Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAUH sebelum perkara suap menyohorkan namanya, bisa dibilang sekutu dekat Muhammad Nazaruddin adalah Sutan Bhatoegana. Dihubungkan kedekatan kampung halaman di ujung Sumatera, mereka juga sama-sama politikus Partai Demokrat. "Kedekatan" keduanya juga terlacak dari perkara hukum yang berpangkal pada kongsi bisnis batu bara.
Adalah Daniel Sinambela yang bersinggungan dengan dua politikus itu. Menurut pengacaranya, Kamaruddin Simanjuntak, perkenalan dengan Sutan membuat Daniel terhubung dengan Nazaruddin. Mereka kemudian bekerja sama dalam usaha pemasokan batu bara untuk perusahaan negara. "Sampai akhirnya kerja sama itu berantakan dan klien saya masuk penjara," katanya pekan lalu.
Dalam penilaian Kamaruddin, Sutan Bhatoegana sangat piawai dalam urusan tender pengadaan barang di kantor-kantor pemerintah. Kamaruddin masih ingat pengakuan Daniel, yang menceritakan pengalaman dalam proyek pengadaan batu bara untuk PT PLN. Mengutip kliennya, Sutan dan Nazaruddin bisa memanggil direktur perusahaan listrik negara itu ke hotel. Dua politikus itu juga disebutnya leluasa memilih proyek yang mereka inginkan.
Ketika diperiksa sebagai tersangka perkara penggelapan dana perusahaan—kasus ini dilaporkan Nazaruddin ke polisi—Daniel menyatakan sebagai Direktur PT Matahari Anugrah Perkasa diajak Bendahara Umum Partai Demokrat itu menggarap proyek pengadaan batu bara. Ketika itu, PLN melaksanakan tender tujuh paket pengadaan dengan volume masing-masing 40 ton. Total senilai Rp 20 miliar.
Untuk mendapatkan proyek itu, digelar pertemuan di Hotel Ambhara, Jakarta Selatan, pada Agustus 2010. Sutan dan Nazaruddin mengundang Direktur PLN Nur Pamudji—sekarang direktur utama. Menurut Daniel, Nazaruddin meminta Nur Pamudji membantu perusahaannya mendapatkan proyek. Ketika itu, kata Daniel, Nur menjawab, "Silakan mendaftar tender, nanti akan saya bantu prosesnya."
Tak berapa lama, perusahaan Daniel yang berkongsi dengan Nazaruddin kebagian proyek. Tapi, dalam perjalanannya, Matahari Anugrah gagal memenuhi kontrak. Pengiriman dua tongkang batu bara tidak bisa terlaksana. Pembayaran untuk pengiriman pertama juga dipotong PLN karena spesifikasinya tidak sesuai.
Perusahaan itu juga dikenai penalti karena gagal memenuhi perjanjian. "Mereka tidak perform," ujar Nur Pamudji. "Kami akhirnya memutuskan kontrak kerja sama." Sesuai dengan kesepakatan, kalori minimal batu bara keperluan PLN adalah 4.300. Ternyata, batu bara pasokan PT Matahari hanya 3.700. Kongsi dagang itu berakhir dengan sengketa. Nazaruddin melaporkan Daniel ke polisi dengan tuduhan penipuan. November lalu, Daniel divonis hukuman penjara 16 bulan.
Kamaruddin menegaskan, Sutan tidak sekadar membantu Nazaruddin dan Daniel mendapatkan proyek di PLN. Ketika kasus bergulir, Sutan pula yang diutus Nazaruddin menagih utang Daniel. Dalam pertemuan di Plaza Senayan, Jakarta, Sutan mendesak orang tua Daniel mengembalikan uang yang sebetulnya merupakan modal kerja sama usaha. "Saya punya rekaman suara dia," katanya.
Sutan tidak membantah soal pertemuan dengan Direktur PLN. Menurut dia, itu hanya upayanya membantu kader partai mengembangkan bisnis. "Apa salahnya saya mengenalkan?" ujarnya. "Mereka harus tetap di jalur resmi." Dia juga membenarkan ikut membantu "menyelesaikan masalah bisnis Daniel dengan Nazaruddin".
SEPAK terjang Sutan dalam urusan tender juga dirasakan Ridwan Sanjaya, pejabat Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, yang menjadi terdakwa korupsi pengadaan solar home system. Dia mengatakan pernah dimarahi Sutan karena tidak memenangkan dua perusahaan titipannya. "Saya pikir anggota DPR kok begini kelakuannya," kata pria kelahiran Makassar yang kini menghuni tahanan Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI itu.
Menurut Ridwan, sehari setelah panitia tender mengumumkan pemenang, Sutan melabrak kantornya. Sambil menggandeng seorang pengusaha, dia masuk ke ruangan Jacobus Purwono, Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi. "Di sana Sutan mengancam mencopot jabatan saya sebagai pejabat pembuat komitmen," ujar Ridwan.
Sumber Tempo di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengatakan perangai Sutan itu tak lepas dari kedekatannya dengan Jacobus. Selain sering main golf, mereka pernah bepergian ke luar negeri bersama. "Beberapa kali dia datang bersama pengusaha yang ingin mendapat proyek," katanya.
Jabatan Sutan sebagai salah satu pemimpin Komisi Energi DPR dari partai penguasa merupakan modal ampuh mendekati pejabat. Apalagi, kata sumber tadi, Sutan menjadi jangkar Direktorat Jenderal Listrik dalam berhubungan dengan DPR pada pembahasan Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan. "Seluruh urusan ke Senayan selalu lewat Sutan," ujarnya.
Sutan membantah tudingan Ridwan. "Saya kenal saja tidak, kok, dibilang mengancam," katanya. Dia membenarkan dekat dengan Jacobus dan sering main golf bersama. "Wajar dekat, karena saya jadi mitra Kementerian Energi lebih dari lima tahun."
Soal tuduhan menjadi kepanjangan tangan Jacobus dalam urusan dengan DPR, Sutan bilang itu gosip belaka. "Nama saya dan Partai Demokrat memang sexy untuk digosipkan," katanya.
SUTAN, yang lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara, pada 1957, memulai karier politik di Partai Demokrat pada 2003. Kedekatannya dengan VenÂtje Rumangkang, salah satu pendiri partai biru itu, menjadi kunci pembuka Sutan menuju gedung Dewan Perwakilan Rakyat pada Pemilihan Umum 2004. Di Senayan, dia mendapat tempat sebagai Wakil Ketua Komisi Energi dan Pertambangan. Setahun menjadi anggota DPR, nama Sutan terus melesat. Ia dikenal selalu berbicara lantang mengenai berbagai persoalan energi dan pertambangan.
Bintangnya sedikit pudar setelah Kongres Partai Demokrat I di Sanur, Bali, Mei 2005. Sutan, yang satu kubu dengan Ventje, berada di kelompok yang kalah dalam persaingan perebutan kursi ketua umum. Ventje dikalahkan Hadi Utomo, ipar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pendiri Partai Demokrat.
Gagal meraih kursi ketua umum, Ventje Rumangkang keluar dari Demokrat, lalu mendirikan Partai Barisan Nasional. Sumber Tempo di Demokrat mengatakan Sutan sempat berencana pindah ke partai baru itu. "Pada 2008, ketika penyusunan calon anggota badan legislatif, dia mendaftarkan diri ke Barnas," katanya.
Menjelang penyusunan daftar akhir calon, Sutan membatalkan pendaftarÂannya. Sumber tadi mengatakan Sutan mencabut berkasnya setelah Demokrat memberi lampu hijau untuk menjadi calon dari partai itu. Ia berebut suara di daerah pemilihan Sumatera Utara 1, dan terpilih.
Sutan mengakui mengenal dekat Ventje. Dia juga membenarkan pernah dicalonkan Barnas menjadi anggota Dewan. Saat itu Barnas menawarkan nomor urut satu, sedangkan Demokrat hanya nomor urut dua. "Namun saya tetap di Demokrat karena nomor urut tidak penting," ujarnya. Keputusan ini tepat. Ketika pemilu digelar, Sutan kembali terpilih dan melenggang menjadi anggota DPR periode 2009-2014.
Pada Kongres Partai Demokrat II di Bandung, Mei 2010, Sutan kembali membuat pilihan jitu. Dia bersama Nazaruddin dan Jhonny Allen Marbun menjadi pengusung utama Anas Urbaningrum. Berkat dukungan itu, ia mendapat jabatan Ketua Departemen Ekonomi.
Ketika kasus korupsi pembangkit mencuat, Sutan mengaku tidak terpengaruh. Dia malah menantang Komisi Pemberantasan Korupsi. "Silakan saja, saya siap," katanya. Ia didukung koleganya di Demokrat. Marzuki Alie, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dan Wakil Ketua Dewan Pembina Demokrat, mengatakan, "Saya tidak percaya dia terlibat."
Setri Yasra, Isma Savitri, Dimas Siregar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo