Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Di bawah bayangan zaman batu

Kehidupan kaum bushman, pribumi guruh kalahari di afrika selatan, hidup dari berburu dan meramu, para lelaki bushman adalah kader yang luar biasa bagi profesi keserdaduan. (sel)

27 Februari 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERAWAKAN mereka kecil, dan beberapa tradisi mereka masih mengisyaratkan kehidupan Zaman Batu. Tapi semangat dan ketrampilan bertempur mereka, masya allah, di luar dugaan. Orang Barat menamakan mereka Bushman, pribumi Gurun Kalahari di Afrika Selatan. Hidup dari berburu dan meramu, tetangga Hottentot mereka menamakan puak ini San. Perjalanan sejarah telah membuat mereka kehilangan tanah pemukiman, setapak demi setapak. Terdesak oleh para penjarah Eropa yang kemudian malah menjadikan pribumi ini para pekerja kasar di peternakan mereka yang berkembang subur. Belakangan ternyata, para lelaki Bushman adalah bahan baku yang luar biasa bagi profesi keserdaduan. Setidak-tidaknya demikianlah yang diungkapkan Vitor Alves, seorang opsir Portugis dari pasukan komando Flech yang termasyhur buas itu. Awal 1970-an Alves bertugas jauh di pedalaman Angola. Dalam pasukannya terdapat sekelompok Bushman. Sepanjang satu dekade perjuangan pemerintah Lisbon menindas pemberontakan di kawasan tersebut, sumbangan para serdadu Bushman sungguh tak dapat diabaikan. Salah seorang Bushman yang sulit dilupakan Alves adalah pencari jejak yang dijuluki 'Setan', baik oleh rekan sekaumnya maupun oleh para atasan Portugisnya. "Menurut taksiran ia sudah berusia 65 tahun," tutur Alves kepada AL. J. Venter, yang kemudian menuliskannya dalam majalah Gung-Ho, The Mogozine for the Internotionol Military Mon yang terbit di AS, nomor terakhir. Namun dibandingkan dengan Bushman lainnya dalam pasukan tersebut, Setan paling banyak membantai pemberontak. Ia memiliki kebuasan alamiah. Musuh yang jatuh ke tangannya sungguh-sungguh tak boleh berharap banyak. Di sepanjang perbatasan Angola, ketika itu, nama Setan dibisikkan satu napas dengan kematian sendiri. Ketepatannya menembakkan mauser tua Jerman yang disandangnya selama operasi, nyaris bagai legenda. Ia mampu membidik musuh dari jarak 500 meter, membunuh mereka hampir tiap kali dengan peluru menembus kepala. Setelah sang korban jatuh, Setan datang menghampiri. Dengan pisau rimbanya yang tua, Setan membelah dada musuh itu dan mengeluarkan jantungnya. Baru setelah melakukan tindakan terakhir ini ia benar-benar yakin sang musuh sudah tewas. Kini, Setan sendiri sudah menjadi arwah. Dia dan sebagian besar rekannya sepasukan terhisab sebagai korban awal perang sipil Angola yang menghancurkan kawasan selatan. "Tapi mistik itu tetap hidup," tulis Venter. "Beberapa Bushman tua yang hidup di Caprivi Barat dekat garis depan Angola masih mengenangnya," kata Vitor Alves, yang berkunjung ke sana baru-baru ini. Beberapa di antara Bushman tua itu bahkan mengaku pernah berjuang bersama Setan. Salah seorang menyandang bekas luka di bahu, kenangan dari pertempuran kecil di selatan Serpa Pinto. Dalam pertempuran itulah veteran Bushman ini menyaksikan Setan membunuh empat orang berturut-turut dengan cara yang sulit dibayangkan. Dengan kecepatan luar biasa Setan mengikatkan bangkai korbannya di tiang, sehingga musuh yang datang belakangan tak menyadari rekannya sudah menjadi mayat. Empat orang 'putus' dengan cara itu. Orang ke-5 kemudian sadar apa yang sedang terjadi. Kini, setelah perang Angola tinggal asap dan debu, para Bushman tetap menjadi sasaran permusuhan. Suatu posisi yang sungguh tah nyaman, di tengah suasana dan hari depan Afrika Selatan yang senantiasa diancam perang. Musuh pokok mereka tetaplah seteru tradisional, sesama kaum hitam yang mengembara di antara masyarakat purba itu, jauh sebelum orang putih datang dan menamakan wilayah itu Terros do Fim Mundo--'Negeri di Ujung Dunia'. Tak sedikit di antara seteru itu bekas kaum pemberontak yang dulu menyandang AK dan diburu-buru pasukan Portugis bersama 'unit Bushman' mereka. Semacam cagar budaya kemudian dibangun untuk kaum Bushman itu di basis Omega, di Afrika Barat-daya. Di situ tinggal hampir dua ribu Bushman: pria, wanita dan anak-anak. Keadaan keamanan mereka boleh dikatakan baik. Dengan unit-unit Afrika Selatan sebagai tenaga bantuan, keselamatan mereka pada dasarnya tergantung di tangan mereka sendiri. Sebagian besar kaum pria didorong untuk mengikuti latihan militer tertentu. Namun pasukan yang terbentuk di sana sepenuhnya beranggotakan sukarelawan. Hidup keserdaduan tampaknya memang bertemu dan membentuk kecenderungan yang kuat dengan pembawaan dan warisan masa lampau kaum Bushman. Bila ada di antara mereka sudah merasa tak betah dalam pakaian seragam, ia tinggal melapor kepada komandan seksinya. Ia kemudian berangkat ke Caprivi Barat, memilih tempat pemukiman yang cocok--scsuai dengan jaminan keselamatan dan hak yang diperolehnya. 'Panglima' dan 'bapak pengakuan' masyarakat Bushman ini ialah Piet Hall, seorang kolonel Afrika Selatan yang keras dan gagah berani. Di seantero anak benua itu, mungkin tak ada yang mampu menandingi Piet dalam memahami tradisi dan tipu daya kaum Bushman. Berkat jasa Piet pula kaum ini mendapat perumahan, makanan, pendidikan, dan hukuman--bilamana perlu Dia juga konon yang melindungi mereka dari serangan gerombolan yang membantu kelompok MPLA yang marxis. Sebagai imbalannya, kaum Bushman menyediakan tenaga calon serdadu dalam jumlah terbatas. Biasanya dimanfaatkan sebagai pencari jejak, personil Bushman ini kemudian ditempatkan dalam unit-unit kulit putih sebagai pasukan tempur reguler. Peranan yang mereka mainkan di medan pertempuran tidak mengecewakan. Beberapa di antaranya bahkan dilatih sebagai anggota paratrup. Hanya dalam menggunakan senapan, Piet Hall mengakui kesulitan melatih para Bushman. Selama berabad-abad kaum ini hanya mengenal busur dan panah. Dalam tradisi ini mereka terlatih mengarahkan senjata ke atas, kemudian membiarkan "peluru"nya jatuh menghunjam sasaran. "Maka tatkala mereka mendapat senapan R-1, mereka menembak dengan cara itu," tutur Hall. "Dibutuhkan kesabaran dan latihan berbulanbulan untuk mengubah cara berpikir mereka dalam hal menembak." Tapi dalam menangani mortir-yang memang ditembakkan dengan cara mengaral1kannya ke atas--kaum Bushman tak bisa ditertawakan. "Beri mereka sebuah sasaran dengan jarak 500 meter," kata Hall menambahkan. "Sekali sikat sasaran itu pasti binasa." Salah satu problem pokok, menghadapi kaum Bushman, ialah komunikasi. Mereka terdiri dari beberapa puak, masing-masing berbicara dilam bahasa atau dialek kelompok. Sangat sedikit yang berbicara Portugis. Sedang bahasa resmi ialah Arrikaan. Karena sebagian Bushman mengerti bahasa Afrikaan, dan orang Afrika Selatan sendiri sangat sedikit yang menguasai bahasa Portugis, Afrikaan menjadi pilihan yang lebih tepat. Untuk mengatasi hambatan itu, makin banyak Bushman yang dimasukkan Ice dalam batalyon-batalyon yang dibentuk sebagai kesatuan militer efektif sejak 1974. Di basis Omega, titik berat kegiatan militer diarahkan pada usaha melawan pemberontakan. Dibutuhkan masa dinas rata-rata sembilan sampai sebelas bulan untuk setiap serdadu Bushman. Tetapi dalam hal ingatan, "mereka tak dapat dipercaya," kata Kolonel Hall. "Mereka harus setiap kali diberi petunjuk tentang apa yang harus dilakukan." Di lapangan pertempuran pun mereka harus dipimpin dalam arti yang sesungguhnya. Mereka memerlukan ceramah atau keterangan. "Beri mereka teladan, dan mereka akan mengikutinya sepenuh hati." Dengan demikian, prestasi para serdadu Bushman selalu merupakan cermin dari kemampuan komandannya Sebaliknya, "kita senantiasa bisa mengukur ketrampilan seorang komandan melalui kebolehan Bushman yang menjadi anak buahnya," kata Hall. Tak ada Bushman yang terdaftar sebagai tentara untuk periode tertentu. Mereka juga tak bisa dikenai tindakan disiplin dengan cara biasa. Bila seorang serdadu Bushman sudah sulit dikendalikan, ia dikenai denda. "Tapi bila seorang serdadu didenda terlalu tinggi, kami harus bersiap menerima kunjungan delegasi istri mereka," kata kolonel itu melanjutkan tutur. Para istri akan mengusut, mengapa suami mereka didenda demikian tinggi. "Dalam banyak hal, wanita Bushman lebih gigih ketimbang istri kita," ujar Hall. Rata-rata setiap serdadu Bushman menerima upah R 200 sebulan. Tak sepeser pun uang itu mengisi tabungan, kendati mereka tak membayar untuk pakaian seragam, ransum makanan, perumahan, pengobatan dan banyak kebutuhan lain. Lalu ke mana? "Untuk membeli simbol status," kata Hall. Tahun lalu simbol status itu adalah radio transistor. Kini tampaknya pilihan beralih kepada sepeda. Sudah hampir tak terhitung jumlah sepeda yang hilir-mudik di sekitar pemukiman. Para tentara kulit putih sendiri berusaha tak mencampuri urusan pribadi dan kelompok Bushman. Dan sebagai akibatnya, kaum itu leluasa meneruskan 'kebudayaan' mereka. Jangan heran, misalnya, kalau tiba-tiba di basis Omega terdengar senandung hutan yang biasanya didengungkan di tengah rimba belantara. Itu tidak berarti mereka tertutup dari pengaruh luar. Mereka mengikuti permainan sepakbola dan voli. "Dan mereka bermain keras dan cepat." Di sisi lain, beberapa segi negatif "sivilisasi" Barat tak urung menyentuh masyarakat Bushman, baik yang bermukim di Omega, di Angola Selatan, maupun yang masih berkeliaran di Gurun Kalahari. Mereka pun ketularan "penyakit orang putih"--seperti tbc, lepra, konjungtivitis (terutama pada anak-anak) dan, sudah tentu, mencret. Ketika basis Omega mulai ditempati, angka kematian anak-anak hampir sepuluh orang setiap minggu. Kini angka itu sudah sejajar dengan nasib yang menimpa masyarakat pendatang Eropa. "Tapi kami masih menghadapi banyak problem," ujar Kolonel Hall. Bila seorang Bushman sakit, ia masih lebih suka pergi ke dukun. Piet Hall juga menceritakan sebuah kebiasaan aneh masyarakat Bushman. Mereka tak menerima anak kembar. Itulah sebabnya di tengah masyarakat Bushman tak pernah ditemukan remaja atau orang dewasa kembar. Lalu bagaimana kalau seorang wanita Bushman melahirkan bayi kembar? "Sang ibu akan memberi makan kedua bayi itu untuk satu atau dua minggu," tutur Hall, "sampai akhirnya kentara, siapa di antara bayi itu yang lemah." Yang lemah itu dibuang ke luar kampung--untuk mati. Biasanya bayi yang malang itu menjadi santapan serigala atau hyena. Para penguasa setempat tak dapat berbuat banyak mencampuri hal ini-atau mereka tak mau. Tradisi itu konon sudah sama tuanya dengan masyarakat Bushman sendiri. Memang banyak yang unik pada kaum ini. Ciri-ciri ras mereka sendiri tak bisa digolongkan ke dalam ras dasar yang ada. Perawakan mereka bertampang Negrito, tapi di kepala tidak ada ciri-ciri Negroid, kecuali rambut. Warna kulit dan ciri muka lebih bersifat Mongoloid. Sedang bahasa mereka termasuk keluarga khusus, keluarga Bahasa Choisan. Tentu tak semua mereka berdarah serdadu. Tapi untuk sebagian besar, semangat 'Setan' memang bagai merasuk puak itu. Selama beberapa tahun terakhir mereka sudah memasyhurkan diri sendiri melalui kontak senjata dengan pelbagai kekuatan musuh. Dan, berbeda dengan beberapa suku Zimbabwe, para Bushman selalu mencintai pekerjaan mereka

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus