Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dari Paco de Lucia sampai Gypsy Kings

Sekarang kita menyaksikan aneka perkawinan antara flamenco dan musik lain. Mungkin berhasil, mungkin kawin paksa demi sukses pasar.

19 Juli 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI antara para gitaris flamenco kontemporer, mungkin tak ada yang ketenarannya—mungkin juga kebolehannya—menyamai gitaris Paco de Lucia. Rekaman hasil kolaborasinya dengan John McLaughlin, Larry Coryell, dan banyak lagi artis di luar dunia flamenco membuktikan keluasan pergaulan sekaligus wawasan musiknya selama ini. Nama Paco de Lucia memang menjulang sangat tinggi, tapi harus diakui ia bukan satu-satunya yang bergerak di bidang itu. Sosok seperti Tomatito, Gerardo Nunez, atau si jenius Ramon Montoya telah memperlihatkan bahwa mereka bintang dalam bidang itu, kendati tak semencorong Paco.

Paco dan kawan-kawan berkarya ketika evolusi flamenco mencapai salah satu puncak popularitasnya dan melahirkan berbagai fusion, sebagaimana layaknya yang terjadi dalam jazz. Kelompok seperti Jaleo, Amalgama, dan Val Ramos—ini sangat terkenal di Spanyol—terus-menerus melahirkan album-album hibridnya yang mengombinasikan flamenco dengan rock, jazz, musik dari Afrika Utara, serta musik Turki.

Compania Flamenco Alhama, kelompok musik dan tari flamenco, menerbitkan album menarik yang khusus didedikasikan untuk Kota Sevilla, ”tempat flamenco hidup sepenuhnya”. Album ini direkam langsung dari sebuah konser. Selain itu, ada kolaborasi Jorge Pardo bersama kelompok Paco de Lucia selama bertahun-tahun.

Dari semua album sejenisnya, mungkin tak ada yang melampaui prestasi dan kegigihan yang dicapai kelompok Ketama dalam urusan fusion flamenco. Kerja sama mereka dengan Toumani Diabate dan basis Danny Thompson telah melahirkan dua album: Songhai dan Songhai 2. Masih dalam bidang yang sama, ada Pata Negra yang menawarkan perkawinan blues dan flamenco dalam albumnya yang berjudul Blues de La Frontera.

Tentu saja segalanya tidak akan cukup apabila kita tidak menoleh pada sukses pasar dan mendapatkan album-album Gypsy Kings yang mewakili sebuah genre: gypsy rock. Dengan lagu-lagunya yang menduduki anak tangga terbaik dalam daftar lagu terbaik Eropa, merekalah artis-artis flamenco yang paling populer dewasa ini. Sebagai sosok yang berada di pucuk menara sukses, mereka mendapatkan pujian sekaligus kritik pedas. Bukan apa-apa, dengan kemampuan bermusik dan kemampuan membaca pasar, merekalah yang pantas dipersalahkan telah menarik flamenco jauh-jauh dari akarnya. Tapi pasar memang banyak menentukan pendapat orang akan karya mereka, kendati mereka menyibukkan diri pada jenis flamenco yang reputasinya tak begitu istimewa. Pada awal abad ke-20 dulu, popularitas flamenco rumba sempat menerbitkan kekhawatiran para pencinta setia flamenco puro, flamenco murni yang mengutamakan cante jondo seperti seguiriya dan solea dibanding lainnya.

Pintu-pintu yang menutup rapat flamenco memang telah terkuak lebar. Dan sekarang kita menyaksikan aneka perkawinan antara flamenco dan musik lain. Mungkin perkawinan yang berhasil atau sekadar kawin paksa demi meraih sukses pasar semata.

Idrus F. Shahab

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus