Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dengan Pantun, Menggoda Perawan

19 Januari 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Apalah putih di tanjung sana Ikan belanak bermain ombak, Apalah putih di konde nona Telurnya kutu kusangka bunga JANGANLAH Anda cari puisi ini pada buku-buku sastra atau bunga rampai karya penyair kondang. Tidak akan ditemukan. Pantun ini hanya bisa didengar dari mulut Jufri, 17 tahun, atau para pemuda suku Bajo lainnya. Pemuda Desa Jaya Bakti, Banggai, Sulawesi Tengah, ini pun tak sembarang waktu mengucapkannya. Bagaikan mantra khusus, dia melontarkannya saat diperlukan saja. Misalnya? Jufri akan mengeluarkan pantun itu jika sedang bersampan sendirian dan berpapasan dengan gadis manis yang mengayuh perahu tanpa teman. Dia mungkin perawan Bajo yang hendak mandi atau mencari air tawar—yang kadang membutuhkan waktu satu jam bersampan. Bagi warga suku Bajo, yang bertebaran di Sulawesi Tengah, berpantun sudah menjadi kebiasaan turun-temurun. Orang tua ataupun kaum muda biasa memakainya dalam pergaulan sehari-hari. Bisa jadi ini merupakan warisan nenek moyang mereka, yang memang bagian dari rumpun bangsa Melayu. Umumnya mereka berpantun dengan menggunakan bahasa Bajo. Tapi kaum muda seperti Jufri belakang lebih sering memakai bahasa Indonesia dalam berpantun Kendati begitu, menurut pantauan Tahmidy, sosiolog dari Universitas Tadulako, Palu, sebenarnya pantun tidak dimonopoli masyarakat Bajo. Beberapa suku lain di pesisir Sulawesi Tengah juga memiliki tradisi berpantun. Kekayaan pantun orang Bajo tersimpan pula pada legenda milik mereka. Syahdan, dahulu kala adalah seorang putri Bajo yang disunting raja dari Gowa, Sulawesi Selatan. Tapi gadis yang bernama Putri Papu ini selalu berdiam diri setelah berada di Istana Gowa. Ia rindu pada kampung halamannya. Kerinduannya, menurut Umar Nanga, 81 tahun, tetua masyarakat Poso, lalu disenandungkan lewat pantun. Intinya, kendati dia telah tinggal di istana, Bajo harus dihormati juga.

Manna Bajo ta Bajoa
Manna tidung ta tidua, tidung Karaeng
Bajoa disomba tonji
Intinya, kendati dia telah tinggal di istana, Bajo tetap harus dihormati juga. Dalam kehidupan sehari-hari, orang Bajo sekarang sering berpantun saat melaut. Anak-anak juga melontarkan pantun ketika sedang bermain di pantai. Sambil bermain ombak, mereka akan berteriak, "Buse-buse lepo dibuse, anak samo mo mandi nanta". Bila diterjemahkan kira-kira berarti, "Dayung-dayung perahu didayung, anak Bajo mau mandi di pantai." Pasangan suami-istri pun kerap berpantun. Sang suami biasa menyelipkan menyebut kata ombak, angin, atau laut saat ia mengajak istrinya bercinta. "Kami memang biasa berkomunikasi dengan pantun," ujar Jufri, yang jebolan sekolah menengah pertama. Jufri termasuk yang percaya keampuhan sebuah pantun dalam pergaulan. Dia juga berharap bisa mengikuti jejak tetangganya, Hafid. Dulu, saat remaja, Hafid sering melempar pantun saat berpapasan dengan gadis bersampan. Suatu saat ada seorang gadis yang mau membalas pantunnya dengan hangat. Mereka pun bersampan beriringan. Baru menjelang sampai rumah, perahu saling berpisah karena pacaran masih dipandang tabu. Hubungan Hafid dengan dara pujaannya itu berlanjut ke pernikahan dan sekarang mereka sudah dikaruniai empat bocah. Memang, tidak selalu seorang gadis menanggapi rayuan pemuda. Tapi Jufri sudah menyimpan pantun pamungkas bila sang gadis diam saja. Dijamin, ini bisa membuat merah kuping si perawan. Bunyinya?

Sungguhlah manis buah papaya
Lebihlah manis buah semangka,
Sungguhlah manis gadis bersampan
Tapi sayangnya ompong giginya
Nurkhoiri, Darlis Muhammad (Banggai)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus