MUNGKIN ini perlombaan pertama di dunia untuk jenis ini. Lima puluh lima orang ahli se-Yogyakarta berkumpul mengadu kecepatan, sambil memeriahkan Dies Natalis Universitas Widya Mataram (UWM) ke-3. Walaupun mereka profesional, ternyata masih juga gemetaran. Alat-alat yang sudah disiapkan - pendongkel, lem, kunci pas, alat pemanas, selain barang yang akan dikerjakan - mereka pegang-pegang dengan gugupnya. Bunyi pess . . . pess, gemerincingnya alat beradu dengan besi, disusul suara srog. . . srog, mewarnai perlombaan yang dibuka Rektor UWM pertengahan bulan lalu itu. "Kami punya anggapan bahwa profesi ini hanya ada di Indonesia lihat saja kalau pergi ke luar negeri, mana ada yang seperti ini di pinggir-pinggir jalan," ujar Harri Sudianto, koordinator Dies Natalis, kepada Yuyuk Sugarman dari TEMPO. Tiga hal diujikan: kualitas, ketepatan posisi, dan kecepatan. Dan Hadi Sugito, 35, profesional 10 tahun, keluar sebagai juara I mengalahkan 54 saingan, dengan waktu 16,2 menit. Hadiahnya Tabanas bernilai Rp 75 ribu. Juara kedua Wahono alias Tembong, 28,5 menit, Rp 50 ribu. Menyusul Sartopo, 23 menit (dengan hasil kurang bagus dibanding punya Wahono), Rp 25 ribu. Hadi Sugito juga mendapat sebuah papan nama - yang, "setelah dipasang, menyebabkan motor yang datang ke sini bertambah dua setiap harinya," katanya. Di tempat mangkalnya, di Shopping Centre Yogyakarta, papan itu memang terpampang dengan keren: Juara I Lomba Tambal Ban seYogyakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini