Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Matinya "window", sebelum mati

Deppen mencabut sit sejumlah media yang tidak beredar lagi, satu diantaranya majalah tengah bulanan berbahasa inggris, "window on the world", milik oejeng soewargana alm. (md)

27 Februari 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAMANYA Window On The World. Majalah tengah-bulanan ini berbahasa Inggris, yang memuat cerita rakyat, cerita petualangan, artikel ilmiah, latihan bahasa Inggris, surat pembaca, rubrik sahabat pena, dan, tentu saja, teka-teki silang. Ada juga iklan, termasuk iklan (dalam bahasa Indonesia) buku-buku terbitan NV Masa Baru, penerbit Window sendiri. Perusahaan penerbitan dan percetakan yang telah berusia cukup tua ini (berdiri 1900-an) adalah milik Oejeng Soewargana almarhum. Dia juga membangun NV Ganaco (1952) dan NV Sanggabuana (1957). Window diterbitkannya bersamaan dengan berdirinya NV Ganaco. Cukup tua usianya. Apa tujuan penerbitnya? "Pak Oejeng waktu itu melihat kebutuhan masyarakat akan sebuah majalah berbahasa Inggris," tutur Tjun Surjaman, bekas anggota direksi Window. Sasarannya, tutur Tjun lagi, untuk meningkatkan minat baca dan pengetahuan bahasa Inggris di kalangan pelajar. Dicetak hitam putih berukuran 18 x 26 cm, Window mula-mula beroplah sekitar 12.000. Terbit secara teratur. Tapi sewaktu ramai aksi pemboikotan terhadap semua yang berbau nekolim di zaman Orde Lama, Window tak bisa terbit beberapa tahun. Serikat Buruh Pos dan Telekomunikasi waktu itu emoh mengirimkan majalah ini kepada para pencintanya di berbagai daerah. "Serikat buruh itu menganggap majalah kami berbau imperialisme, karena memakai bahasa Inggris," tutur Tjun. Bahkan sebelumnya, Window dipaksa penguasa memuat artikel tentang kehidupan berbagai tokoh negara tirai besi. Akibatnya, "sekolah-sekolah Kristen dan Katolik serentak menghentikan langganannya," kata Tjun. Dengan datangnya zaman Orde Baru, Window bisa hidup kembali. Tak ada masalah finansial bagi penerbitannya. Bahkan Oejeng menerbitkan pula majalah tengah bulanan berbahasa Belanda, Wereld Venster dan majalah ilmiah bulanan Prima Window sendiri tampaknya kemudian maju pesat, dengan kulitnya dicetak berwama. Oplahnya naik jadi 25.000, dan tetap dicetak di Bandung. Peredarannya yang terbesar ialah di Jakarta, yakni 6000-an. Menyusul Surabaya (5000-an), Bandung (4000-an) dan Yogyakarta (3000-an). Sebelum Tjun Surjaman menjabat Pemimpin Umum sejak 1974, Window dipimpin sendiri oleh Oejeng, yang kemudian pernah digantikan istrinya, Nyo nva Omi Soewargana, selama beberapa tahun. Staf redaksinya diperkuat oleh Jonathan Hugh-Jones, orang Australia. Tapi masa suksesnya berakhir pada awal 1980. Window dan dua majalah lainnya dalam kelompok itu berhenti beredar, menyusul kematian Oejeng Soewargana dalam Mei 1979. Raja Penerbitan dari Bandung itu meninggalkan 2 istri dan 5 anak yang saling bersengketa memperebutkan harta warisannya. Usaha penerbitan dan percetakan yang dibangun almarhum pun macet. "Kami tak dapat mengadakan hubungan dengan pihak luar," kata Tjun. "Secara hukum, tak ada yang berhak menanda-tangani surat untuk urusan luar, karena tak ada surat kuasa dari almarhum." Seluruh Surat Izin Terbit majalah masih atas nama Oejeng Soewargana, juga dia sendiri jadi Direktur ketiga perusahaannya. Sementara perkara sengketa sesama anggota keluarga almarhum Oejeng (TEMPO, 30 Agustus 1980), kini ada di tingkat kasasi, Window sudah tak bisa terbit selama lebih satu tahun. Bersama sejumlah SIT koran dan majalah lainnya, yang tidak terbit dengan macam-macam alasan SIT Window pun dicabut oleh Departemen Penerangan baru-baru ini. "Sangat disayangkan, sebab Window bermanfaat meningkatkan pengetahuan siswa dan menambah kosa kata bahasa Inggris," kata Gandaatmadja, guru Bahasa Inggris SA Santa Maria Pagi di Bandung. Tjun Surjaman, 50 tahun, sedang beusaha terus mencari modal. Dia yakin Window akan terbit kembali. "Kami minta Deppen mempertimbangkan kembali pencabutan SIT itu," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus