Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dengan Video Mengusung Pak Jenderal

Selain getol menggandeng pengusaha kakap, Partai Demokrat, yang mengusung Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden, juga gencar berkampanye lewat cakram video.

28 Desember 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AWALNYA adalah sebuah kegagalan. Juli 2001, ketika Susilo BambangYudhoyono urung tampil sebagai wakil presiden mendampingi MegawatiSoekarnoputri dalam sidang istimewa, para pendukung Susilo tak lantas lemas.Mereka menjadikan kegagalan itu sebagai pemantik untuk mendirikan partai.

Mereka sadar, tanpa sokongan kuat dari partai politik, ternyatamenjadikan SBY?begitu nama Susilo biasa dipendekkan?sebagai pemimpin negaratidaklah mudah. "Kita butuh kendaraan untuk mengusung SBY," kataSubur Budhisantoso, salah seorang pendukung Susilo yang kini menjadiKetua Umum Partai Demokrat.

Kekuatan lalu digalang. Dimotori Budhi, para fans SBY itumenggulirkan aksi moral lewat Gerakan Mengembalikan Kedaulatan Rakyat (GMKR).Selain oleh Budhi, GMKR juga dimotori oleh Irsan Tanjung dan SriSoemantri?keduanya guru besar di UniversitasIndonesia. Sekitar dua bulan masa penggodokan, pada 21 September 2001Partai Demokrat berdiri. Menurut Budhi, adalah SBY sendiri yang menjadipenyusun anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai itu.

Tapi pensiunan jenderal yang kini adalah Menteri Koordinator Politikdan Keamanan dalam kabinet Megawati itu tak menjabat ketua partainyasendiri. Juga, ada kesan SBY malu malu kucing mengakui keinginannya menjadipresiden, termasuk dengan mendirikan Partai Demokrat.

Tapi Budhi punya alasan sendiri tentang tak munculnya Susilo dalamkepengurusan partai. Katanya, partainya ingin mengubah kebiasaan yangberkembang selama ini bahwa ketua partai harus menjadi calon presiden ataucalon presiden haruslah ketua partai.

Apalagi, tambah Budhi, SBY sendiri tak ingin tampil ke atas panggungkarena ia masih duduk dalam kabinet Megawati?tokoh yang bakal menjadisaingannya dalam pemilihan presiden 2004. "SBY tak maumencampuradukkan (posisinya) di pemerintahan dan dipartai," ujar guru besar Universitas Indonesia ini.

Meski tak terang-terangan disokong seorang menteri, Budhi sigapmembentuk jaringan Partai Demokrat hingga ke kabupaten di seluruh Indonesia.

Tak sampai enam bulan, partai berlambang bintang segitiga merahputih itu telah memiliki 31 cabang di tingkat provinsi (DPD) dan 414 cabang ditingkat kabupaten (DPC). Meski begitu, Budhi menampik anggapan bahwacepatnya pembentukan jaringan Partai Demokrat itu karena kucuran danadari pusat. "Silakan cek ke daerah-daerah. Mereka mengumpulkan danasecara swadaya," kata Kepala Pusat Penelitian Pranata Pembangunan UI itu.

Kata Budhi, bantuan yang dikucurkan kepada pengurus partai diprovinsi dan kabupaten hanya sebatas atribut partai seperti stiker, kaus, danspanduk. Kebijakan pengurus pusat itu bukan tanpa alasan.

Menurut Budhi, peraturan itu diberlakukan untuk menguji komitmenpara kader: kesetiaan tidak harus dibeli dengan uang tapi dengan keyakinan."Kalau mereka yakin apa yang kita perjuangkan, yakni inginmempersembahkan yang terbaik bagi bangsa dan negara,ya silakan bergabung," Budhi menjelaskan.

Awal Desember lalu, begitu dinyatakan lolos verifikasi KomisiPemilihan Umum (KPU), aneka siasat untuk mengusung SBY ke puncak Republik pundilancarkan. Sebagai guru besar sekaligus peneliti, Budhi merangkul parakoleganya di sejumlah universitas dan bekas mahasiswa yang tersebar diberbagai lembaga. Di luar itu, Budhi juga membidik massa akar rumput:tukang becak, pedagang kaki lima, petani, dan orang kecil lainnya. "Kami partaipluralis, terbuka buat siapa saja," katanya.

Kesigapan menebar kiat menjala konstituen juga diterapkan didaerah-daerah. Di Jawa Tengah, misalnya. Menurut Subyakto, 40 tahun, ketuaPartai Demokrat di sana, hingga kini Partai Demokrat telah berhasilmenggandeng 50 pengusaha kakap setempat. Satu di antara 50 pengusaha yang telahbergabung adalah Holim Budi Purnomo, bos PT Simoplas Semarang. Pemilikpabrik plastik dengan 20 ribu karyawan itu kini diberi jabatan Wakil KetuaPartai Demokrat Jawa Tengah.

Lalu ada juga S.P.M. Yong, tuan tanah kelas kakap di Semarang. Ia dudukdi kursi anggota Majelis Pertimbangan Partai. Lalu berapa uang yangdigelontorkan saudagar-saudagar daerah itu kepada partai? "Maaf, ini rahasiadapur," ujar Subyakto diplomatis.

Ihwal strategi menggandeng para pengusaha kakap, Subyaktomenambahkan, itu merupakan kiat dengandouble target. Selain mendapat fulus,Partai Demokrat juga mengincar karyawan perusahaan yang jumlahnya ribuan.

Kendati mendapat kucuran dana dari sejumlah pengusaha kakap,Subyakto mengaku partainya tidaklah makmur. Dana bantuan saat ini hanya cukupuntuk biaya operasional kantor partai, biaya konsolidasi, plus membayarhonorarium tiga staf hariannya yang masing-masing bergaji Rp 500-700 ribuper bulan. Meski megah, kantor partai berlantai dua di Jalan Gajah Raya,Semarang, itu menumpang di kantor Subyakto. "Ini adalahkantor pengacara milik saya dan rekan-rekan," kata Subyakto, yang jugaKoordinator Semarang Corruption Watch itu.

Kondisi serupa juga terjadi di Jawa Timur. Di provinsi itu, markas partaidi Kompleks Darmo Park Surabaya adalah bekas kantor pengacara dankontraktor milik Suhartono, Sekretaris Partai Demokrat di sana. Semuaperabotan, termasuk enam komputer, telepon, dan faksimile disumbangkanSuhartono untuk kegiatan partai. "Sayapengagum Pak SBY. Jadi, tak masalah kantor ini disumbangkan untuk keperluanpartai," ujarnya.

Selain meminjamkan kantor, biaya operasional partai juga dirogoh darikocek pria 56 tahun itu. Di luar itu, ia juga menanggung biaya operasional 34cabang partai di tingkat kabupaten dan kota madya. Meski engganmenyebut jumlah uang yang dikeluarkannya untuk partai, sebagai ancar-ancarSuhartono memberikan gambaran. Untuk menggaji empat staf kantor, iamengeluarkan Rp 4 juta per bulan.

Suhartono mengaku masih hijau di kancah politik. Tapi ia tak canggungdalam melancarkan jurus menggaet pendukung partainya. Ia, misalnya,menggandeng 40 kiai di Pasuruan dan sekitarnya untuk dijadikan jurukampanye ke pelosok-pelosok. Tak jelas memang kiai mana yang ia gaet, mengingatkebanyakan ulama Jawa Timur masih setia pada Partai KebangkitanBangsa. Tapi Suhartono yakin, jurus itu akan mampu menjaring banyak konstituendi daerahnya. "Sampai saat ini sudah sekitar 40 ribu orang di Jawa Timurmengantongi kartu anggota," katanya sesumbar.

Kiat lain yang diterapkan Suhartono dalam kampanye adalahmenyebar ribuan keping cakram video alias VCD yang berisi rekaman pidato SBY.Menurut dia, langkah itu untuk menghemat biaya kampanye. "Terus terang,kami tidak punya dana kampanye yang cukup banyak," kata Suhartono.

Jurus serupa juga diterapkan oleh Partai Demokrat Provinsi SumateraSelatan. Menurut ketua partai di sana, Sarjan Taher, untuk mensosialisasimisi dan visi SBY sebagai calon presiden, partainya telah menggandakanribuan keping VCD. Isinya, rekaman pidato dan profil SBY. Selain itu, Sarjanjuga menyebar pamflet, bendera, dan kaus bergambar wajah SBYbertuliskan "SBY For President", ke sejumlahkabupaten. "Paling tidak, cara itu bisa menghemat waktu dan biaya," ujarnya.

Dana operasional partai, menurut Sarjan, mengandalkangotong-royong pengurus dan simpatisan. Selainaktivis partai, Sarjan adalah pengusaha dan Ketua Masyarakat AgrobisnisIndonesia dan Ketua Asosiasi Kontraktor Air Indonesia wilayah SumateraSelatan. Di provinsi yang sama bendahara partai dipegang oleh Asmunsyi Asyik,pengusaha dan Ketua Asosiasi Jasa Konstruksi. Seorang dokter kandunganternama di Palembang, Hakim Pohan, duduk di kursi Majelis PertimbanganPartai. Jadi, urusan "gizi" partai,"Kami tanggung bersama," ujar Sarjan.

Persiapan Pak Jenderal maju perang memang sudah lengkap: prajurit disiapkan, bedil dan peluru ditata. SBY sendiri sudah tak lagi malu jika secara terbuka dikaitkan dengan Partai Demokrat. Tapi menang atau kalah memang soal lain. Semuanya masih harus menunggu hingga 2004.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus