Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Diguyur Bocoran Tenaga Surya

Proyek pembangkit listrik tenaga surya di Kementerian Energi penuh dugaan korupsi. Dari titipan pejabat, setoran perusahaan, sampai pengaturan pemenang. Duit setoran mengalir ke kalangan birokrat, penegak hukum, dan keluarga menteri.

16 Januari 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DERING telepon seluler Ridwan Sanjaya menghentikan rapat panitia lelang proyek solar home system, satu malam di akhir Mei 2009. Semua anggota panitia yang hadir di ruangan pejabat pembuat komitmen proyek itu, di lantai tiga gedung Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, Kuningan, Jakarta, terdiam. Sang penelepon ternyata bos mereka, Direktur Jenderal Jacobus Purwono.

Sumber Tempo bercerita, Ridwan kemudian mengatakan diperintah bosnya menyiapkan duit US$ 50 ribu malam itu juga. "Akan diberikan kepada Sutan Bhatoegana sebagai uang saku perjalanan ke luar negeri," katanya. Tak banyak cakap, Ridwan memerintahkan tiga anggota panitia menukar tumpukan uang kertas Rp 100 ribu di brankas kantornya dengan pecahan dolar Amerika Serikat. Rapat yang membahas penentuan tiga besar kandidat proyek solar home system itu pun berakhir.

Dengan mobil Panther putih milik Ridwan, tiga orang itu segera bergerak ke Jalan Sabang, Jakarta Pusat. Di kawasan itu memang ada sejumlah tempat penukaran uang. Tiga tempat penukaran mereka datangi. Menjelang tengah malam, dolar terkumpul. Malam itu juga, kata sumber tadi, uang diantarkan orang suruhan Ridwan ke rumah Sutan.

Sumber Tempo bercerita, uang itu berasal dari perusahaan peserta tender solar home system alias pembangkit tenaga surya untuk keluarga jelata yang tinggal di kawasan yang belum terjamah listrik. Duit itu balas jasa Jacobus kepada Sutan. Wakil Ketua Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat periode 2004-2009 itu membantu mengawal Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan. "Jacobus cukup dekat dengan Sutan," kata sumber Tempo.

Jacobus tak menjawab panggilan dan pesan pendek ke telepon selulernya. Surat permintaan wawancara yang dikirim ke kantornya juga tak berbalas. Ridwan juga menolak diwawancarai. Sutan sendiri? Meski mengaku dekat dengan Jacobus, Sutan menyangkal pernah meminta uang US$ 50 ribu.

"Itu tidak benar," ujarnya. "Tanya ke mereka, rumahku di mana. Suruh mereka buktikan." Politikus Partai Demokrat ini mengaku tak ingat bepergian ke luar negeri pada periode itu. "Mana aku ingat lagi itu!"

Pengaruh Sutan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral juga terlihat dalam proyek solar home system. Dalam wawancara dengan Tempo akhir November lalu, Ridwan, yang kini terdakwa dalam proyek itu, mengaku bertemu dengan Sutan di ruangan Jacobus sebelum proses lelang solar home system untuk tahun anggaran 2009 dimulai, pada Maret. Saat itu, Sutan membawa dua perusahaan untuk dimenangkan: PT Baranang Bangka untuk pengadaan di Provinsi Bangka Belitung dan PT Paesa Pasindo ­Engineering di Bengkulu.

Ridwan menyatakan diminta Jacobus memenangkan perusahaan yang dibawa Sutan. "Tolong kalau bisa dibantu, karena dia kan sudah membantu kita di RUU Ketenagalistrikan," katanya meniru ucapan Jacobus. Belakangan, hanya Paesa Pasindo yang dimenangkan.

Setelah pengumuman pemenang lelang, Sutan menemui Jacobus dan Ridwan. Menurut Ridwan, Sutan marah besar. Dia bahkan mengancam mengusulkan penggantian Ridwan sebagai pejabat pembuat komitmen. Tapi Ridwan ngotot Baranang Bangka kalah bersaing dengan PT Eltran, yang mengikuti lelang paket serupa. "Saya sampai tersulut emosi. Saya pikir, ini orang DPR, tapi kok kelakuannya kayak gini." Sutan menyangkal lagi menitipkan dua perusahaan (lihat wawancara dengan Sutan Bhatoegana).

l l l

PENITIP perusahaan dalam proyek solar home system bukan Sutan seorang. Sumber Tempo di Kementerian Energi yang mengetahui persis perjalanan proyek ini mengatakan sejumlah pihak sudah meminta panitia memenangkan perusahaan tertentu sebelum lelang dimulai.

Kesaksian Ridwan Sanjaya dalam berita acara pemeriksaan juga membenarkan adanya titip-menitip itu. Ia menyebutkan sejumlah anggota DPR periode 2004-2009 mendatanginya dan membujuk agar perusahaan yang dibawa wakil rakyat bisa kebagian duit proyek Rp 526 miliar, yang terbagi dalam 28 paket.

Ridwan menyebutkan di antaranya ada Muhammad Zubair dari Partai Kebangkitan Bangsa dan Juslin Nasution dari Partai Golkar. Selain keduanya, dalam berita acara pemeriksaan Ridwan tersebut nama Sonny Keraf, anggota DPR periode lalu yang juga mantan Menteri Lingkungan Hidup.

Ridwan juga menyebutkan Kepala Harian Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Gories Mere pernah menitipkan perusahaan. Sama dengan Sutan Bhatoegana, Gories bertemu dengan Ridwan di kantor Jacobus Purwono. "Gories Mere mengatakan membawahkan BNN dan Densus 88 (pasukan antiteror Detasemen Khusus 88) yang memerlukan banyak biaya," kata Ridwan kepada penyidik komisi antikorupsi.

Dalam pertemuan itu, Gories memperkenalkan perwakilan PT Citra Niaga yang mengikuti lelang solar home system di Sulawesi Tenggara. Belakangan, perusahaan itu dinyatakan menang meski sempat berada di posisi kedua.

Ridwan juga mengaku bertemu dengan Andre dan Astuti, kerabat Menteri Energi saat itu, Purnomo Yusgiantoro. Menurut Ridwan, Andre membawa dua perusahaan agar bisa menang di Sumatera Selatan dan Sulawesi Tenggara. Ternyata, PT Amonra Daya Semesta, perusahaan yang dibawa Andre, kalah oleh Citra Niaga, yang diajukan Gories. "Andre dan seseorang yang mengaku sebagai adik Purnomo datang menemui saya dan marah-marah."

Perusahaan Astuti pun kalah bersaing. Menurut pengakuan Ridwan, Jacobus Purwono memintanya memberi kompensasi kepada dua kerabat Purnomo itu. Andre mendapat Rp 500 juta, dan Astuti Rp 300 juta.

Mereka yang disebut Ridwan membantah keterangan itu. Zubair mengaku mengenalkan PT Spectra kepada Ridwan. Tapi dia tak pernah berpesan agar perusahaan itu dimenangkan. "Buktinya, perusahaan itu kalah," ujar Zubair. Juslin pun mengaku tak mengenal Ridwan meski dia mengenal Jacobus Purwono. Juslin menyatakan tak terlibat dalam proyek solar home system. "Perusahaan apa yang dititip? Itu bisa memfitnah."

Adapun Sonny Keraf, anggota Komisi Energi DPR periode 2004-2009, mengaku pernah diminta pengusaha asal Nusa Tenggara Timur mempertemukannya dengan Jacobus. Setelah membuka akses pengusaha itu, Sonny tak ikut campur lagi dalam proses lelang.

Gories Mere juga membantah terlibat dalam proyek. Kepada Indra Wijaya dari Tempo, Gories mengaku tak kenal Ridwan. Ia pernah bertemu dengan bos Ridwan, Jacobus Purwono, supaya Direktur Jenderal Listrik itu memasok listrik ke daerah konflik seperti Ambon dan Poso. "Waktu itu saya masih jadi Wakil Kepala Bareskrim Polri, mengurusi daerah-daerah konflik," katanya.

Andre, yang disebut sebagai kerabat Purnomo Yusgiantoro—kini Menteri Pertahanan—belum memberi keterangan tentang keterlibatannya dalam proyek solar home system. "Nanti saja kita ketemu," katanya. Pertanyaan yang dikirim melalui surat elektronik tak dijawabnya. Sedangkan Purnomo justru mengaku tak mengenal Andre dan Astuti. Ia juga membantah ada titip-menitip dalam proyek itu. "Enggak ada itu."

l l l

KISRUH proyek pengadaan solar home system muncul setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Jacobus Purwono sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan pembangkit listrik 50 watt tahun anggaran 2007-2008, pada Juni 2010. Komisi juga menyatakan pejabat pembuat komitmen proyek periode itu, Kosasih, berstatus tersangka. Dua bulan kemudian, Jacobus menjadi tersangka lagi dalam proyek serupa untuk tahun anggaran 2009. Ridwan Sanjaya turut menjadi tersangka.

Sumber Tempo yang mengetahui proses lelang menyebutkan aroma korupsi memang keras tercium. Salah satunya, banyak perusahaan peserta tender menyetor uang kepada Ridwan. "Tradisi setorannya minimal sepuluh persen dari nilai proyek, tapi sering kali lebih," katanya. Menurut sumber ini, uang itu disimpan di empat brankas di kantor Ridwan dan stafnya. "Brankasnya penuh semua."

Komisi Pemberantasan Korupsi telah menyita catatan penerimaan dan pengeluaran yang dibuat staf Ridwan. Paling tidak, lebih dari 20 perusahaan menyetor. Jumlahnya pun lebih dari Rp 15 miliar. Ridwan mengaku catatan itu dibuat atas perintah Jacobus, meski dia juga mengatakan catatan itu bukan jumlah sebenarnya. Ridwan juga mengaku membuat daftar perusahaan yang direkomendasikannya menang, meskipun panitia belum selesai mengevaluasi peserta tender. "Daftar itu tak mengikat," ujar Ridwan.

Dalam salinan dokumen pemeriksaan Ridwan terungkap sebagian aliran dana dari rekanan itu masuk ke DPR. Ridwan mengeluarkan Rp 1,75 miliar untuk sejumlah politikus Senayan, termasuk biaya perjalanan Sutan Bhatoegana ke luar negeri. Duit sebesar Rp 2,5 miliar dikeluarkan untuk pembahasan Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan dan biaya pembahasan anggaran Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi—kini dipecah menjadi Direktorat Jenderal Listrik dan Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi.

Aliran dana ke kalangan internal Kementerian Energi juga tercatat. Jacobus pernah menerima uang sekitar Rp 1 miliar untuk menutupi permasalahan proyek tahun 2007-2008 yang sedang diselidiki Kejaksaan Agung. Jacobus juga meminta Rp 450 juta untuk membayar tunjangan hari raya pegawai di direktoratnya menjelang Idul Fitri 2009. Sebanyak Rp 178 juta dikeluarkan untuk keperluan Dharma Wanita Kementerian Energi. Juga Rp 1 miliar untuk pembangunan monumen pertambangan dan energi di kantor menteri. Panitia lelang tak ketinggalan menerima uang yang besarnya Rp 20-150 juta.

Komisi antikorupsi menggunakan catatan itu untuk menelusuri siapa saja penikmat duit setoran para rekanan. "Seluruh pengeluaran didasarkan pada instruksi dan sepengetahuan Jacobus Purwono," kata Ridwan kepada Komisi.

l l l

KANTOR Ridwan pada satu malam di pertengahan 2009 masih dipenuhi kesibukan. Sejumlah anggota staf memasukkan uang pecahan Rp 100 ribu ke dalam tas hitam. "Jumlahnya Rp 700 juta," kata sumber Tempo yang mengetahui kesibukan itu. Menurut dia, Ridwan mengatakan uang itu akan diberikan ke Jaksa Agung Muda Intelijen Wisnu Subroto.

Tak lama, Ridwan dan stafnya menuju Hotel Nikko dengan dua mobil. Di sana sudah menunggu Jacobus Purwono dan Wisnu Subroto. Setiba mereka di Nikko, pertemuan singkat digelar di lobi. Setelah itu, Jacobus, Ridwan, dan Wisnu memasuki salah satu ruangan di lantai dasar hotel. "Di sana uang berpindah," kata sumber ini. Menurut dia, uang itu diberikan untuk menghentikan penyelidikan Kejaksaan Agung atas dugaan korupsi pengadaan solar home system tahun anggaran 2007-2008. Terbukti, Kejaksaan tak melanjutkan kasus itu ke tingkat penyidikan.

Jaksa Agung Muda Pengawasan Marwan Effendy membantah ada penghentian perkara karena kasus itu baru sampai penyelidikan. "Belum ditemukan perbuatan melawan hukum," kata Marwan, yang saat itu menjabat Jaksa Agung Muda Pidana Khusus. Marwan menyatakan hanya mendapat laporan bahwa kasus itu tak diteruskan oleh jajaran Jaksa Agung Muda Intelijen.

Wisnu Subroto tak memberi tanggapan soal penyerahan uang. Satu telepon selulernya tak aktif. Ketika Tempo menghubungi nomor lain yang diketahui sebagai miliknya, suara di ujung sana berujar, "Salah sambung." Telepon ditutup.

Toh, Ridwan Sanjaya mengakui adanya aliran dana Rp 700 juta ke Wisnu Subroto. Ia juga membeberkan pertemuan di Hotel Mulia pada awal 2009. Jacobus, Kosasih, dan Ridwan menemui Wisnu dan dua anggota stafnya. Ridwan mengaku memberikan Rp 200 juta ke Kosasih, yang kemudian menyerahkannya ke pejabat Kejaksaan Agung itu. Saat itu, Jacobus menjanjikan proyek tahun 2009 kepada Kejaksaan. "Seingat saya, Kejaksaan meminta paket Provinsi Sumatera Barat dan Sumatera Selatan."

Tenaga surya itu akhirnya bocor ke mana-mana….

Pramono, Setri Yasra, Dimas Siregar, Anton Aprianto, Mahardika Satria


Bocor Setrum Sampai Jauh

PROYEK solar home system dirancang untuk menerangi ratusan ribu rumah yang belum terjamah listrik. "Masih ada 35 persen masyarakat yang belum menikmati listrik," kata anggota Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia, Rifky Ibrahim. Ternyata—seperti banyak "proyek mulia" lainnya—program ini menjadi bancakan banyak orang.

Pengadaan
Pada 2007, diadakan 33 ribu unit dan disusul 40 ribu unit. Terakhir, 77 ribu unit dibeli dua tahun kemudian. Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi, total nilai proyek ini Rp 1 triliun. Awalnya diadakan untuk semua provinsi, selain Jakarta. Belakangan, pengadaannya dibagi dalam 28 wilayah dengan beberapa provinsi digabung dalam satu paket.

Panel Surya
Alat pengubah cahaya matahari menjadi listrik ini bisa menyalakan satu lampu selama 12 jam per hari terus-menerus, dua lampu selama lima jam per hari bergantian, dan satu radio transistor enam jam per hari.

Kerugian Negara
Total kerugian negara untuk proyek 2007-2008 Rp 119 miliar. Kerugian pada 2009 diperkirakan Rp 150 miliar.

Kronologi

21 Maret 2007
Di depan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro membagikan secara simbolis panel pembangkit listrik tenaga surya.

2008
Pemerintah menyediakan 40 ribu unit solar home system (SHS).

Maret 2009
Pejabat pembuat komitmen di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Ridwan Sanjaya, berkunjung ke Cina melihat pabrik SHS atas undangan Ketua Asosiasi Perusahaan Surya, Alexander Mariat.

Juni 2010
Jacobus Purwono, Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Kosasih, pejabat pembuat komitmen proyek tahun anggaran 2007-2008, ditetapkan sebagai tersangka

Agustus 2010
Jacobus Purwono kembali menjadi tersangka dalam kasus yang sama untuk korupsi tahun anggaran 2009, bersama Ridwan Sanjaya.

15 Juli 2011
Ridwan Sanjaya ditahan.

Dalam Sengatan Setrum

Asal Duit
Berdasarkan catatan yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi, panitia lelang menerima lebih dari Rp 15 miliar dari sekitar 20 perusahaan peserta lelang. Diduga merupakan setoran sejumlah perusahaan, dana mengalir ke mana-mana:

1. Panitia
- Ridwan Sanjaya (pejabat pembuat komitmen proyek 2009) Menerima uang dari rekanan. Membagikan uang itu ke pejabat birokrat, pejabat hukum, dan anggota DPR. Mengatur pemenang tender.
- Jacobus Purwono (bekas Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi) Menerima uang dari rekanan. Ia juga mengatur pemenang lelang.
- Kosasih, pejabat pembuat komitmen proyek 2007-2008 Menerima uang dari rekanan.

2. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Sejumlah kegiatan di Kementerian dibiayai dana dari Ridwan, termasuk pembangunan patung.

3. Andre dan Astuti
Keduanya disebut-sebut sebagai saudara Purnomo Yusgiantoro. Mereka membawa perusahaan agar dimenangkan. Purnomo membantah kenal.

4. Penegak Hukum
- Wisnu Subroto, ketika itu Jaksa Agung Muda Intelijen Diduga menerima dana sebagai imbalan penghentian penyelidikan atas dugaan korupsi pengadaan SHS pada 2007-2008. Wisnu juga diduga menitipkan perusahaan agar menang tender.
- Komisaris Jenderal Gories Mere, Kepala Badan Narkotika Nasional Menemui Jacobus Purwono dan Ridwan Sanjaya. Menurut pengakuan Ridwan, Gories menitipkan perusahaan agar menang lelang. "Saya tidak ada urusan dengan Kementerian ESDM," kata Gories.

5. DPR
- Berdasarkan catatan yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi, Ridwan mengeluarkan uang Rp 1,75 miliar untuk sejumlah anggota DPR. Ada juga pengeluaran Rp 2,5 miliar untuk pembahasan Rancangan Undang-Undang Kelistrikan dan biaya pembahasan anggaran Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi.
- Sutan Bhatoegana (anggota DPR sejak 2004) Diduga meminta US$ 50 ribu ke Jacobus Purwono untuk biaya perjalanan ke luar negeri. Sutan juga menitipkan dua perusahaan agar dimenangkan.
- Sonny Keraf (anggota DPR periode 2004-2009) Menitipkan perusahaan untuk dimenangkan.
- Muhammad Zubair (anggota DPR periode 2004-2009) Menitipkan perusahaan ke Ridwan supaya dimenangkan.
- Juslin Nasution (anggota DPR periode 2004-2009) Menitipkan perusahaan ke Ridwan supaya dimenangkan.

Naskah: Pramono
Bahan: Dimas Siregar, Evan (Pusat Data dan Analisa Tempo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus