Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gangsar Parikesit
[email protected]
JAKARTA – Pemerintah DKI Jakarta menyatakan akan memperbaiki sistem pengadaan lahan antara lain dengan transparansi harga kepada masyarakat atau pemilik lahan. Cara itu sekaligus untuk memangkas spekulan atau pemain tanah yang merugikan pemilik lahan dan pemerintah.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan jika informasi tentang harga tanah yang ditetapkan pemerintah secara terbuka diberitahukan kepada publik maka pemilik lahan tidak akan dirugikan. “Jangan sampai ada selisih antara yang diterima pemilik tanah dan yang dibayarkan oleh pemerintah,” ujarnya di Balai Kota, kemarin.
Anies mengungkapkan pada Desember 2017 DKI seharusnya membayar ganti rugi tanah masyarakat yang terkena program normalisasi sungai sebesar Rp 600 miliar. Namun, dia menahan pembayaran tersebut karena transaksi akan dilakukan secara tunai yang dnilainya rawan penyelewengan. Dampaknya, serapan anggaran pengadaan tanah di Dinas Sumber Daya Air rendah.
“Serapannya rendah lebih baik daripada saya mengeluarkan uang cash,” tutur Anies.
Sebelumnya, Kepala Dinas Sumber Daya Air Teguh Hendarwan menjelaskan transaksi pembayaran telah dilakukan secara non-tunai dengan transfer bank ke rekening pemilik lahan. Pembayaran dilakukan setelah lolos validasi legalitas kepemilikan lahan oleh Panitia Pengadaan Tanah. Panitia tersebut berisi lurah dan camat setempat serta perwakilan Badan Pertanahan Nasional.
Menurut Teguh, Dinas tidak mencampuri jika ada perjanjian jual-beli sebelumnya antara pemilik lahan dan pihak lainnya. “Itu urusan dia. Kami enggak urusi internalnya,” katanya.
Kuasa hukum pemilik lahan di tepi Sungai Ciliwung, Yose Carlo, menduga permainan para spekulan terstruktur. Dia kemudian menyetir poin-poin perjanjian antara kliennya dan pembeli lahan. Dalam perjanjian pemilik lahan menyepakati harga tanah Rp 900 ribu per meter persegi. Pemilik lahan kemudian diberikan uang tanda jadi sebagai pengikat.
Yose mengatakan, dalam perjanjian tadi disebutkan harga tidak bisa diubah dengan alasan apapun. Setelah pemilik lahan bertemu dengan Tim Pengadaan Tanah DKI, nilai ganti ruginya mencapai sekitar Rp 4,5 juta per m2. “Pemilik lahan sudah dikunci dengan surat pernyataan itu,” ucapnya, kemarin.
Tempo mendapat salinan perjanjian jual-beli tersebut. Salah satu poinnya juga menyebutkan jika dalam proses sampai dengan pelunasan terdapat gugatan dari pihak pemilik tanah mengenai harga yang telah disepakati bersama, pembeli akan memproses secara hukum pidana terhadap hal tersebut.
Badruzaman, salah satu pemilik lahan, menjelaskan kejanggalan lainnya, ialah pemilik lahan atau ahli waris wajib melakukan transaksi jual-beli dengan instansi pemerintah terkait. “Seolah transaksinya antara kami dan DKI, padahal kami sudah diikat sebelumnya,” kata pemilik lahan seluas 654 m2 di Kampung Poncol, Pasar Rebo, Jakarta Timur, tersebut.
Pihak pembeli belum memberikan penjelasan atas kebijakan DKI dan tuduhan Badruzaman. Panggilan telepon dari Tempo tidak direspons. Pesan pendek pun hanya dibaca.
JULNIS FIRMANSYAH
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo