Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Nama Akmal Taher sempat menjadi perbincangan di grup WhatsApp lingkup internal kampus UI.
Sejumlah dokter dan lingkup internal Kementerian Kesehatan dikabarkan menolak Akmal sebagai kandidat wakil menteri kesehatan.
Terpentalnya Akmal membuka jalan bagi Dante Saksono Harbuwono duduk sebagai menteri kesehatan.
JAKARTA – Nama Akmal Taher menjadi perbincangan di beberapa grup WhatsApp Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Selasa lalu. Ketika itu, nama mantan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan ini mengemuka menjadi kandidat wakil menteri kesehatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada saat yang bersamaan, Presiden Joko Widodo tengah memanggil calon menteri dan wakil menteri yang akan masuk dalam perombakan Kabinet Indonesia Maju. Namun Jokowi akhirnya hanya mengumumkan enam orang calon menteri pada hari itu, yang kemudian dilantik esok harinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dekan Fakultas Kedokteran UI, Ari Fahrial Syam, membenarkan bahwa nama Akmal sempat menjadi perbincangan di grup internal kampusnya. Ia berujar bahwa pemantik diskusi tentang Akmal karena ada media yang memberitakan namanya sebagai calon wakil menteri kesehatan. Kebetulan Akmal duduk sebagai guru besar Fakultas Kedokteran UI. “Rata-rata mendukung dan bersyukur karena Pak Akmal berasal dari UI,” kata Ari, Rabu lalu.
Namun, seorang kolega Akmal menyampaikan cerita berbeda. Dokter spesialis ini mengatakan, ketika nama Akmal mengemuka, terjadi reaksi penolakan di lingkup internal Fakultas Kedokteran UI, lingkup internal Kementerian Kesehatan, serta kalangan dokter umum.
Pemantik penolakan di lingkup internal kampus kuning itu adalah urusan politik kampus. Akmal dianggap sebagai penyokong rival Ari Fahrial saat pemilihan dekan Fakultas Kedokteran UI pada 2017. Kalangan dokter umum menolak karena menilai Akmal sebagai pelopor program dokter layanan primer, empat tahun lalu. Program ini berupa peningkatan kapasitas dokter umum dengan pendidikan selama enam bulan sampai satu tahun, kemudian menyandang spesialis layanan primer yang berhak melayani pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. “Kalangan dokter umum tidak sependapat dengan program tersebut,” kata sumber Tempo ini.
Ari Fahrial menampik ada reaksi penolakan terhadap Akmal. Menurut dia, lembaganya juga tak pernah dimintai pendapat oleh Istana mengenai pengisian posisi wakil menteri kesehatan. “Saya tidak tahu kalau ada penolakan perorangan. Tapi secara kelembagaan tidak ada,” kata Ari.
Ia justru menduga reaksi penolakan berasal dari lingkup internal Kementerian Kesehatan. “Mungkin ada yang khawatir akan terjadi matahari kembar,” ujarnya.
Sumber Tempo menceritakan bahwa matahari kembar atau dua figur menonjol di Kementerian Kesehatan sangat mungkin terjadi bila Akmal menjadi wakil menteri kesehatan. Akmal dianggap senior di bidang kesehatan. Ia pernah menjabat Direktur Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta; Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Peningkatan Pelayanan Kesehatan era Nila F. Moeloek; serta Ketua Ikatan Ahli Urologi Indonesia periode 2006-2009.
Ketika Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) mewabah, Akmal menjadi anggota tim pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 bidang kesehatan. Saat lembaga ad hoc ini menginduk ke Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Akmal dipercaya sebagai Ketua Bidang Kesehatan. Tapi Akmal mengundurkan diri karena diduga berseberangan dengan cara Komite menangani pandemi pada September lalu.
Pengalaman Akmal itu juga bisa meredupkan pengaruh Budi Gunadi Sadikin, Menteri Kesehatan pengganti Terawan Agus Putranto, yang dilantik dua hari lalu. Terlebih lagi disiplin ilmu Budi bukan berlatar belakang kesehatan. “Kalau terlalu senior, akan ada matahari kembar,” kata sumber ini.
Seorang pejabat di pemerintahan membenarkan hal tersebut. Pertimbangan itulah yang membuat Budi juga tidak menyetujui Akmal sebagai wakil menteri kesehatan.
Budi belum menjawab konfirmasi Tempo soal ini. Adapun Akmal enggan mengomentarinya. “Kalau soal yang beredar di media tentang saya, saya enggak mau berkomentar,” katanya. “Kalau soal pandemi, baru saya mau menjawab."
Nama Akmal mengemuka menjadi kandidat wakil menteri kesehatan karena diusulkan oleh sejumlah koleganya, di antaranya beberapa pakar kesehatan di rumah sakit milik badan usaha milik negara dan juru bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito. Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa, Faisol Riza, juga sempat menyinggung nama Akmal, Selasa lalu.
Wiku menampik soal itu saat dimintai konfirmasi. “Informasi tersebut tidak betul. Saya yakin Presiden memiliki pertimbangan tersendiri dalam menentukannya,” katanya.
Setelah nama Akmal terpental, muncul nama Dante Saksono Harbuwono. Dokter muda ini sudah tidak asing di lingkaran Istana karena menjadi anggota Tim Dokter Kepresidenan. Saat ini, ia juga menjadi pengajar di Fakultas Kedokteran UI dan sempat menjabat Ketua Divisi Metabolik Endokrin Departemen Penyakit Dalam di fakultas yang sama.
Dante belum menjawab permintaan konfirmasi Tempo. Ketika pelantikan wakil menteri kesehatan bersama empat wakil menteri lainnya pada Rabu lalu, Dante mengatakan dirinya diminta Presiden untuk mempercepat penyerapan anggaran penanganan Covid-19. "Serapan anggaran tersebut menjadi tulang punggung untuk mengatasi masalah pandemi secara cepat," kata Dante.
DEWI NURITA | ROBBY IRFANY
Konsentrasi Kerja Wakil Menteri Kesehatan
Presiden Joko Widodo meminta Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono berkonsentrasi pada program internal Kementerian Kesehatan, seperti mengoptimalkan penyerapan anggaran. Berikut ini konsentrasi kerja wakil menteri kesehatan sesuai dengan arahan Presiden.
1. Meningkatkan penyerapan anggaran penanganan Covid-19 sebesar Rp 96,17 triliun pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2020 dan Rp 169,7 triliun pada APBN 2021.
2. Memprioritaskan anggaran vaksinasi Covid-19 secepat mungkin untuk menggenjot kekebalan kawanan atau komunitas pada 2021. Alokasi anggaran vaksinasi Corona mencapai Rp 54,4 triliun.
3. Mempercepat pelaksanaan insentif bagi tenaga kesehatan yang dialokasikan dalam APBN.
4. Bersinergi dengan Menteri Kesehatan dan seluruh mitra kerja untuk menangani pandemi.
ROBBY IRFANY
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo