Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Di Tepi Sekoci Koalisi

Sejumlah petinggi partai politik pengusung Prabowo Subianto merapat ke kubu Joko Widodo. Melewati hambatan kawan separtai.

21 Juli 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Puluhan anggota Partai Golkar menye­saki aula Gedung Perintis Kemerdekaan, Jakarta, Selasa pekan lalu. Penyejuk udara di ruangan itu tak mampu mengusir hawa panas yang menerobos lewat sela pintu yang tak tertutup rapat. Sebelas kader duduk berjajar di bawah peta Nusantara di sisi depan aula.

Di tengah-tengah mereka, duduk politikus senior Partai Beringin, Ginandjar Kartasasmita. Ia diapit tokoh senior lain: Fahmi Idris di sisi kanan dan Andi Mattalatta di sebelah kiri. Di deretan lain, tampak sejumlah kader muda, seperti Rusdinal Salim, Indra Jaya Piliang, dan Andi Sinulingga. Mereka berkumpul membahas "masa depan partai". "Kami ingin menyelamatkan Golkar sebagai partai besar dan bermartabat," ujar Ginandjar. Setelah mendengarkan Ginandjar berpidato, mereka pun sepakat menyerukan Musyawarah Nasional Golkar pada Oktober nanti.

Sehari sebelumnya, sejumlah tokoh senior sudah bertemu di Sekretariat Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) di Jalan Teluk Betung, Jakarta. Selain dihadiri Ginandjar dan Andi, pertemuan tertutup itu diikuti Ketua Presidium SOKSI Lawrence T.P. Siburian dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) Zainal Bintang.

Mereka menemui satu-satunya pendiri Golkar yang tersisa, Suhardiman. Di hadapan tokoh sepuh ini, mereka mengeluhkan pencapaian partai selama dipimpin Aburizal Bakrie. Selain kalah dalam pemilu legislatif, Golkar gagal mengusung calon presiden sendiri. Padahal Aburizal sudah berkampanye sejak tiga tahun sebelumnya.

Dalam waktu yang hampir bersamaan dengan pertemuan itu, Aburizal meneken koalisi permanen bersama partai-partai pengusung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa di Tugu Proklamasi, Jakarta. Langkah politik Aburizal ini memanaskan suhu di tubuh Golkar.

Perpecahan Golkar tak terjadi dalam semalam. Sejak jauh hari, tiga pilar pendiri partai, yaitu MKGR, Kosgoro 1957, dan SOKSI—yang biasa disebut Tri Karya—melabuhkan dukungan pada pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Padahal Golkar berdiri di kubu Prabowo. Polemik makin pelik ketika Poempida Hidayatullah, Agus Gumiwang Kartasasmita, dan Nusron Wahid dipecat karena mendukung Kalla.

Angin berbalik ketika hitung cepat pemilihan presiden oleh sejumlah lembaga survei memenangkan Jokowi-Kalla. Semua kubu bergerak cergas. Poros Muda Golkar yang dimotori Andi Sinulingga meminta Aburizal menyatakan menerima hitung cepat lewat jumpa pers. Wakil Ketua Umum Golkar Agung Laksono juga bergerak. Sejak 11 Juli, Agung melakukan safari keliling Jawa. Di sela acara, Agung mengumpulkan pengurus Golkar daerah. "Kami yakinkan mereka agar munas sesuai dengan konstitusi partai," kata Wakil Sekretaris Jenderal Golkar Leo Nababan, yang mendampingi Agung.

Jalan menuju musyawarah nasional tak lasuh. Munas di Pekanbaru pada 2009 merekomendasikan musyawarah berikutnya digelar pada 2015. Namun, berdasarkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai, musyawarah berikutnya seharusnya jatuh pada Oktober 2014, siklus lima tahunan. Kubu Aburizal berkeras patuh pada rekomendasi munas sebelumnya. "Mari ikuti aturan partai," ujar Sekretaris Jenderal Golkar Idrus Marham.

Jika Aburizal berkukuh tak menggelar musyawarah nasional tahun ini, pendukung Kalla punya cara lain, yakni munas luar biasa dengan syarat diusulkan oleh dua pertiga ketua Golkar provinsi. Jalan ini pun tak mudah karena Aburizal memiliki pendukung di daerah. "Kami patuh pada rekomendasi munas," kata Ketua Golkar Aceh Sulaiman Abda.

Toh, kubu pendukung Kalla tetap membidik celah kedua. Pengurus pusat diterjunkan mendekati pengurus daerah. Ketua Bidang Pemuda Golkar Yorrys Raweyai mendekati pengurus di Papua, sedangkan Wakil Sekretaris Jenderal Golkar Tubagus Ace Hasan mendekati pemilik suara Banten. Agung juga mengumpulkan kader sepanjang safari, seperti di Garut, Sukabumi, Tegal, Yogyakarta, Jombang, dan Situbondo. "Daerah pasti mendukung kami," ujar Yorrys.

Meski satu kata soal waktu musyawarah nasional, tokoh senior dan muda terbelah ihwal nama calon ketua umum. Andi Sinulingga ingin Golkar dipimpin tokoh muda. Sejumlah nama disodorkan, di antaranya kemenakan Kalla, Erwin Aksa; putra Ginandjar, Agus Gumiwang Kartasasmita; dan Nusron Wahid. Ia mengklaim semangatnya terinspirasi kepemimpinan Jokowi. "Sudah waktunya Golkar dipegang anak muda," kata Andi.

Erwin kalem menyikapi beredarnya nama dia di bursa ketua umum. "Jangan sampai Golkar pecah lagi," ujar bekas Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda ini. Sedangkan Agus Gumiwang enggan menang­gapi pencalonannya karena masih berada di luar negeri.

Tokoh senior seperti Agung dan Mohamad Suleman Hidayat, Bendahara Golkar di era Akbar Tandjung, juga menunjukkan minat. Nama lain yang muncul adalah Zainal Bintang. Andi mengatakan kader muda bakal bernegosiasi dengan tokoh senior. Tapi, jika mereka tak bersepakat, "Ya sudah, bertarung di munas saja."

Pada titik inilah, kata Andi, ke mana restu Kalla dilabuhkan menjadi penting. Saat acara buka puasa di rumah Kalla di Jalan Brawijaya, Jakarta, kasak-kusuk ini mulai muncul. Sebagai orang lama, Kalla dianggap paham keinginan kader. "Kami ini bicaranya cukup kode-kode," kata Zainal.

Kader muda tak tinggal diam. Momentum umrah bersama pada awal Agustus nanti bakal dimanfaatkan untuk melobi Kalla. Erwin Aksa ikut dalam rombongan ini. Satu nama diharapkan sudah disepakati kader muda sepulang dari Mekah. "Kami meminta pencerahan di Tanah Suci," ujar Andi.

Kalla memastikan tak meramaikan bursa calon ketua umum. Namun dia ingin membawa Golkar mendukung pemerintahannya. Alasannya, Golkar tak terbiasa beroposisi. Dia belum berpikir akan mendukung nama tertentu. "Semua kader sama di mata saya," kata bekas Ketua Umum Golkar ini.

Tak hanya menjadi jangkar koalisi, Kalla memuluskan Partai Persatuan Pembangunan merapat ke Jokowi. Wakil Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa menuturkan komunikasi dengan Kalla tetap intens. Jokowi dan Kalla mencuat dalam Musyawarah Kerja Nasional PPP di Bandung pada Februari lalu, tapi di tengah jalan Ketua Umum PPP Suryadharma Ali berbelok ke Prabowo. "Partai tak berdisiplin," ujar Suharso.

Tanda-tanda perlawanan bukan tak muncul. Seusai deklarasi Koalisi Merah Putih pada 27 Mei lalu di Hotel Sahid, Jakarta, 18 ketua dewan pimpinan wilayah PPP berkumpul di Hotel JS Luwansa. Bukannya membicarakan strategi pemenangan, mereka malah mendiskusikan nasib partai. "Kami ingin ada reformasi di tubuh partai," kata Ketua PPP Banten Muhammad Mardiono.

Kamis pekan lalu, 20 pimpinan wilayah kembali berkumpul di Hotel Arya Duta, Makassar. Ketua PPP Sulawesi Selatan Amir Uskara mengatakan mereka mengantisipasi dinamika politik, termasuk jika Jokowi-Kalla menjadi pemenang pemilu. "Perasaan kami ke Jokowi tak berubah," ujar Amir.

Pengurus menyiapkan dua opsi. Pertama, menggelar muktamar sebelum 9 Agustus untuk memilih ketua umum definitif. Kandidatnya antara lain Wakil Ketua Umum Lukman Hakim Saifuddin, Sekretaris Jenderal Romahurmuziy, dan Ketua PPP Ahmad Dimyati Natakusumah. Yang dicari adalah tokoh yang bersih dari korupsi. Lukman dianggap memenuhi kriteria ini. "Dia dikenal sebagai ’Mr Clean’ di partai," kata Suharso.

Mardiono mengatakan pengurus daerah belum mengerucut pada satu nama. Tapi dia setuju bahwa kriteria utama calon ketua umum adalah bebas korupsi. Lukman memilih menghindar dari rencana pencalonan. "Jika masih ada yang lain, jangan saya," ujar Menteri Agama ini.

Opsi lain, PPP menunjuk pelaksana tugas ketua umum pengganti Suryadharma. Salah satu kandidatnya adalah Suharso. Dalam musyawarah kerja nasional nanti, PPP bakal mengalihkan dukungan ke Jokowi. "Lebih jelas setelah 22 Juli," kata Suharso merujuk pada tanggal penetapan pemenang pemilu presiden.

Wayan Agus Purnomo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus