TINGGINYA paling-paling satu atau dua inci di atas satu setengah
meter. Namun tubuhnya sangat kekar. Bahunya tebal kapalan,
lengannya berotot dan tangannya sangat kuat. Kulitnya cokelat
bagai kayu mahoni yang baru dipoles. Kecuali dalam hal tinggi,
penampilan fisiknya sangat mengesankan.
Itulah Antonio Zarco. Master of Survival, demikian julukan yang
diberikan R.M. Koster dalam majalah Quest.
Bukan penampilan fisiknya saja yang sangat mengesankan. "Di
samping itu, otoritas moralnya juga kuat," komentar Koster. "Ia
mempunyai kesegaran rohani, tanpa cacat, jauh dari sikap
pura-pura." Dalam bahasa Spanyol ia dapat disebut 'pribadi yang
serius', seorang yang tak dapat dipandang enteng.
Serius dalam pengertian kaku juga tidak, sebenarnya. Mukanya
yang lebar itu siap untuk tersenyum di sembarang waktu dan
tempat. Kedipan matanya yang hitam tampak sedikit malu-malu,
saat ia bicara. Ia punya seekor kakaktua hijau yang suka
menirukannya. Jika ini terjadi, ia tertawa gelak-gelak dan
kemudian kembali menirukannya. Kehadirannya menciptakan bukan
sekedar keriangan biasa, tapi juga kegairahan hidup. Semua itu,
bersama dengan ketangkasan dan kemampuannya, menjadikan ia
tampak senantiasa muda. Usianya kini 60 tahun, tapi kelihatannya
masih separuh dari itu.
Kemuliaan dan kehormatan adalah komoditi langka. Zarco meraih
keduanya sekaligus --- di dua dunia yang berbeda. Di kalangan
masyarakat Indian Choco, di Panama, ia adalah seorang
chief--ketua--dan sesepuh, satu di antara sepuluh atau sedosin
pemimpin suku yang dikenal dan diharai. Bagi para pejabat
militer AS dan NASA, para antropolog dan ahli biologi tropis, ia
adalah master of jungle survival, jagoan bertahan- dan--menang
di hutan. Salah seorang yang teratas di dunia di bidang itu. Ia
juga seorang tokoh pembina hubungan antara dua kebudayaan yang
jauh berbeda, malah mungkin saling mempertentangkan diri.
Ketua Zarco tidak bisa bercakap Inggris. Tapi ia mengajar
sekitar 10.000 personil Amerika, termasuk para astronot. Tentang
bagaimana hidup di hutan-hutan tropis. Langsung tak langsung ia
menanamkan kesadaran akan keterbatasan peradaban masyarakat
industri, dan secara sadar menghormati kebudayaan penduduk
pribumi.
Antonio Zarco tidak pernah sekolah. Tapi, melalui penerjemah, ia
memberi kuliah di Smithsonian Institution di Universitas Alabama
dan di Sekolah Staf dan Komando AU Amerika. Ia pemegang dua
medali penghargaan. Yang satu: The Medal for Distinguished
Public Service, penghargaan tertinggi Departemen-Hankam Amerika
untuk kalangan sipil. Satunya lagi Silver Snoopy, yang biasanya
diberikan kepada para astronot untuk 'sumbangan penting kepada
usaha-usaha kita dalam penerbangan berawak ke bulan'. Berikut
ini pengalaman Koster menemani Zarco menjelajah hutan-hutan,
umumnya di sekitar rumahnya yang sekarang, di punggung Gamboa,
Tanah Genting Panama. Tepatnya di dekat tempat Sungai Chagres
menumpahkan isinya ke Terusan Panama.
Di bagian bawah 3endungan Madden, sungai tadi melebar membentuk
tasik yang tenang, yang mengambil posisi persis di ambang
terusan. Rumah Zarco seperempat mil bersampan mengarungi bagian
baratdayanya, dimulai dari sebuah pangkalan di dekat Lapangan
Golf Garnboa. Di dekat pantai, tasik itu ditumbuhi rerumputan
hijau tua. urung-burung blue bird yang berparuh panjang singgah
di sana, memangsa serangga. Dari kejauhan mereka bagai
memperagakan kemahiran menyeberang tasik.
Sekitar satu mil dari situ, kapal-kapal tanker dan peti kemas
berlayar keluar dari Culebra Cut dalam perjalanan menuju Laut
Karibia dan Kristobal. "Tapi di sini, seseorang harus melangkah
surut ke zaman purba," tulis Koster. Karena waktu jadi terhenti
oleh rengkuhan dayung dan pekikan burung-burung.
Belantara itu dimulai 15 meter Z. di belakang rumah Zarco.
Sebelum berangkat, ia memakai sepatu lars --dengan busananya
Choco: cawat dan sebilah parang besar bersarung. Mereka menempuh
jalan setapak menuju rumah ipar laki-lakinya yang 1 « mil
jauhnya. Sambil berjalan Zarco menebaskan parangnya pada
semak-semak di depan dan kiri-kanan.
Belantara itu ditumbuhi pepohonan, tanah di bawahnya ditutupi
rontokan kering daun-daunan. Beberapa meter ke dalam, matahari
tak menampakkan sosoknya, kecuali beberapa terobosan yang
hinggap di daun dan sedikit dahan. Di beberapa tempat anah
bertabur daun-daun bunga membrillo yang tanggal dari kelopak,
yang kuning dan merah, kendati ada pula yang hijau dan kelabu.
"Saya basah kuyup oleh keringat," kisah Koster.
Jalan itu kemudian mendaki. Kemudian menurun, dan berlumpur.
Mereka meninggalkan hutan muda itu di dekat tasik, dan mulai
memasuki hutan coroso. Pohon-pohonnya rapat, tapi tak banyak
bercabang. Sesungguhnya lebih pantas disebut semak daripada
pepohonan. Daunnya menyerupai lidah, berwarna hijau gelap,
bergerigi dipinggirnya dan berduri tajam. Di atas, daun-daun
lidah itu melebar, dan lebih panjang, menapis matahari. Mereka
masuk ke bawah lindungan bayang-bayangnya, ke dalam suasana yang
gelap dan murung.
Coroso itu ternyata dapat dimakan Dalamnya berisi umbut, yang
sekaligus dapat menghilangkan lapar dan haus. Zarco menjelaskan
ini semua dalam kicauan Spanyolnya. Bahasa Choco (ciengan istri
pertamanyaia bicara Choco) kedengaran seperti bahasa Cina,
dengan banyak bunyi sengau. Bahasa Spanyol Zarco sendiri mirip
bahasa seorang yang sakit amandel.
Mereka menyeberangi sebuah anak sungai, berbelok ke kiri,
mendaki sebuah jalan tikus--sepenuhnya jalan tikus. Tempat itu
ditumbuhi barisan palem. Pohon-pohonnya sendiri dijalari
tetumbuhan rambat hingga merintangi arah pandang--paling-paling
hanya memberi kesempatan menembus jarak 10 meter.
Zarco menebaskan parangnya dengan berirama. Ia membungkuk dan
mematahkan sepotong ranting kecil: culantro, baik untuk penyedap
masakan dan untuk perut. Tanaman yang lain baik untuk penankal
gigitan ular karang. Yang satu lagi, pahit serasa kina, bagus
untuk demam. Pohon cuipo yang berlendir, kelabu hampir putih,
bertumbuhan di seantero hutan. Bentuknya meliuk-liuk bagai orang
bunting di ketinggian 5 sampai 7 meter, seperti pilar-pilar,
dengan daun-daun merindang ke atas mencapai 75 meter. Zarco
menunjuk pada pohon yang disebutnya chunga, sebangsa nibung.
Kayunya sangat berat hitam, berduri tajam.
Dukun-dukun suku Choco, menurut Ketua Zarco, "bermain musik"
dengan menggosok-gosokan jari jemari ke batang pohon berduri
tanpa melukai tangan mereka. Ini bisa kejadian, tentunya, karena
para dukun itu punya kekuatan magis.
Zarco kemudian menuniuk sebatang pohon palem kecil. "Maquenque!"
serunya. Ia menebang dua batang palem, masing-masing sepanjang 1«
meter. Kemudian membelahnya memanjang dan mengupas kulit
luarnya-semuanya dalam seketika.
Saat datang pertama kali ke Lcmbah Chagres, ia bekerja pada
sebuah perusahaan pengekspor kayu nispero. Saat itu, menjelang
berakhirnya Perang Dunia 11, nispero dibuat sebagai pengganti
karet alam. Suatukali, ketika sedang berada di hutan nispcro
untuk mengumpulkan sadapan-sadapan karet, Zarco mcrasa lapar. Ia
menjelajah scmua pclosok hutan dan tak menemukan sesuatu yang
dapat dimakan--buah-buahan maupun binatang. Mau beli bakso mana
pula ada.
Lapar yang sangat memb uatnya lemah--dan ia pun tertidur. Dan
bermimpi. Dalam impian itu ia ketemu ayahnya, yang
menganjurkannya mencari maquenque tadi. "Zarco lupa bahwa pohon
itu bisa dimakan," kisah Koster. Dan sang ayah mengingatkannya.
Sejak saat itu ia mulai menyadap pembuluhnya yang putih
kekuning-kuningan dan mengandung air itu. Tebalnya sekitar 3/4
inci. Ia mengunyahnya sepotong demi sepotong--bagai mengunyah
tebu--dan Koster yang menyertainya disuruhnya mencoba. "Saya
mengunyahnya seperti jahe," kata pendatang ini. Menurut Koster
pohon itu adalah palmetto--palem kecil. Rasanya seperti salada,
sedikit berbau obat, tapi akan leoih baik jika dicampur minyak,
anggur dan garam.
Zarco ngenyir dan menepuk-nepuk perut. "Saya yang menemukan
maquenque. Yang lain mengikutinya".
Kemudian ia meraih sebatang tumbuhan rambat yang tergantung di
antara dua pohon. Ia memenggalnya sepotong. Air keluar dari
batangnya. Ia mengangkatnya dan membiarkan air mengucur ke
tenggorokannya, bagai minum tuak langsung dari tabungnya. Lalu
memberikannya kepada Koster. "Rasanya sedikit bergetah, tapi
dingin dan menyegarkan," Koster kasih komentar.
Mereka melangkah sepanjang punggung bukit. Zarco menunjuk sebuah
sarang lebah di sebatang pohon mati setinggi 4 meter. Sejenis
ayam hutan terbang dengan pekikan terkaget-kaget. Mereka tak
ketemu binatang buruan, kecuali biawak.
Lalu mereka turun ke alur berbatu di tebing pantai. Sebatang
akar kayu besar melintang bagai ular. Jalan yang ditempuh pun
tambah curam, melintasi dan kembali melintasi alur-alur serta
parit-parit lebar. Zarco mengayun beberapa langkah ke kanan, dan
mereka kini memasuki lapangan terbuka--sebuah ladang jagung
milik mertuanya, di lereng sebuah bukit.
Perubahan alam terjadi dengan cepat di kawasan tropis ini. Hujan
dan gelap datang tiba-tiba, lalu tahu-tahu matahari nongol taram
temaram. Setengah perjalanan dilalui di bawah langit terbuka
yang mengundang hujan. Tanah pun menguap.
Mereka kembali memasuki hutan, kini melalui jalan yang lebih
lebar. Zarco memetik semacam buah sebesar telur merpati dan
memotong ujungnya dengan pisaunya. Buah itu disedotnya, kemudian
diserahkannya kepada Koster. "Isinya semacam madu kental manis".
Koster diperingatkan kepala suku Indian itu untuk meniauh dari
sejenis tumbuhan rendah berdaun bulat. Ia memotong sepotong
cabangnya. Dari dalamnya mencucur getah putih. Getah itu
disapukannya ke tangan dan dadanya. Agaknya racun itu berbahaya,
jika tak tahu bagaimana menggunakannya.
Sepanjang jalan kembali ke rumah, perjalanan masih dipenuhi
berbagai pelajaran lain. "Pengembaraan sekitar enam mil di hutan
itu memberikan kepada saya pemahaman akan banyak masalah,"
penulis itu mengaku, dan "respek kepada pengetahuan yang luas
yang dimiliki Zarco".
Mahaguru Zarco ternyata ayahnya sendiri. Kampusnya adalah
scpanjang Rio (Sungai) Chico di Provinsi Darien, tempat ia lahir
dan besar. Bagian dari suku Indian Choco ini berlokasi utama di
selatan Sungai Atrato, di utara Kolumbia. Mereka pindah ke
kawasan yang kini ditempati sekitar 300 tahun lalu. Penyakit dan
penjarahan Spanyol adalah penyebab hijrah itu.
Suku bangsa Choco bertani secara berpindah-pindah: tebas, bakar,
tanam, kemudian pergi ke tempat lain untuk melakukan hal yang
sama. Dulu mereka terbilang pemberang, terutama terhadap orang
Spanyol dan suku Indian Cuna. Indian Cuna ini melakukan migrasi
yang sama, ke Tanah Genting Panama, tapi menetap di daerah utara
yang berbukit-bukit di pantai Atlantik.
Hutan-hutan yang banyak disiram hujan di timur Panama memang
salah satu kawasan yang padat hujan di dunia. Darien memiliki
sedikit kota pelabuhan atau yang berlokasi di tepi sungai, tapi
kini mulai dibangun. Dan Choco adalah suku Indian yang paling
keras menolak pengaruh budaya asing dan mencoba bertahan pada
cara-cara hidup tradisional mereka. Tentu saja orang akan
bertanya, berapa lama pertahanan itu bisa berjaya.
Pada dasarnya Suku Choco hidup mengembara. Untuk memberi
pclayanan pengobatan, pendidikan dan sebagainya--dan, tentu
saja, untuk pembauran mereka ke dalam satu nasion dan membuka
daerah mereka untuk pengembangan ekonomi--pemerintah Panama,
kendati lambat, mendorong mereka membentuk pemukiman tetap. Tapi
umumnya mereka mengelompok dalam keluarga-keluarga besar.
Terdiri dari satu sampai tiga dosin orang, hidup di rumah
panggung beratap lalang beberapa ratus meter dari daerah
terbuka. Jika daerah sudah dikerjakan untuk satu atau dua kali
panen, mereka pindah ke tempat lain.
Keluarga Zarco menyingkir ke Lem bah Rio Chico. Di sana ayahnya
mengajarnya membuat sampan dan cara menggunakannya di
sungai-sungai berhutan. Ia belajar membikin dan menggunakan
tombak ikan--dari pohon jir yang lentur, lembing bambu, busur
pohon nibung, dan anak panah bambu bermata kayu. Anak panah ini
tidak perlu menembusi badan korban--cuhup melukai saja.
Pekerjaan selanjutnya dilakukan oleh racun, terbuat dari kulit
katak pohon.
Zarco juga mempelajari kebiasaan binatang: mencari jejak dan
melacak. ia mempelajari tumbuHan mana saja yang dapat dimakan
dan yang mana yang beracun. Yang mana baik sebagai penangkal
gigitan ular, dan ular yang mana. Caranya juga berbeda: ada yang
direbus untuk diminum, ada yang cuma dibalur.
Pekerti hujan di hutan-hutan tropis juga dipelajarinya. "ia,
Zarco, berhasil menghimpun segudang ilmu hewan dan botani yang
disebut oleh Claude Levi-Strauss 'ilmu kenyataan'," Koster
berkomentar. "Hingga ia menguasai bangunan ilmu dan menjadi empu
teknologi kebudayaan bangsanya sendiri."
Zarco unggul sebagai pengamat, lanjut Koster. Dan ia kawin muda.
Ia punya kepemimpinan yang baik dan banyak pengikut. Usia 25 ia
sudah memimpin keluarga besar dengan 30 anggota. Karena
memerlukan lebih banyak ruang untuk menampung mereka, ia pindah
ke arah barat laut di hulu Sungai Charges. Daerah ini kemudian
menjadi kawasan kanal Terusan Panama. Dan kawasan ini lebih
dekat ke pusat-pusat kebudayaan maju, kendati masih liar dan
lengang, berhutan lebat dengan lereng-lereng batu karang yang
terjal, pegunungan sempit dan jurang-jurang dalam.
Sampailah saat ia bertemu dengan para employe Dinas Hidrografi
Terusan Panama, yang memonitor tinggi rendahnya air di sana. Dan
Zarco membantu mereka. Di sana sini ia juga memandu para
pemancing dan pemburu. Tahun 1952 ia bertemu dengan seorang
mahasiswa muda, H. Morgan Smith. Ia berada di hulu Charges untuk
riset antropologi Universita Negeri Florida. Dan sejak itu
Ketua Zarco lancal berbahasa Spanyol. Ia memperhalus informasi
Smith tentang kebudayaan Choco, terutama dalam pemanfaatan
tetumbuhan. Itulah awal persahabatan 30 tahun.
Tiga tahun kemudian Angkatan Udara AS mendirikan Sekolah
Penyelamatan Tropika di sana. Tujuannya untuk mengajarkan kepada
para udarawan bagaimana tetap tinggal hidup bila mereka
diterjunkan atau crash landing di kawasan hutan. Dan Smith
kembali ke Panama sebagai pendiri dan direkturnya. Ia memilih
Chagres sebagai medan latihan. Kepada kepala Divisi Informasi
Lingkungan dari Perpustakaan Akademi Angkatan Udara AS di
Maxwell, Alabama, Smith menceritakan keterlibatan Zarco dengan
sekolah yang dipimpinnya.
"Dalam masa-masa iedah, Chief Antonio atau orang-orangnya tampil
di depan kelas untuk membantu satu atau lain hal. Jika ada orang
kami hilang, mereka membantu mencarikan. Di saat-saat demikian,
ia memberikan banyak pelajaran berguna bagaimana berhubungan
dengan apa yang disebut orang-orang primitif. Dialah yang
mengajar kami tidak memakai istilah 'primitif' untuk
menggambarkan mahluk manusia," tulis Koster.
Zarco mulai secara bertahap menurunkan ilmu Choco-nya kepada
orangorang Amerika. Ia mengajarkan cara menangkap binatang,
mengidentifikasi tumbuh-tumbuhan dan umbiumbian yang dapat
dimakan. (ara memperoleh minuman dari akat dan tanaman ialar.
Cara mengoleskan cairan berry jaguo agar tak digigit nyamuk. Ia
membantu Smith membuat film latihan penyelamatan di rimba. Zarco
memerankan 'agresor bersahabat' di dalam latihan-latihan
mengelak dan melarikan diri.
"Engkau tak akan dapat menangkapnya," Smith berkata kepada para
muridnya. "Jika ia berhasil mencuri topimu, kalian malah harus
membayarnya satu dollar". Zarco lalu menyelinap, tak terdengar,
tak terlihat. Tapi saat demikian ia tetap mengawasi memka. Jika
ada yang digigit ular, ia datang tepat pada waktunya.
TAHUN 1962 ia membuat persetujuan resmi dengan AU. Ia mengajar
selama masa latihan penyelamatan, dan menyusun rencana hubungan
budaya timbalbalik dengan pen duduk bumiputera. Ketakmampuannya
berbahasa, anehnya, malah menguntungkan. Ia mengajar dengan
gerakan tangan, cara-cara yang konon akan dihadapi para udarawan
yang diterjunkan ke lokasi asing. Ini mengingatkan Koster saat
ia bersama Zarco turut dalam penerjunan dengan heli di atas
hutan.
"Saya dapat menemukan mereka di mana pun mereka berada, dan
mengajar mereka bagaimana memperoleh makanan. Dan besoknya, saya
akan membawa mereka ke rumahku)" kata Zarco saat itu.
Rumahnya itu--yang tak dipergunakan kecuali untuk maksud
kunjungan--terletak di tebing sebuah sungai. Tiang-tiangnya,
dari kayu amandel dan beratap lalang, tampaknya masih baik. Di
halaman ada jeruk mandarin, limau, dan di kejauhan ada pohon
jambu monyet dibawah, pantai berpasir indah yang mcnjorok ke
sungai. Lebih ke hulu air melulu.
"Akan saya tunjukkan kepada mereka segala sesuatu tentang rakyat
Choco dan caca-cara kami hidup. Kita akan makan bersama," kata
tuan rumah .
Tahun 1975 Sekolah Penyelamat Tropika ditutup. Sekitar 11.000
pelajar pernah berada di bawah keempuannya. Mereka adalah para
perwira dan staf AU Amerika serta jawatan-jawatan AS lainnya,
angkatan perang negara-negara Sekutu, staf perwakilan asing,
para ilmuwan sipil. Dan sejak 1960-an juga para astronot
Mercury, Gemini, Apollo. Dalam dasawarsa terakhir, banyak murid
Zarco menerapkan latihan aplikasinya di hutan-hutan Asia
Tenggara.
Pengetahuan dan sumbangannya telah menyelamatkan banyak jiwa.
Sifat riangnya yang sehat dan kontrol dirinya yang baik telah
memenangkan banyak simpati, respek dan rasa persahabatan dari
para tokoh: Senator John Glenn, Presiden Eastern Airline Frank
Borman, penjelajah bulan Charles 'Pete' Conrad, misalnya.
Meningkatnya Perang Vietnam 1 960-an turut mcmperbesar aktivitas
sekolah penyelamat ini. Dan mendorong pemindahannya ke lokasi
lebih dekat Terusan Panama. Zarco ikut pindah. Istri pertamanya
mati sembilan tahun sebelumnya, dan sejak itu ia kawin lagi
serta memulai hidup baru.
Kemudian ditutupnya sekolah lima tahun lalu, menyebabkannya
kembali ke tempat asal--kendati masih ada yang dapat
dikerjakannya di Jawatan Hidrografi.
Dalam kesempatan kunjungan Koster berikutnya, Zarco menunjukkan
bagaimana membuat dan mempergunakan senjata Choco.
Diperkenalkannya pula cara membuat perlindungan di hutan. Ia
memotong sekitar 5 meter pohon palem yang masih muda, kemudian
memancangkan di tanah dalam bentuk huruf V. Pada tonggak-tonggak
itu kemudian diikatkan potongan kayu lain secara
melintang-dengan tali dari sulur tumbuhan rambat. Atapnya dari
palem atau sejenisnya. Melihatnya saja lelah, cerita Koster yang
jadi penonton. Apalagi menempatinya. "Tempat perlindungan itu
hanya cukup untuk satu orang. Dan keadaannya tetap kering,
kendati hujan lebat."
Koster juga diajar kenal dengan sebangsa tanaman penangkal sakit
gigi. Membutuhkan waktu tiga menit untuk mengunyahnya sampai
lumat, dan "membikin kebas sebagian mulutku -sama ampuhnya
seperti Novocain ". Menurut Zarco, akar-akaran itu lebih baik
dari obat bius lain. Gigi yang bernanah akan sembuh sendiri
setelah tiga hari. Gerahamnya yang sakit juga jadi pulih.
Kemu araban dan khasiat obat-obatan Choco telah diuji oleh Frank
Robinson, Direktur Jawatan Hidrografi Terusan Panama. 20 tahun
yang lalu, Robinson sendiri pernah diselamatkan jiwanya dengan
obat tradisional Indian itu. Yaitu saat ia digigit lintah
berbisa.
"Sampai kini saya tetap tak tahu apa yang diberikan atau
dibuatnya terhadap saya," kisah Robinson kepada Koster. "Saya
demam berhari-hari. Kemudian, setelah mendingan dan kembali ke
Kawasan Kanal, para dokter di RS Gorgas mengakui ada sesuatu
yang harus dipelajari dari orang Indian".
Kebudayaan Choco, bagaimanapun, sedang menghadapi kemusnahan.
"Saya bicarakan hal ini dengan Zarco pada sore kunjungan saya,"
tulis Koster.
Coba bayangkan di mata anda. Belantara itu terbangun ketika
matahari terbit. Lebah meninggalkan sarangnya dengan suara
berdengung, burung-burung bercericit dan monyet-monyet memekik
tinggi. Satu skuadron burung kakaktua terbang dari timur-laut
dua-dua dalam tujuh rombongan, kemudian singgah di tepi tasik
dan meningkahkan suara mereka di antara bunyi rendah
kodok-kodok. Sambil membayangkan semua itu, Koster bertanya
kepada Zarco: bagaimana masa depan kebudayaan bangsamu?
Dan di sinilah jawabnya: "Untuk pertama kali saya melihat ia
berwajah sedih," komentar sang pengarang.
Choco bukanlah suku Indian yang terorganisasi baik seperti
SukuCunas, menurut Koster. Cunas dapat melakukan tekanan politik
kepada pemerintah Panama, dan memaksa mereka menghadiahkan tanah
yang luas untuk tempat reservasi. "Choco hanya mampu bertahan
terhadap apa yang kita sebut progress, kemajuan".
Pembangunan dam, tiga tahun lalu di Sungai Bayano, di sebelah
barat Darien, telah menggusur ratusan kepala keluarga. Bangunan
dam itu, kini sedang dikerjakan, adalah mata rantai terakhir
jalan raya highway Pan-America. Jalan itu melintasi Darien dan
diharap akan membuka banyak daerah terkebelakang dalam
perkembangan ekonomi.
Keadaan mereka sendiri kini suram. Khawatir akan terjadi tanah
longsor dan pendangkalan di sungai-sungai, pemerintah melarang
penebangan dan pembakaran hutan. Kendati untuk maksud bertani.
Untuk mengawasinya, Polsus hutan pun dibentuk. Mereka juga
bertugas mencegah pemburuan liar, baik yang jalan kaki maupun
yang bermobil.
"Bagaimana cara kita hidup?" itulah agaknya jawaban Zarco.
Pemerintah nampaknya memang mencoba menjawab pertanyaan kepala
suku Indian itu. Di sana akan dibangun tempat-tempat pemukiman
yang besar, tempat orang-orang Choco bisa menerima berbagai
kemudahan. Yaitu pendidikan formal, di samping cara-cara bertani
yang modern. Mungkin juga Inmas dan Bimas. Inilah jalan yang
rupanya akan harus mereka tempuh, yang benar-benar jauh berbeda.
Dan Zarco menentang cara modern itu. Ia akan segera pulang
keparien, merundingkan kebijaksanaan pemerintah Panama itu
dengan para tetua suku mereka. Tapi menetapkan satu
pilihan--apalagi mengajukan keduli paduka pemerintah--memerlu
kan suatu organisasi. Sedang individualisme Choco--aspek pokok
cara hidup mereka yang diharap oleh Zarco dapat
dilindungi--turut jadi penghalang bagi organisasi.
Segala ilmu Choco sendiri, yang berkembang lewat cara hidup
alam ribuan tahun, "tampaknya akan lenyap dalam satu dan dua
generasi ini," tulis Koster dengan resah.
Kesedihan, itulah yang mungkin boleh tinggal. "Saya merasakannya
bersama Zarco petang itu," tulis Koster. Suatu ratapan menjelang
peristiwanya sendiri terjadi. Dunia berputar pada porosnya,
orang-orang berenang menurut arus. "Namun saya tak habishabisnya
menyesal tentang kebudayaan mereka. Begitu lambat dikenal, tapi
begitu cepat akan hilang, bersama hilangnya kemerdekaan hidup di
hutan-hutan, suatu harmoni yang pernah mendapat pengayoman alam.
Saya sendiri tak mungkin hidup dalam cara demikian, tapi saya
tangisi kepunahannya. Itu di sana, di tepi hutan, di antara
celotehan katak-katak dan nyanyian serak burung-burung purba".
Tapi itu memang berlaku di semua tempat di dunia ini.
Kebudayaan, rakyat, bisa bertahan atau musnah. Hutan-hutan
tropis itu mungkin akan raib. Belantara raya mulai mengalami
proses pembinasaan di mana-mana: Asia, Afrika, Amerika Selatan.
Semuanya karena tekanan kemajuan. Di masa datang, benua-benua
pun akan bergeser dan berpindah. Jajaran pegunungan akan
didinamit. Dan peradaban akan dibom.
Selamat jalan, Zarco
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini