Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MESKI tak lagi begadang seperti sebelum pemilihan presiden 9 Juli 2014, wajah Hatta Rajasa terlihat kuyu dengan kantong mata yang masih menggelambir dan biru. "Mungkin belum terbalas saja rasa capeknya," ujar calon wakil presiden yang diusung koalisi Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Bulan Bintang ini, Jumat pekan lalu.
Selepas pencoblosan itu, kata Ketua Umum PAN ini, ia lebih banyak di rumah, membaca buku sambil memantau perkembangan berita. Sesekali ia bertemu dengan calon presiden Prabowo Subianto untuk membahas perkembangan terakhir penghitungan suara tim internal dan Komisi Pemilihan Umum, yang akan diumumkan pekan ini. "Mungkin juga karena saya gundah akibat ketegangan pemilihan presiden ini sangat tajam," ucapnya.
Berapa persen perolehan suara menurut penghitungan tim internal?
Kalau saya ngomong itu, kita akan terbelah lagi, karena ada klaim. Kita tunggu saja penghitungan KPU atau, jika harus ke Mahkamah Konstitusi, kita tunggu dari sana dan Âhormati itu.
Artinya, menang atau kalah akan ke Mahkamah Konstitusi?
Saya tak tahu. Laporan ke Mahkamah itu kan mekanisme yang disediakan jika dianggap pemilihan ada kecurangan. Saya tak tahu seberapa jauh keputusan KPU, tapi gugatan ke Mahkamah dibenarkan dalam pemilihan presiden. Tahun 2004 dan 2009 yang bedanya begitu besar saja digugat ke Mahkamah. Yang tak boleh itu pengerahan massa. Sebaiknya Polri melarang pengerahan massa. Demi kebaikan, persatuan, dan kerukunan, jangan sampai ada kerusuhan tanggal 22 Juli.
Tapi kemarin ada apel siaga seribu relawan pendukung Prabowo.…
Saya tak mengikuti soal itu. Saya tak mau melibatkan massa. Akan saya sampaikan itu ke pendukung. Menang dan kalah itu sudah biasa. Kita harus mengajak masyarakat ikut mendukung presiden terpilih. Sekarang kan masyarakat kita relatif terbelah.
Apa ada komunikasi dengan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk kemungkinan rekonsiliasi?
Dengan Jusuf Kalla belum. Tapi saya punya banyak sahabat di sana. Intinya, kami bicarakan bagaimana menjaga negara yang sudah banyak kemajuan ini jangan sampai terbelah hanya karena pemilihan presiden.
Dengan politikus yang lain? Anda kan dekat dengan Puan Maharani dari PDIP.…
Saya percaya persahabatan. Saya tak percaya orang membenci orang lain selamanya. Kalau saya menutup diri kepada Tempo, Anda akan selamanya menganggap saya mafia minyak. Padahal saya tak ada bisnis sekecil apa pun dalam minyak.
Apakah pandangan Prabowo sama dengan Anda soal rekonsiliasi dengan kubu Joko Widodo?
Dia juga sayang negeri ini. Akan saya sampaikan agar tak usah mengerahkan massa. Itu juga sudah dibicarakan sewaktu kami bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Apa yang bakal Anda lakukan sebagai wujud rekonsiliasi?
Saya tak akan kesulitan mengucapkan selamat jika Jokowi-JK menang. Hal sebaliknya juga dilakukan Jokowi-JK. Ini untuk mendidik masyarakat kita.
Sudah disiapkan jika menang atau kalah?
Sejak awal kami siap menang dan siap kalah. Masalahnya, ketegangan itu kan dipicu oleh hasil hitung cepat yang berbeda. Quick count itu ilmiah, tapi masyarakat kita belum siap dan tak semua paham. Ini yang bisa menyulut perpecahan.
Pemilu ini berat?
Saya tak suka fitnah yang tak memberikan pendidikan yang baik. Pemilihan presiden kali ini minim gagasan yang brilian, justru banyak kampanye negatif. Dan mungkin karena polarisasi media yang membuat pemilu kian tegang.
Soal koalisi permanen pendukung Anda, kok terkesan buru-buru?
Tujuannya antara lain menjaga Pancasila dan UUD 1945. Dalam sistem presidensial dan multipartai harus tecermin koalisi di parlemen agar tiga fungsi DPR berjalan baik. Jika DPR tak solid, berbagai kebijakan dan upaya pemerintahan tak akan efektif. Dan kita harus memastikan bahwa kemajuan yang dicapai sekarang tak boleh mundur, siapa pun presiden yang terpilih.
Asumsinya Prabowo-Hatta yang menang?
Anda salah. Jika asumsinya begitu, jika tak terpilih, koalisi bubar? Tidak seperti itu. Koalisi ini maksudnya nanti parlemen mendorong kebijakan yang baik dan mengkritik yang buruk. Jangan pernah berpikir koalisi untuk menjegal. Itu terlalu kasar.
Bagaimana teknisnya koalisi ini tak menjegal jika presiden terpilihnya Jokowi?
Lihat lagi poin dari saya: bangsa ini tak boleh mundur.
Ada kontrak antarpartai dalam koalisi permanen ini?
Pada akhirnya itu akan cair.
Tapi partai lain mungkin akan menyeberang.…
Namanya politik, pasti dinamis. Sejarah saja yang akan mencatatnya.
Andai Jokowi menang dan PAN diajak masuk pemerintahan, bagaimana?
Anda jangan tanya itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo