelum berangkat, ia memakai sepatu lars --dengan busananya Choco: cawat dan sebilah parang besar bersarung. Mereka menempuh jalan setapak menuju rumah ipar laki-lakinya yang 1 « mil jauhnya. Sambil berjalan Zarco menebaskan parangnya pada semak-semak di depan dan kiri-kanan. Belantara itu ditumbuhi pepohonan, tanah di bawahnya ditutupi rontokan kering daun-daunan. Beberapa meter ke dalam, matahari tak menampakkan sosoknya, kecuali beberapa terobosan yang hinggap di daun dan sedikit dahan. Di beberapa tempat anah bertabur daun-daun bunga membrillo yang tanggal dari kelopak, yang kuning dan merah, kendati ada pula yang hijau dan kelabu. "Saya basah kuyup oleh keringat," kisah Koster. Jalan itu kemudian mendaki. Kemudian menurun, dan berlumpur. Mereka meninggalkan hutan muda itu di dekat tasik, dan mulai memasuki hutan coroso. Pohon-pohonnya rapat, tapi tak banyak bercabang. Sesungguhnya lebih pantas disebut semak daripada pepohonan. Daunnya menyerupai lidah, berwarna hijau gelap, bergerigi dipinggirnya dan berduri tajam. Di atas, daun-daun lidah itu melebar, dan lebih panjang, menapis matahari. Mereka masuk ke bawah lindungan bayang-bayangnya, ke dalam suasana yang gelap dan murung. Coroso itu ternyata dapat dimakan Dalamnya berisi umbut, yang sekaligus dapat menghilangkan lapar dan haus. Zarco menjelaskan ini semua dalam kicauan Spanyolnya. Bahasa Choco (ciengan istri pertamanyaia bicara Choco) kedengaran seperti bahasa Cina, dengan banyak bunyi sengau. Bahasa Spanyol Zarco sendiri mirip bahasa seorang yang sakit amandel. Mereka menyeberangi sebuah anak sungai, berbelok ke kiri, mendaki sebuah jalan tikus--sepenuhnya jalan tikus. Tempat itu ditumbuhi barisan palem. Pohon-pohonnya sendiri dijalari tetumbuhan rambat hingga merintangi arah pandang--paling-paling hanya memberi kesempatan menembus jarak 10 meter. Zarco menebaskan parangnya dengan berirama. Ia membungkuk dan mematahkan sepotong ranting kecil: culantro, baik untuk penyedap masakan dan untuk perut. Tanaman yang lain baik untuk penankal gigitan ular karang. Yang satu lagi, pahit serasa kina, bagus untuk demam. Pohon cuipo yang berlendir, kelabu hampir putih, bertumbuhan di seantero hutan. Bentuknya meliuk-liuk bagai orang bunting di ketinggian 5 sampai 7 meter, seperti pilar-pilar, dengan daun-daun merindang ke atas mencapai 75 meter. Zarco menunjuk pada pohon yang disebutnya chunga, sebangsa nibung. Kayunya sangat berat hitam, berduri tajam. Dukun-dukun suku Choco, menurut Ketua Zarco, "bermain musik" dengan menggosok-gosokan jari jemari ke batang pohon berduri tanpa melukai tangan mereka. Ini bisa kejadian, tentunya, karena para dukun itu punya kekuatan magis. Zarco kemudian menuniuk sebatang pohon palem kecil. "Maquenque!" serunya. Ia menebang dua batang palem, masing-masing sepanjang 1« meter. Kemudian membelahnya memanjang dan mengupas kulit luarnya-semuanya dalam seketika. Saat datang pertama kali ke Lcmbah Chagres, ia bekerja pada sebuah perusahaan pengekspor kayu nispero. Saat itu, menjelang berakhirnya Perang Dunia 11, nispero dibuat sebagai pengganti karet alam. Suatukali, ketika sedang berada di hutan nispcro untuk mengumpulkan sadapan-sadapan karet, Zarco mcrasa lapar. Ia menjelajah scmua pclosok hutan dan tak menemukan sesuatu yang dapat dimakan--buah-buahan maupun binatang. Mau beli bakso mana pula ada. Lapar yang sangat memb uatnya lemah--dan ia pun tertidur. Dan bermimpi. Dalam impian itu ia ketemu ayahnya, yang menganjurkannya mencari maquenque tadi. "Zarco lupa bahwa pohon itu bisa dimakan," kisah Koster. Dan sang ayah mengingatkannya. Sejak saat itu ia mulai menyadap pembuluhnya yang putih kekuning-kuningan dan mengandung air itu. Tebalnya sekitar 3/4 inci. Ia mengunyahnya sepotong demi sepotong--bagai mengunyah tebu--dan Koster yang menyertainya disuruhnya mencoba. "Saya mengunyahnya seperti jahe," kata pendatang ini. Menurut Koster pohon itu adalah palmetto--palem kecil. Rasanya seperti salada, sedikit berbau obat, tapi akan leoih baik jika dicampur minyak, anggur dan garam. Zarco ngenyir dan menepuk-nepuk perut. "Saya yang menemukan maquenque. Yang lain mengikutinya". Kemudian ia meraih sebatang tumbuhan rambat yang tergantung di antara dua pohon. Ia memenggalnya sepotong. Air keluar dari batangnya. Ia mengangkatnya dan membiarkan air mengucur ke tenggorokannya, bagai minum tuak langsung dari tabungnya. Lalu memberikannya kepada Koster. "Rasanya sedikit bergetah, tapi dingin dan menyegarkan," Koster kasih komentar. Mereka melangkah sepanjang punggung bukit. Zarco menunjuk sebuah sarang lebah di sebatang pohon mati setinggi 4 meter. Sejenis ayam hutan terbang dengan pekikan terkaget-kaget. Mereka tak ketemu binatang buruan, kecuali biawak. Lalu mereka turun ke alur berbatu di tebing pantai. Sebatang akar kayu besar melintang bagai ular. Jalan yang ditempuh pun tambah curam, melintasi dan kembali melintasi alur-alur serta parit-parit lebar. Zarco mengayun beberapa langkah ke kanan, dan mereka kini memasuki lapangan terbuka--sebuah ladang jagung milik mertuanya, di lereng sebuah bukit. Perubahan alam terjadi dengan cepat di kawasan tropis ini. Hujan dan gelap datang tiba-tiba, lalu tahu-tahu matahari nongol taram temaram. Setengah perjalanan dilalui di bawah langit terbuka yang mengundang hujan. Tanah pun menguap. Mereka kembali memasuki hutan, kini melalui jalan yang lebih lebar. Zarco memetik semacam buah sebesar telur merpati dan memotong ujungnya dengan pisaunya. Buah itu disedotnya, kemudian diserahkannya kepada Koster. "Isinya semacam madu kental manis". Koster diperingatkan kepala suku Indian itu untuk meniauh dari sejenis tumbuhan rendah berdaun bulat. Ia memotong sepotong cabangnya. Dari dalamnya mencucur getah putih. Getah itu disapukannya ke tangan dan dadanya. Agaknya racun itu berbahaya, jika tak tahu bagaimana menggunakannya. Sepanjang jalan kembali ke rumah, perjalanan masih dipenuhi berbagai pelajaran lain. "Pengembaraan sekitar enam mil di hutan itu memberikan kepada saya pemahaman akan banyak masalah," penulis itu mengaku, dan "respek kepada pengetahuan yang luas yang dimiliki Zarco". Mahaguru Zarco ternyata ayahnya sendiri. Kampusnya adalah scpanjang Rio (Sungai) Chico di Provinsi Darien, tempat ia lahir dan besar. Bagian dari suku Indian Choco ini berlokasi utama di selatan Sungai Atrato, di utara Kolumbia. Mereka pindah ke kawasan yang kini ditempati sekitar 300 tahun lalu. Penyakit dan penjarahan Spanyol adalah penyebab hijrah itu. Suku bangsa Choco bertani secara berpindah-pindah: tebas, bakar, tanam, kemudian pergi ke tempat lain untuk melakukan hal yang sama. Dulu mereka terbilang pemberang, terutama terhadap orang Spanyol dan suku Indian Cuna. Indian Cuna ini melakukan migrasi yang sama, ke Tanah Genting Panama, tapi menetap di daerah utara yang berbukit-bukit di pantai Atlantik. Hutan-hutan yang banyak disiram hujan di timur Panama memang salah satu kawasan yang padat hujan di dunia. Darien memiliki sedikit kota pelabuhan atau yang berlokasi di tepi sungai, tapi kini mulai dibangun. Dan Choco adalah suku Indian yang paling keras menolak pengaruh budaya asing dan mencoba bertahan pada cara-cara hidup tradisional mereka. Tentu saja orang akan bertanya, berapa lama pertahanan itu bisa berjaya. Pada dasarnya Suku Choco hidup mengembara. Untuk memberi pclayanan pengobatan, pendidikan dan sebagainya--dan, tentu saja, untuk pembauran mereka ke dalam satu nasion dan membuka daerah mereka untuk pengembangan ekonomi--pemerintah Panama, kendati lambat, mendorong mereka membentuk pemukiman tetap. Tapi umumnya mereka mengelompok dalam keluarga-keluarga besar. Terdiri dari satu sampai tiga dosin orang, hidup di rumah panggung beratap lalang beberapa ratus meter dari daerah terbuka. Jika daerah sudah dikerjakan untuk satu atau dua kali panen, mereka pindah ke tempat lain. Keluarga Zarco menyingkir ke Lem bah Rio Chico. Di sana ayahnya mengajarnya membuat sampan dan cara menggunakannya di sungai-sungai berhutan. Ia belajar membikin dan menggunakan tombak ikan--dari pohon jir yang lentur, lembing bambu, busur pohon nibung, dan anak panah bambu bermata kayu. Anak panah ini tidak perlu menembusi badan korban--cuhup melukai saja. Pekerjaan selanjutnya dilakukan oleh racun, terbuat dari kulit katak pohon. Zarco juga mempelajari kebiasaan binatang: mencari jejak dan melacak. ia mempelajari tumbuHan mana saja yang dapat dimakan dan yang mana yang beracun. Yang mana baik sebagai penangkal gigitan ular, dan ular yang mana. Caranya juga berbeda: ada yang direbus untuk diminum, ada yang cuma dibalur. Pekerti hujan di hutan-hutan tropis juga dipelajarinya. "ia, Zarco, berhasil menghimpun segudang ilmu hewan dan botani yang disebut oleh Claude Levi-Strauss 'ilmu kenyataan'," Koster berkomentar. "Hingga ia menguasai bangunan ilmu dan menjadi empu teknologi kebudayaan bangsanya sendiri." Zarco unggul sebagai pengamat, lanjut Koster. Dan ia kawin muda. Ia punya kepemimpinan yang baik dan banyak pengikut. Usia 25 ia sudah memimpin keluarga besar dengan 30 anggota. Karena memerlukan lebih banyak ruang untuk menampung mereka, ia pindah ke arah barat laut di hulu Sungai Charges. Daerah ini kemudian menjadi kawasan kanal Terusan Panama. Dan kawasan ini lebih dekat ke pusat-pusat kebudayaan maju, kendati masih liar dan lengang, berhutan lebat dengan lereng-lereng batu karang yang terjal, pegunungan sempit dan jurang-jurang dalam. Sampailah saat ia bertemu dengan para employe Dinas Hidrografi Terusan Panama, yang memonitor tinggi rendahnya air di sana. Dan Zarco membantu mereka. Di sana sini ia juga memandu para pemancing dan pemburu. Tahun 1952 ia bertemu dengan seorang mahasiswa muda, H. Morgan Smith. Ia berada di hulu Charges untuk riset antropologi Universita Negeri Florida. Dan sejak itu Ketua Zarco lancal berbahasa Spanyol. Ia memperhalus informasi Smith tentang kebudayaan Choco, terutama dalam pemanfaatan tetumbuhan. Itulah awal persahabatan 30 tahun. Tiga tahun kemudian Angkatan Udara AS mendirikan Sekolah Penyelamatan Tropika di sana. Tujuannya untuk mengajarkan kepada para udarawan bagaimana tetap tinggal hidup bila mereka diterjunkan atau crash landing di kawasan hutan. Dan Smith kembali ke Panama sebagai pendiri dan direkturnya. Ia memilih Chagres sebagai medan latihan. Kepada kepala Divisi Informasi Lingkungan dari Perpustakaan Akademi Angkatan Udara AS di Maxwell, Alabama, Smith menceritakan keterlibatan Zarco dengan sekolah yang dipimpinnya. "Dalam masa-masa iedah, Chief Antonio atau orang-orangnya tampil di depan kelas untuk membantu satu atau lain hal. Jika ada orang kami hilang, mereka membantu mencarikan. Di saat-saat demikian, ia memberikan banyak pelajaran berguna bagaimana berhubungan dengan apa yang disebut orang-orang primitif. Dialah yang mengajar kami tidak memakai istilah 'primitif' untuk menggambarkan mahluk manusia," tulis Koster. Zarco mulai secara bertahap menurunkan ilmu Choco-nya kepada orangorang Amerika. Ia mengajarkan cara menangkap binatang, mengidentifikasi tumbuh-tumbuhan dan umbiumbian yang dapat dimakan. (ara memperoleh minuman dari akat dan tanaman ialar. Cara mengoleskan cairan berry jaguo agar tak digigit nyamuk. Ia membantu Smith membuat film latihan penyelamatan di rimba. Zarco memerankan 'agresor bersahabat' di dalam latihan-latihan mengelak dan melarikan diri. "Engkau tak akan dapat menangkapnya," Smith berkata kepada para muridnya. "Jika ia berhasil mencuri topimu, kalian malah harus membayarnya satu dollar". Zarco lalu menyelinap, tak terdengar, tak terlihat. Tapi saat demikian ia tetap mengawasi memka. Jika ada yang digigit ular, ia datang tepat pada waktunya. TAHUN 1962 ia membuat persetujuan resmi dengan AU. Ia mengajar selama masa latihan penyelamatan, dan menyusun rencana hubungan budaya timbalbalik dengan pen duduk bumiputera. Ketakmampuannya berbahasa, anehnya, malah menguntungkan. Ia mengajar dengan gerakan tangan, cara-cara yang konon akan dihadapi para udarawan yang diterjunkan ke lokasi asing. Ini mengingatkan Koster saat ia bersama Zarco turut dalam penerjunan dengan heli di atas hutan. "Saya dapat menemukan mereka di mana pun mereka berada, dan mengajar mereka bagaimana memperoleh makanan. Dan besoknya, saya akan membawa mereka ke rumahku)" kata Zarco saat itu. Rumahnya itu--yang tak dipergunakan kecuali untuk maksud kunjungan--terletak di tebing sebuah sungai. Tiang-tiangnya, dari kayu amandel dan beratap lalang, tampaknya masih baik. Di halaman ada jeruk mandarin, limau, dan di kejauhan ada pohon jambu monyet dibawah, pantai berpasir indah yang mcnjorok ke sungai. Lebih ke hulu air melulu. "Akan saya tunjukkan kepada mereka segala sesuatu tentang rakyat Choco dan caca-cara kami hidup. Kita akan makan bersama," kata tuan rumah . Tahun 1975 Sekolah Penyelamat Tropika ditutup. Sekitar 11.000 pelajar pernah berada di bawah keempuannya. Mereka adalah para perwira dan staf AU Amerika serta jawatan-jawatan AS lainnya, angkatan perang negara-negara Sekutu, staf perwakilan asing, para ilmuwan sipil. Dan sejak 1960-an juga para astronot Mercury, Gemini, Apollo. Dalam dasawarsa terakhir, banyak murid Zarco menerapkan latihan aplikasinya di hutan-hutan Asia Tenggara. Pengetahuan dan sumbangannya telah menyelamatkan banyak jiwa. Sifat riangnya yang sehat dan kontrol dirinya yang baik telah memenangkan banyak simpati, respek dan rasa persahabatan dari para tokoh: Senator John Glenn, Presiden Eastern Airline Frank Borman, penjelajah bulan Charles 'Pete' Conrad, misalnya. Meningkatnya Perang Vietnam 1 960-an turut mcmperbesar aktivitas sekolah penyelamat ini. Dan mendorong pemindahannya ke lokasi lebih dekat Terusan Panama. Zarco ikut pindah. Istri pertamanya mati sembilan tahun sebelumnya, dan sejak itu ia kawin lagi serta memulai hidup baru. Kemudian ditutupnya sekolah lima tahun lalu, menyebabkannya kembali ke tempat asal--kendati masih ada yang dapat dikerjakannya di Jawatan Hidrografi. Dalam kesempatan kunjungan Koster berikutnya, Zarco menunjukkan bagaimana membuat dan mempergunakan senjata Choco. Diperkenalkannya pula cara membuat perlindungan di hutan. Ia memotong sekitar 5 meter pohon palem yang masih muda, kemudian memancangkan di tanah dalam bentuk huruf V. Pada tonggak-tonggak itu kemudian diikatkan potongan kayu lain secara melintang-dengan tali dari sulur tumbuhan rambat. Atapnya dari palem atau sejenisnya. Melihatnya saja lelah, cerita Koster yang jadi penonton. Apalagi menempatinya. "Tempat perlindungan itu hanya cukup untuk satu orang. Dan keadaannya tetap kering, kendati hujan lebat." Koster juga diajar kenal dengan sebangsa tanaman penangkal sakit gigi. Membutuhkan waktu tiga menit untuk mengunyahnya sampai lumat, dan "membikin kebas sebagian mulutku -sama ampuhnya seperti Novocain ". Menurut Zarco, akar-akaran itu lebih baik dari obat bius lain. Gigi yang bernanah akan sembuh sendiri setelah tiga hari. Gerahamnya yang sakit juga jadi pulih. Kemu araban dan khasiat obat-obatan Choco telah diuji oleh Frank Robinson, Direktur Jawatan Hidrografi Terusan Panama. 20 tahun yang lalu, Robinson sendiri pernah diselamatkan jiwanya dengan obat tradisional Indian itu. Yaitu saat ia digigit lintah berbisa. "Sampai kini saya tetap tak tahu apa yang diberikan atau dibuatnya terhadap saya," kisah Robinson kepada Koster. "Saya demam berhari-hari. Kemudian, setelah mendingan dan kembali ke Kawasan Kanal, para dokter di RS Gorgas mengakui ada sesuatu yang harus dipelajari dari orang Indian". Kebudayaan Choco, bagaimanapun, sedang menghadapi kemusnahan. "Saya bicarakan hal ini dengan Zarco pada sore kunjungan saya," tulis Koster. Coba bayangkan di mata anda. Belantara itu terbangun ketika matahari terbit. Lebah meninggalkan sarangnya dengan suara berdengung, burung-burung bercericit dan monyet-monyet memekik tinggi. Satu skuadron burung kakaktua terbang dari timur-laut dua-dua dalam tujuh rombongan, kemudian singgah di tepi tasik dan meningkahkan suara mereka di antara bunyi rendah kodok-kodok. Sambil membayangkan semua itu, Koster bertanya kepada Zarco: bagaimana masa depan kebudayaan bangsamu? Dan di sinilah jawabnya: "Untuk pertama kali saya melihat ia berwajah sedih," komentar sang pengarang. Choco bukanlah suku Indian yang terorganisasi baik seperti SukuCunas, menurut Koster. Cunas dapat melakukan tekanan politik kepada pemerintah Panama, dan memaksa mereka menghadiahkan tanah yang luas untuk tempat reservasi. "Choco hanya mampu bertahan terhadap apa yang kita sebut progress, kemajuan". Pembangunan dam, tiga tahun lalu di Sungai Bayano, di sebelah barat Darien, telah menggusur ratusan kepala keluarga. Bangunan dam itu, kini sedang dikerjakan, adalah mata rantai terakhir jalan raya highway Pan-America. Jalan itu melintasi Darien dan diharap akan membuka banyak daerah terkebelakang dalam perkembangan ekonomi. Keadaan mereka sendiri kini suram. Khawatir akan terjadi tanah longsor dan pendangkalan di sungai-sungai, pemerintah melarang penebangan dan pembakaran hutan. Kendati untuk maksud bertani. Untuk mengawasinya, Polsus hutan pun dibentuk. Mereka juga bertugas mencegah pemburuan liar, baik yang jalan kaki maupun yang bermobil. "Bagaimana cara kita hidup?" itulah agaknya jawaban Zarco. Pemerintah nampaknya memang mencoba menjawab pertanyaan kepala suku Indian itu. Di sana akan dibangun tempat-tempat pemukiman yang besar, tempat orang-orang Choco bisa menerima berbagai kemudahan. Yaitu pendidikan formal, di samping cara-cara bertani yang modern. Mungkin juga Inmas dan Bimas. Inilah jalan yang rupanya akan harus mereka tempuh, yang benar-benar jauh berbeda. Dan Zarco menentang cara modern itu. Ia akan segera pulang keparien, merundingkan kebijaksanaan pemerintah Panama itu dengan para tetua suku mereka. Tapi menetapkan satu pilihan--apalagi mengajukan keduli paduka pemerintah--memerlu kan suatu organisasi. Sedang individualisme Choco--aspek pokok cara hidup mereka yang diharap oleh Zarco dapat dilindungi--turut jadi penghalang bagi organisasi. Segala ilmu Choco sendiri, yang berkembang lewat cara hidup alam ribuan tahun, "tampaknya akan lenyap dalam satu dan dua generasi ini," tulis Koster dengan resah. Kesedihan, itulah yang mungkin boleh tinggal. "Saya merasakannya bersama Zarco petang itu," tulis Koster. Suatu ratapan menjelang peristiwanya sendiri terjadi. Dunia berputar pada porosnya, orang-orang berenang menurut arus. "Namun saya tak habishabisnya menyesal tentang kebudayaan mereka. Begitu lambat dikenal, tapi begitu cepat akan hilang, bersama hilangnya kemerdekaan hidup di hutan-hutan, suatu harmoni yang pernah mendapat pengayoman alam. Saya sendiri tak mungkin hidup dalam cara demikian, tapi saya tangisi kepunahannya. Itu di sana, di tepi hutan, di antara celotehan katak-katak dan nyanyian serak burung-burung purba". Tapi itu memang berlaku di semua tempat di dunia ini. Kebudayaan, rakyat, bisa bertahan atau musnah. Hutan-hutan tropis itu mungkin akan raib. Belantara raya mulai mengalami proses pembinasaan di mana-mana: Asia, Afrika, Amerika Selatan. Semuanya karena tekanan kemajuan. Di masa datang, benua-benua pun akan bergeser dan berpindah. Jajaran pegunungan akan didinamit. Dan peradaban akan dibom. Selamat jalan, Zarco

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus