Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dinasti Baru Anak-Menantu

Ada yang yakin Sarwo Edhie punya wahyu keprabon untuk memimpin negeri ini. Munculnya anak dan menantunya di panggung politik sudah disiapkan.

7 November 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SILSILAH keluarga merupakan sesuatu yang amat penting bagi Sarwo Edhie Wibowo. Dalam bab awal buku Kepak Sayap Putri Prajurit, Ani Yudhoyono—putri ketiga Sarwo—bertutur tentang pentingnya garis keturunan itu untuk sang ayah. "Sejarah keluarga adalah sesuatu yang kami hafal di luar kepala," tutur Ani—yang terlahir dengan nama Kristiani Herrawati. "Sejak kecil, Papi menanamkan penghargaan pada leluhur."

Sejak belia, anak-anak Sarwo Edhie selalu mendapat cerita tentang garis darah keluarga mereka yang bisa dirunut sampai trah raja-raja Jawa. Darah ningrat itu mengalir dari ibunda Sarwo Edhie—Raden Ajeng Sutini—yang masih terhitung keturunan dari Hamengku Buwono I. Salah satu kakek moyang Sarwo Edhie, konon, Raden Mas Surokusumo, kurir kepercayaan Pangeran Diponegoro.

Tak aneh jika sebagian kerabat keluarga itu yakin benar wahyu keprabon alias mandat spiritual untuk menjadi pemimpin negeri ini sebenarnya ada pada Sarwo Edhie. Keyakinan ini juga dibenarkan oleh orang dekat keluarga tersebut. "Mereka yakin wangsit atau apa pun itu kini turun pada anak-anaknya," kata satu orang dekat keluarga Sarwo Edhie, awal Oktober lalu.

Entah ada hubungannya entah tidak, yang pasti keturunan Sarwo Edhie sekarang memang tampil di puncak panggung politik nasional, mengambil peran yang tak pernah sempat dilakoni ayah dan kakek mereka.

1 1 1

POSTER bergambar Ani Yudhoyono itu tampak menonjol. Dipasang di ruang tamu rumah Ketua Pengurus Ranting Muslimat Nahdlatul Ulama di Desa Jambangan, Kecamatan Papar, Kediri, Jawa Timur, semua orang bisa melihatnya. "Rumah saya memang sering jadi tempat berkumpul ibu-ibu di sini," kata si empunya rumah, Siti Ambarwati, ketika ditemui Tempo awal Oktober lalu.

Poster itu bagian dari sosialisasi Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan yang dimulai Badan Ketahanan Pangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada pertengahan Mei 2010. Siti sendiri Ketua Kelompok Wanita Tani Sekar Arum di desa ini. Lewat program tersebut, pemerintah mendorong ibu rumah tangga menyediakan makanan berbahan dasar nonberas untuk keluarganya.

"Ini memang program untuk ibu-ibu. Gagasannya dari Ibu Negara," kata Siti lagi. Untuk program selama 10 bulan, mereka menerima bantuan Rp 3 juta, buat biaya pelatihan, konsumsi rapat, dan pembelian mesin giling untuk membuat tepung dari singkong dan ketela pohon. Setiap pekan, rapat kelompok tani itu digelar di rumah Siti, persis di depan poster Ani Yudhoyono—yang mengacungkan ketela pohon seraya tersenyum lebar.

Poster berukuran jumbo itu tak hanya ada di rumah. Sedikitnya ada 2.000 desa di seluruh Indonesia yang menjadi bagian dari program ketahanan pangan ini. Sasarannya ibu-ibu rumah tangga, yang rata-rata juga aktif di poliklinik desa dan posyandu.

Lewat program ini dan seabrek kegiatan Ani Yudhoyono lainnya—mulai mobil pintar untuk mendorong minat belajar anak, program penanaman pohon, dan kredit mikro untuk perempuan—pelan tapi pasti, popularitas istri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini terus menanjak. Hasil jajak pendapat sudah menunjukkan soal ini. "Dari sisi kedikenalan, popularitasnya sudah baik. Tak ada yang tak mengenal Bu Ani," kata Burhanuddin Muhtadi, peneliti Lembaga Survei Indonesia.

Tapi, menurut Burhanuddin, kalau serius mengejar kursi RI-1 pada 2014, Ani perlu kerja keras menambah tingkat kedisukaan (likability) dan kedipilihan (electability). Survei politik termutakhir yang dirilis akhir Oktober lalu, misalnya, masih menempatkan Ani Yudhoyono dalam lima besar calon presiden yang diminati khalayak.

Adik laki-laki Ani, Jenderal Pramono Edhie Wibowo, juga mulai menarik perhatian publik. Posisinya sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat membuat Pramono dengan cepat dikenal khalayak ramai. "Tapi popularitasnya masih belum cukup. Masih perlu kerja keras," kata Burhanuddin.

Bisa jadi ini bukan hal sulit bagi Pramono. Ketika membuka program Tentara Manunggal Membangun Desa di Lapangan Linggang Amer, Kutai Barat, Kalimantan Timur, awal Oktober lalu, jenderal yang wajah dan perawakannya amat mirip Sarwo Edhie ini, misalnya, dielu-elukan masyarakat setempat.

Di pengujung acara, Pramono mendapat gelar adat tatau ulaak tanaa atau penguasa daratan dari pemimpin presidium masyarakat adat Dayak Kutai. "Kami yakin Pak Pramono nantinya bisa mempersatukan bumi Kalimantan," ujar Ketua Presidium Dewan Adat, Yustinus Dullah.

Pramono sendiri menolak berkomentar tentang masa depannya di panggung politik. Dia hanya tersenyum ketika ditanya apakah memang perjalanan karier militernya sampai sekarang ini tak lepas dari pengaruh nama ayahnya. "Saya hadir untuk program Tentara Manunggal Desa. Di luar soal itu, saya tidak menjawab," katanya.

1 1 1

KEMUNCULAN anak-anak Sarwo Edhie di panggung politik nasional tentu bukan sesuatu yang dipersiapkan kemarin sore. Sejak anak-anaknya masih kecil, Sarwo Edhie membekali mereka dengan berbagai keterampilan untuk tampil baik di depan publik. Dia bahkan tak segan mengarahkan anak-anaknya mengambil pilihan yang terbaik—bahkan sampai soal jodoh.

Pengamat militer Atmadji Sumarkidjo menunjuk bagaimana Sarwo Edhie—ketika menjadi Gubernur Akademi Militer—kerap memperkenalkan putri-putrinya dengan taruna militer terbaik di Magelang. "Kalau boleh disebut kolusi, mungkin itu satu-satunya kolusi yang pernah dilakukan Sarwo," ujar Atmadji sambil tertawa.

Terbukti kemudian, ketiga menantu Sarwo Edhie yang berasal dari Akademi Militer punya prestasi menonjol. Ada yang menjadi presiden, Panglima Kostrad, dan pemimpin partai.

"Sarwo Edhie juga mengikuti karier ketiga menantunya di militer dan membantu sebisanya," kata Atmadji. Ketika Yudhoyono lulus dari Akademi Militer pada Desember 1973, Sarwo dikabarkan sempat menulis surat rekomendasi agar dia diterima di pasukan elite Brigade Infanteri Lintas Udara 17/Kujang I. Surat itu konon dikirim kepada Panglima Kostrad Mayjen Himawan Soetanto—meski sebenarnya, tanpa surat itu pun, Yudhoyono tak akan kesulitan masuk Kostrad. "Dia kan lulusan terbaik Akademi Militer di angkatannya," ujar Atmadji.

Kabar soal bagaimana Sarwo Edhie membantu karier menantunya sempat sampai juga ke telinga Ani Yudhoyono. Di buku Kepak Sayap Putri Prajurit, dia sempat menuturkan kegundahannya. Ani mengaku sempat menangis dan sakit hati akibat tudingan itu. "Keberadaan Papi mulai disandingkan dengan langkah SBY. Sejumlah selentingan mulai hilir-mudik, melayangkan satu keyakinan, menantu jenderal pastilah kariernya dimudahkan," kata Ani dalam buku itu.

Ketika itu, karier Yudhoyono memang melejit cepat. Pada 1982, dia diangkat menjadi perwira pembantu muda bidang operasi di Markas Besar TNI Angkatan Darat di Jakarta, tanpa menjadi anggota staf batalion lebih dulu. Tak lama kemudian, dia mendapat penugasan belajar ke Infantry Officer Advanced Course di Fort Benning, Amerika Serikat.

Tak tahan digosipkan semacam itu, Ani menggugat ayahnya. "Suamiku sudah mati-matian bekerja, tapi kenapa selalu dihubungkan dengan Papi?" dia bertanya kepada ayahnya. Ketika itu, menurut Ani, Sarwo Edhie menanggapi kabar tersebut dengan ringan. "Ani, kehebatan prajurit tidak bisa ditentukan siapa di belakangnya. Medan pertempuran dan tantangan di lapangan akan menguji dia. Kamu tidak perlu sedih dan gelisah," kata Sarwo.

Kepada anak-anaknya, Sarwo Edhie pernah berpesan. "Bungah, susah, loro, kepenak, sing nggowo lan sing nggawe ingsun dewe," katanya. Artinya, kalau mau hidup senang, hidup susah, mau sakit, mau enak, semua bergantung pada kerja keras kita sendiri. Ada atau tidak wahyu keprabon, berhasil-tidaknya trah Sarwo Edhie membangun dinasti politik baru di Indonesia kini bergantung pada kerja keras mereka merebut simpati orang banyak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus