FRANCESCO Librizzi, 48 tahun, pengusaha kaya raya dari Sisilia
Selatan, melangkah ke luar dari pintu gerbang penjara pusat
Palermo. Ia segera disambut sahabatnya, Gaetano Di Bilio.
Keduanya bersuka cita hari itu. Setelah paginya, hakim
pengadilan setempat membebaskan mereka dari tuduhan terlibat
perkara penyelundupan dan penyebaran heroin.
Polisi di Desa Raffadali, tempat kediaman Librizzi, dalam
laporannya menyebut laki-laki baya itu sebagai "pemimpin Mafia
yang berpengaruh," di samping menjadi anggota jaringan
penyebaran obat terlarang di kawasan itu. Tetapi semuanya sulit
dibuktikan. Tidak seorang pun penduduk Raffadali bersedia
menjadi saksi yang memberatkan terdakwa. Hakim akhirnya tidak
punya pilihan lain, kecuali membebaskan Librizzi, juga Bilio,
dari segala tuduhan.
Berada kembali di luar penjara, Librizzi tampak riang. Bersama
teman dan seorang kemanakan, ia, mengendarai kereta kuda,
langsung menuju Kota Palermo.
Tapi suka cita Librizzi itu hanya berlangsung sepuluh menit. Di
tengah keramaian kendaraan bermotor dan para pejalan kaki, dua
anak muda menembakkan pistolnya, kaliber 38, ke arah kereta kuda
yang ditumpangi gembong Mafia tersebut. Setelah itu keduanya
lalu melompat ke mobil yang sudah menanti, dan menghilang dalam
keramaian lalu lintas.
Librizzi, luka parah, tersungkur ke lantai kereta dalam keadaan
sekarat. Temannya, cuma cedera berat, terjungkal di sampingnya.
Sang keponakan sehat walafiat. Karena begitu peluru pertama
berdentam ia langsung melompat turun. Ia kabur, dan sejak itu
tidak pernah menampakkan batang hidungnya.
Ketika kedua mobil polisi datang sambil meraung tak
henti-hentinya, Librizzi sudah tak bernyawa. Dan tak seorang pun
saksi mata membantu polisi mengenali para pembunuh.
Sunday Times Magazine, terbitan 1 Mei, menyajikan cerita,
lengkap dengan foto-foto, pembantaian yang dilakukan Mafia
Sisilia: dua pembunuhan dalam satu minggu selama tiga tahun
terakhir. Tulisan dan potret perang gang di Sisilia adalah karya
Tana de Zulueta dan Letizia Battaglia.
Mengenai pembunuhan Librizzi, pihak polisi reskrim hanya yakin
satu hal: gembong dunia hitam dari Palermo itu adalah korban
Perang Mafia di Sisilia -- di mana sesama gang bertempur hidup
mati untuk menguasai perdagangan heroin. Pembunuhan Librizzi itu
dimaksudkan untuk meniadakan tantangan, dan juga untuk
menakut-nakuti pengikutnya.
Dulu, ketika Mafia Sisilia masih terikat kuat kepada nilai-nilai
kehormatan, kesetiaan, dan keluarga rakyat dengan sukarela
mematuhi ketentuan "pajak" yang mereka keluarkan. Tapi kini
kepatuhan itu didorong oleh rasa takut. Apalagi para mafioso,
julukan untuk anggota Mafia, yang dulu didongengkan sebagai
berpantang membunuh wanita, kini sudah main hantam kromo.
"Jumlah pembunuhan meningkat karena memburu uang," tulis Tana de
Zulueta.
Demi memburu uang pula, selama 10 tahun terakhir Mafia Sisilia
telah meninggalkan etika-etika dan menjadi pedagang heroin
terbesar di dunia. Daerah pemasaran utama mereka adalah Amerika.
Dan yang menjadi penyalur adalah keluarga Sisila yang mukim di
negeri Paman Sam itu. "Dengan terjunnya Mafia ke bisnis obat
bius, berarti mereka telah mengubah dirinya sendiri," tulis
Zulueta. Selama ini cara-cara mereka beroperasi tidak pernah
begitu brutal dan selalu menjauhi heroin.
Perubahan dalam tubuh Mafia Sisilia bermula dengan usainya
Perang Dunia II. Mereka yang dulu tinggal di daerah pertanian
sembari mengutip pajak dari tuan tanah, turun dari bukit-bukit
menuju kota seiring ledakan pembangunan. Dan tetap berkuasa.
Di kota, mereka ikut campur tangan ke segala macam soal dan
urusan. Dari mengelola pasar ikan lokal, penyelundupan rokok,
pemerasan, dan penculikan -- akhir-akhir ini juga bisnis obat
bius.
Permainan para mafioso memang hebat. Mereka bisa membuat
perbatasan AS begitu mudahnya ditembus para penyelundup dari
Sisilia. Semua itu berlangsung pada 1960-an, ketika jaringan
pengedar heroin French Connection, sedang jaya-jayanya dan
sewaktu para bandit Marseilles masih leluasa menyuling heroin di
AS.
Tapi sepandai-pandai penjahat Sisilia menyimpan heroin, sesekali
kecium polisi juga. Begitulah, pada bulan Agustus 1980,
kepolisian Italia, berkat bantuan hakim Marseilles, Pierre
Michel, berhasil menggerebek dua kilang penyulingan heroin baru
di peluaran Palermo. Diperkirakan setiap kilang mampu menyuling
50 kg heroin murni per minggu.
Pengelola kedua kilang heroin itu adalah seorang ahli kimia
Prancis, Andre Bousquet, yang menyewanya dari sindikat Mafia
Sisilia. Untuk mengelabui pemerintah Italia, Bousquet
seolah-olah sedang berlibur di sana bersama istri dan
anak-anaknya. Taktik itu ketahuan oleh polisi. Bousquet
ditangkap bersama para pembantunya tanpa sempat mengganti
pakaian pantainya. Ia ditahan di penjara terkenal, I'Ucciardone.
Bagi polisi Palermo, kakap terbesar yang pernah mereka jaring
adalah Godfather Sisilia, Gerlando Alberti. Tokoh ini ditangkap
di kawasan kilang penyulingan juga. Begitu pentingnya Alberti di
mata polisi, ketika pengadilan terhadapnya dilangsungkan
Desember kemarin, ia sampai ditempatkan di ruang yang jendelanya
tahan peluru.
Untuk pembongkaran kegiatan penyulingan heroin di Palermo itu,
Hakim Michel telah menebusnya dengan nyawa sendiri. Persekutuan
bandit Italia-Prancis telah memberondongnya, dan mati seketika,
di Marseilles, setahun kemudian.
Dengan tertangkapnya Alberti, polisi Italia berhasil menyingkap
jaringan perdagangan obat bius yang terentang antara Sisilia dan
Milan dan Trento. Mereka itu mangkal di hotelhotel pilihan di
sekitar stasiun pusat Milan -- tempat Alberti dan anak buahnya
biasa bertemu dalam membicarakan bisnis mereka.
Sebelum penggerebekan pada pertengahan 1980, orang-orang Sisilia
sudah sempat menikmati masa gemilang perdagangan heroin. Empat
penyulingan yang digerebek polisi di Palermo pernah menghasilkan
sekitar œ 400 juta per tahun bagi keluarga Mafia. Menurut
Bousquet kepada pemeriksanya di Marseilles bahwa sedikitnya ada
20 kilang penyulingan heroin beroperasi di Sisilia.
Tak cuma soal jaringan yang terungkap. Juga nama tokoh-tokoh
bawah tanah. Dan hasilnya, pihak penegak hukum berjaya menyeret
sejumlah mafioso lainnya ke meja hijau. Pada 1980 itu juga
disiapkan surat perintah penangkapan terhadap lima anggota
keluarga Mafia di AS termasuk gembong Mafia New York, Carlo
Gambino yang punya jalur operasi antara Sisilia dan AS.
Kecurigaan terhadap Gambino bermula pada 1978 -- ketika anggota
polisi Boris Giuliano menyita sebuah koper kecil, yang tidak di
kenal pemiliknya, di tempat pengambilan barang bandar udara
Palermo. Di dalamnya ditemukan segepok uang kertas baru senilai
US$600 ribu yang dibungkus rapi dalam celemek yang biasa dipakai
tukang masak pizza. FBI segera mengidentifikasikan bahwa
restoran-restoran pizza umumnya dikuasai oleh keluarga Gambino.
Dua titipan heroin yang disita di lapangan terbang Kennedy, New
York, selang beberapa waktu kemudian, mengukuhkan kecurigaan
para pelacak narkotika bahwa obat bius itu disuling di Pulau
Sisilia. Dan dipesan oleh sindikat Gambino. Tapi sebelum
pelakunya ketahuan, Mafia sudah bergerak cepat. Juli 1978,
Giuliano, orang yang pertama kali membongkar jaringan, dibunuh
ketika sedang memesan kopi di sebuah bar.
Sejak itu pelacakan berlangsung lamban. Tapi tidak mandek.
Setahun kemudian, pihak kepolisian meminta Hakim Gaetano Costa,
64 tahun, untuk meneken 33 surat perintah penangkapan tehadap
orang-orang Mafia. Belum sempat perintah itu dijalankan,
esoknya, ketika Costa melenggang di jalan utama Palermo, seorang
anak muda menembaknya dengan pistol kaliber 38 dalam jarak
dekat. Sang hakim mati di tempat.
Tak heran bila kini Hakim Giovanni Falcone, 35 tahun, pengganti
Costa, menjadi orang yang paling dilindungi keselamatannya di
Sisilia. Ke mana pun ia pergi, selalu menggunakan mobil tahan
peluru yang diapit dua mobil pengawal.
Jika Falcone ingin makan malam sejumlah tukang pukul
menyertainya duduk di sebuah meja di dekatnya. Apabila orang
gagah itu berenang di Mondello, kawasan wisata Palermo empat
perwira polisi berbaris di teras di sepanjang pantai. Di dalam
pelukan mereka ada senapan mesin, yang siap meledak kapan
diperlukan. Pengawalan ketat itu dimaksudkan untuk menyelamatkan
nyawanya dari balas dendam mafioso.
Tapi semua itu tidak menahan bandit-bandit Mafia untuk
menjajalnya. Paling tidak untuk menakut-nakuti para pengawal dan
jaksa. Begitulah, sehari sebelum pengadilan terhadap seorang
anggota Mafia berlangsung, November kemarin, seorang jago tembak
mereka memberondong polisi dan anggota paswal Falcone.
Falcone ternyata tak kecut lantaran itu. Ia maju terus tanpa
bantuan para saksi setempat. "Untuk mengganyang Mafia, kita
harus tahu jalan pikiran mereka. Harus tahu bisnis apa yang
ditanganinya. Harus tahu bagaimana para manajernya menjalankan
usaha. Dan untuk menggulungnya, harus tahu tentang asset dan
passiva-nya," kata Falcone.
Asset bisnis istimewa ini meningkat 30% dari jumlah heroin yang
diserap AS -- pasar terbesarnya di seluruh dunia. Dan berkat
jaringan Gambino, 80% heroin Sisilia berhasil didaratkan dan
disebarkan di New York. Karena tiadanya saksi, atau yang
bersedia tampil sebagai saksi, Falcone mencoba menjaringnya
melalui pemeriksaan rekening bank untuk melacak dollar yang
mengalir ke Sisilia. "Pernyataan bank adalah saksi kami," ujar
Rocco Chinici, atasan Falcone.
Berkat pelacakan lewat bank itu, sedikitnya lima kepala keluarga
Mafia berhasil diseret ke pengadiian. Dan keluarga Inzerillo,
saudara sepupu Gambino di Sisilia, telah diganyang habis.
Termasuk kepala keluarga mereka, Antonio, Inzerillo -- yang
lebih dikenal sebagai Toto. Toto Inzerillo, yang mengendarai
mobil Alfetta kebal peluru, ditembak dengan senapan mesin, oleh
penembak gelap dari sebuah van yang sedang diparkir, ketika baru
melangkah dari mobilnya untuk memeriksa lokasi bangunan
keluarga.
Yang membuat keluarga Mafia lain iri terhadap keluarga Inzerillo
adalah sukses Toto sebagai penyalur perlengkapan penyehatan
(sanitasi) dan bahan bangunan. Omset usahanya menurut dokumen
pemeriksaan, meliputi ratusan juta pound. Dengan prospek
penghasilan melimpah ruah demikian, tak heran jika Mafia Sisilia
kalap dan mengamuk. Ikut pula dihabisi adalah saudara laki-laki
Toto di New York. Ia dikirim pulang ke Palermo dalam keranda
yang dipaku mati.
Polisi Palermo kini membagi Mafia dalam kelompok yang menang dan
yang kalah," tutur Tana de Zulueta. Semua terdakwa, jumlahnya 75
orang, dalam perkara Gambino-Inzerillo-Spatola adalah di pihak
yang kalah. Akibatnya, para pemeriksa, juga terdakwa, harus
memperoleh perlindungan, kalau tidak mereka bisa mati konyol.
Itulah makanya pengacara, kenalan, kerabat, dan khalayak harus
melalui metal detector sebelum diizinkan masuk ke ruang sidang.
Jenderal Carlo Alberto Dalla Chiesa menganggap dirinya tahu
benar tentang Mafia. Ayahnya, bertugas dalam Mori yang
berpengaruh dan bertangan besi, dikirim oleh Mussolini ke
Sisilia untuk menghancurkan para gang. Chiesa sendiri kemudian
memimpin carabinieri, polisi Italia, di Palermo. Karena itu ia
diincar para mafioso.
Suatu hari pada musim semi 1982, ia pergi makan bersama istrinya
ke sebuah restoran di Palermo. Keluar dari restoran, seorang
laki-laki yang membonceng pada sepeda motor memuntahkan peluru
Kalashnikov ke arah mereka. Kedua suami istri itu mati di
tempat.
Penembakan Chiesa telah membuat politisi Italia bangun dari
tidurnya. Mereka, sekalipun dengan takut-takut, mulai menyerang
kaum vested interest di Sisilia. Peraturan dan hukum baru yang
dengan sia-sia dituntut almarhum Jenderal Chiesa selama
berbulan-bulan, kini diberlakukan dalam waktu seminggu. Inilah
yang memberi kekuasaan kepada polisi untuk menyadap telepon,
juga kewenangan untuk menyibak rahasia bank dan menjaring
rekening anggota Mafia dan keluarganya.
"Keluarga" senantiasa unit terpenting operasi Mafia. Di antara
hal yang sempat disingkap polisi dari rekaman pembicaraan
telepon "ibu-ibu" Mafia terdapat kata-kata yang seolah-olah tak
ada hubungannya dengan dunia kejahatan. Misalnya: "masakan",
"rebusan", dan "dapur". Kata-kata ini sesungguhnya kata-kata
sandi -- yang berkaitan dengan kegiatan penyulingan heroin di
Palermo.
Cara bekerja Mafia pun sudah modern. Persekutuan besar
Gambino-Inzerillo-Spatola dikelola seperti sebuah perusahaan
multinasional. Ada hubungan teleks, yang berisi perintah dan
laporan, antara kantor di New York dan Milan. Ada perjalanan
eksekutif dengan pesawat Concorde. Ada investasi, di bidang
restoran, di dunia olah raga ski, sampai perkebunan besardi
Brasil.
Para manajer yang mengelola jaringan berskala dunia itu terdiri
dari orang dengan berbagai kemampuan berbahasa. Namun berbeda
dengan perusahaan biasa, hubungan mereka lebih dari sekadar
hubungan dagang atau jenjang kepegawaian. Setiap anggota,
lebih-lebih pimpinan kelompok, harus memiliki hubungan
kekeluargaan, baik dekat atau jauh. Jika mungkin, rekrutan baru
dipererat dengan tali perkawinan. Mafia hanya percaya pada
hubungan darah.
Sejauh ini hubungan antar orang-orang Sisilia memang diikat oleh
hubungan darah. Dan dengan prinsip omerta (gerakan tutup mulut)
mereka melindungi usaha perdagangan heroin. "Kesulitan mereka
adalah," kata seorang yang pernah menjadi hakim di Palermo,
"mereka begitu cepatnya berkembang sehingga tidak lagi memiliki
orang yang dapat dipercaya penuh untuk mengelola seluruh
jaringan usaha."
Akibatnya, jaringan mereka menjadi lebih mudah ditembus. Kongsi
mereka juga, Ricardo Cozzolino, yang pertama memberikan
informasi kepada Lembaga Anti Narkotika AS (DEA) tentang
aktivitas jaringan obat bius Sisilia-Brooklyn. Dan seorang kurir
Belgia, Eric Charlier, yang memberikan perincian lengkap tentang
harga dan transaksi obat bius antara Eropa, AS, dan Timur
Tengah.
Palermo, di luar soal kekerasan terhitung kota makmur. Toko-toko
yang berbaris di Viale della Liberta dapat bersaing dengan yang
ada di Roma dan Milan. Pengunjung akan terkesan pada jumlah bar
mewah, dan mobil yang besar-besar. Dan ketika resesi ekonomi
menghantui seluruh negeri Italia, Palermo masih saja menikmati
ledakan pembangunan.
Mafia, tampaknya, lebih menyenangi bank kecil lokal ketimbang
bank berskala nasional. Tak heran, sementara bank gedean
mengalami stagnasi, bank kecil justru mengalami kenaikan putaran
dari 300 sampai 400%. Tidak heran bila Trapani, kota kecil di
Sisilia Barat, yang berpenduduk hanya 70 ribu, mendirikan satu
bank baru lagi. Sementara di Milan, kota dagang utama Italia,
tidak mengalami tambahan bank.
Meski tampak makmur, Palermo ternyata juga menyimpan kaum
penganggur muda. Tercatat 25 ribu anak muda, yang tanpa
pengalaman, mencari pekerjaan. Hanya 22 dari tiap 100 penduduk
Kota Palermo memiliki pekerjaan.
Pendeta Ennio Pintacuda, yang mengelola pusat kegiatan sosial
bagi kaum muda Palermo, mengecam meningkatnya tindak kejahatan
Mafia. Tahun lalu, gereja Sisilia, dalam pesannya yang dibuatkan
oleh uskup setempat, mengingatkan para mafioso bahwa pembunuhan
dan Mafia telah menempatkan anggota-anggotanya di luar gereja.
Romo Pintacuda menyiarkan seluruh khotbah anti-Mafia di stasiun
radio lokal yang dikelolanya. "Dan," kata Pintacuda, "kita harus
ingat bahwa Mafia menyediakan lapangan kerja. Sebelum Mafia
dicabut sampai ke akar-akarnya, seseorang harus menyediakan
lapangan kerja bagi rakyat kita. Karena kemiskinan dan
pengangguran adalah akar sosial Mafia."
Sementara itu kekerasan tampak makin membudaya di Sisilia.
Bahkan anak-anak pun sudah menganggapnya sebagai kejadian rutin
hari-hari. Bagi mereka, menirukan cara-cara yang dilakuan polisi
untuk menandai lokasi seseorang yang terbunuh sudah menjadi
mainan yang mengasyikkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini