Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font face=arial size=1 color=#ff9900>Thailand</font><br />Banjir Air dan Kritik

Partai oposisi menilai Yingluck kurang optimal mengatasi banjir. Mereka mengajukan interpelasi.

7 November 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Puluhan karung berisi pasir itu terasa merusak keindahan hotel berbintang lima Anantara Bangkok Riverside. Hotel itu berada tidak jauh dari Sungai Chao Phraya, dan karung-karung itu ditumpuk untuk menangkal banjir. Luapan air Sungai Chao Phraya mengakibatkan banjir besar di Bangkok dan sejumlah provinsi.

Ada bantalan karung, ada pula pompa penyedot, yang siap bekerja jika saluran air gagal menahan luapan air. Sejauh ini tujuh perahu disiagakan jika keadaan bertambah gawat. "Ini upaya kami menjaga keselamatan para tamu," kata Francis Zimmerman, General Manager Anantara, Kamis pekan lalu.

Sampai pekan lalu, genangan air setinggi puluhan sentimeter masih menggenangi berbagai sudut kota. Sepuluh ribu pabrik dan 1,6 juta hektare kawasan pertanian terendam. Banjir terburuk selama 50 tahun itu menewaskan 427 orang dan memaksa 100 ribu warga mengungsi.

Wilayah utara Thailand, yang mayoritas dihuni kaum miskin, diprediksi semakin parah setelah pintu air Klong Wan Sam dibuka untuk menyelamatkan Kota Bangkok. Saat ini di sana genangan air masih setinggi pinggang orang dewasa dan merusak tanaman warga. Warga yang memprotes meminta galian saluran air yang diperdalam, bukan pintu air yang dibuka. Mereka menuding pembukaan pintu air hanya untuk menyelamatkan kawasan Bangkok dan lingkungan orang kaya.

Bencana banjir tak pelak menjadi ujian berat bagi pemerintah Perdana Menteri Yingluck Shinawatra, adik mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra, yang digulingkan lewat kudeta pada 2006. Kritik pedas bermunculan dan mengancam kestabilan politik. "Ini tak lagi hanya masalah bencana alam, tapi telah menjadi permainan politik yang ganas," kata Pavin Chachavalpongpun, pengamat politik Thailand dari Institut Studi Asia Tenggara, di Singapura, Ahad pekan lalu.

Yingluck sempat berdebat keras dengan Gubernur Bangkok Sukhumbhand Paribatra tentang pembukaan pintu air dan perluasan aliran air ke arah timur dan utara Thailand. Sukhumbhand, yang berasal dari partai oposisi, Demokrat, menilai langkah itu akan membawa dampak buruk bagi daerah yang terkena aliran air. Wilayah utara merupakan pendukung Partai Demokrat.

Menjawab serangan Sukhumbhand, Yingluck berkata, "Saya ingin Gubernur Bangkok bekerja dengan baik. Saya tidak ingin penanganan banjir di bawah otoritas Bangkok." Ia menekankan pemerintah pusat bertanggung jawab atas banjir yang melanda Bangkok dan Thailand.

Demokrat meminta Yingluck berani mengambil keputusan yang tegas dalam menyelesaikan masalah. "Pemerintah tidak perlu ragu mengambil kebijakan yang sulit," kata juru bicara Partai Demokrat, Chavanont Intarakomalyasut.

Oposisi juga mempertanyakan kesiapan pemerintah mengatasi bencana berkepanjangan. Mereka menuding pemerintah belum optimal melindungi wilayah yang terkena banjir. Pemerintah juga dianggap lamban mengevakuasi korban banjir dan mengatasi harga bahan pokok yang melonjak, termasuk revitalisasi sektor pertanian dan industri. "Kami akan mengajukan interpelasi," kata pemimpin partai oposisi, Laksanavisith Jurin, Selasa pekan lalu.

Desakan agar Yingluck memberlakukan situasi darurat pernah pula disampaikan oposisi. Kekuasaan sementara diambil alih militer di bawah Jenderal Prayut Chan-o-Cha. Namun Yingluck mengabaikan permintaan itu. Militer memiliki hubungan yang buruk dengan Thaksin dan pendukungnya, kelompok kaus merah. Yingluck khawatir keadaan darurat kelak digunakan militer untuk melakukan kudeta.

Menghadapi derasnya kritik, Ying­luck­ berjanji akan mengatasi banjir dalam tiga bulan ke depan. Semua fasilitas umum yang rusak pun akan dibenahi. Taksiran pemerintah, biaya untuk mengatasi banjir US$ 30 miliar, termasuk perbaikan sistem pengelolaan air dan rehabilitasi kawasan.

Jika anggaran pemerintah tidak memadai, kekurangannya akan ditutup melalui pinjaman dari Bank Pembangunan Asia dan suntikan modal para investor. "Kami harus siap untuk masa depan," kata Deputi Perdana Menteri merangkap Menteri Perdagangan, Na Ranong Kittirat.

Eko Ari (The Nations, Bangkok Post, Patayadailynews.com)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus