IMAM Bonjol, satu-satunya stadion di kota Padang minta perhatian
lagi. Stadion olahraga yang dulu bernama Banteng itu terasa
makin sempit. "Jangankan untuk pertandingan sepakbola
internasional, untuk tingkat desa saja terasa sempit juga"
begitu dikeluhkan seorang ketua bonden kepada TEMPO.
Tapi keluhan macam itu sebenarnya sudah terdengar sejak lama
juga. Bahkan tahun 1970, ketika dua lapangan kembar lainnya,
Dipo di pinggir laut Padang dipakai untuk kegiatan Padang Fair.
Dan setelah Padang Fair usai, kedua lapangan itu tidak
dikembalikan kepada status semula. Dan kini di sana makin
efektif untuk pembangunan sarana kesenian dengan telah
berdirinya teater tertutup yang megah.
Akan keadaan Imam Bonjol sendiri memang tidak makin membaik.
Dulu, sebelum pergolakan daerah, di sana tersedia fasilitas
untuk latihan atletik. Kini semua sudah pupus. Yang ada cuma
untuk sepakbola. Dan itupun makin sumpek juga. Bahkan dua bulan
lalu ketika Persipura berhadapan dengan tuan rumah, bangunan
lain yang menempel distadion itu rubuh. Beberapa penonton sempat
luka-luka.
Kurangnya sarana olahraga begitu memang telah dikeluhkan juga
oleh top organisasi lain, di luar sepakbola. "Kami terpaksa
berupaya sendiri untuk mencari tempat latihan" begitu pernah
dikeluhkan atlit tua Sumbar Yusri Nurdin.
Kapasitas stadion Imam Bonjol memang terbatas. Paling tinggi
hanya mampu menampung penonton tak lebih dari 20.000 orang. Tapi
jika ada pertandingan besar, stadion itu terpaksa menampung
sampai 35.000 penonton. Akibatnya tak cuma pertandingan
terganggu, tapi juga para penonton sendiri nyaris tak bisa
menyaksikan apa-apa.
Rimbo Kaluang
Dan perlunya sebuah stadion baru di Padang memang terasa makin
mendesak. Terutama setelah perebutan theropy Harun Zain Cup
II-1977 usai pertengahan bulan Agustus yang silam. Turnamen
memang semarak. Apalagi ini dilaksanakan menjelang berakhirnya
jabatan Harun Zain sebagai gubernur. Kegiatan itu sepenuhnya
digerakkan oleh Komda PSSI Sumatera Barat. "Turnamen akan
diteruskan tiap tahun, meskipun Harun Zain tidak lagi Gubernur
Sumatera Barat" kata ir. Haji Azwar Anas Komda PSSI daerah itu
yang akan menggantikan Harun Zain sebagai gubernur propmsi ini.
Yang menarik tentu saja akibat turnamen ini. Kegairahan
berolahraga khususnya sepakbola makin menjadijadi. Dan persoalan
ini tentu saja bermuara kembali kepada soal pokok: kebutuhan
lapangan. Lebih khusus lagi Padang memang pelu stadion baru
yang lebih representatif.
Walikota Padang bukan tak memahami soai itu. "Masalahnya
semata-mata soal prioritas" kata staf inti Balaikota kepada
TEMPO. Disebutkan bahwa selama ini kebijaksanaan yang dilakukan
baru berupa bantuan untuk perbaikan lapangan yang ada di
kampung-kampung di kota Padang. Dan Walikota drs. Hasan Basri
Durin menegaskan pula stadion baru memang akan dibangun di
kotanya. "Bekas pacuan Rimo Kaluang tempat stadion baru nanti"
katanya.
Rimbo Kaluang yang terletak di Padang Barat memang satu di
antara lokasi yang paling mungkin untuk hajat itu. Bukan saja
lapangan itu selama ini sudah terlantar, tapi pula lokasi di
sana akan menunjang pertumbuhan dan pengembangan kota. Tetapi
kapan'? "Gambarnya sudah siap. Tinggal bagaimana mencari dan
untuk itu" kata Hasan Basri Durin. Biaya yang diperlukan mmang
lumayan besar, yakni Rp 500 juta. Pembangunannya memang tak
mungkin liwat APBD- karena melihat pendapatan kota yang tak
gemuk. Walikota agaknya memang scdang mencari cara lain yang
lebih mudah. Kabarnya stadion itu kelak akan mirip stadion
Gelora Suhartatik Surabaya, yang baru saja tukar nama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini