Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua RW 016 Pantai Mutiara Kelurahan Pluit Santoso Halim merasa janggal atas pencopotan jabatannya oleh Lurah Pluit Sumarno usai mengungkap dugaan pungutan liar atau pungli oleh anak usaha PT Jakarta Propertindo alias Jakpro. Sebelum dipecat sebagai Ketua RW, dia menerima dua surat peringatan yang masing-masing dilayangkan pada 7 dan 12 Desember 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Tapi dari surat balasan kami belum ada tanggapan dari lurah dan malah langsung dibuat rapat pembinaan," kata dia saat dihubungi Tempo, Senin, 19 Desember 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Lurah Pluit menerbitkan surat rapat pembinaan pada Senin malam, 12 Desember 2022 pukul 23.00 WIB. Santoso mengaku, dirinya dan banyak Ketua RT perumahan tidak menerima surat tersebut.
“Itu jadi terkesan dipaksakan dan dikondisikan supaya hal ini bisa terjadi. Ini bentuk tendensi terhadap kewenangan dari Pak Lurah, seharusnya berikan kami kesempatan untuk menjelaskan,” ucap dia.
Sebelumnya, Santoso mengungkap dugaan pungli oleh PT Jakarta Utilitas Propertindo (JUP), anak usaha PT Jakpro. Dia mengaku dimintai bayaran untuk tarif sewa lahan balai warga yang berdiri di atas lahan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) Perumahan Pantai Mutiara, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.
Praktik ini, tutur dia, sudah berlangsung cukup lama, bahkan beberapa periode kepengurusan RW sebelumnya. Santoso berujar masih menyimpan bukti transfer pembayaran sewa lahan balai warga yang dimintakan PT JUP.
"Ada tiga bukti transfer yang kami miliki dan sudah kami surati ke Pak Camat dan Pak Lurah,” terang dia.
Lurah Pluit menghentikan Santoso sebagai Ketua RW 016 Pantai Mutiara periode 2022-2025 pasca pengungkapan isu dugaan pungli. Selain diberi surat peringatan, kejanggalan lain adalah adanya laporan keluhan masyarakat dan sikap mosi tidak percaya terhadap Santoso.
Namun, Santoso mengaku tak mengetahui identitas warga tersebut. Total ada 46 penghuni apartemen yang menandatangani mosi tidak percaya. Di sana, lanjut dia, ada 1.500 unit apartemen. Santoso menuturkan RW 016 Perumahan Pantai Mutiara terdiri dari beberapa jenis permukiman, salah satunya apartemen.
"Totalnya itu ada sekitar 1.500 unit, tapi dengan 46 orang atau di bawah tiga persen itu Pak Lurah Sumarno tidak melakukan verifikasi," jelas dia.
"Kami lihat juga namanya, unitnya tidak lengkap, bagaimana kami tau itu warga kami atau bukan."
Perkara fasos fasum perumahan
Santoso merasa ada yang tak beres soal pengelolaan fasos dan fasum di Perumahan Pantai Mutiara. Misalnya saja penggunaan balai warga yang berdiri di lahan fasos dan fasum.
Dia menilai warga seharusnya berhak memanfaatkan fasos dan fasum di dalam area perumahan. Santoso juga menyayangkan belum ada penyerahan fasos dan fasum di perumahan yang sudah berdiri sekitar 36 tahun itu.
"Kendalanya adalah developer itu tidak mau menyerahkan ini ke pemerintah daerah. Jadi saya lihat pengakuan Jakpro terhadap aset tanah ini tidak benar," ujar dia.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.