Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan pelbagai upaya untuk meraih predikat kota ramah anak. Hasilnya, tahun ini, Jakarta mendapat penghargaan kota ramah anak dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam peringatan Hari Anak Nasional kemarin, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berpesan agar setiap warga Ibu Kota menganggap semua anak sebagai anak kandung atau saudara sendiri. "Setiap melihat anak, anggap anak sendiri, adik sendiri," ujar Anies di Balai Kota Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anies pun menyarankan agar warga Jakarta selalu menyapa anak-anak yang ditemui di jalan raya atau di mana pun, serta mengingatkan agar mereka tidak bermain di tempat berbahaya. "Kalaupun memberikan tugas atau tanggung jawab, berikan sesuai dengan takaran anak," kata dia, seraya berjanji akan meneruskan pelbagai program ramah anak.
Kepala Bidang Pergerakan dan Ketahanan Keluarga Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak, Hendry Novtrizal, menjelaskan, salah satu indikator agar sebuah kota bisa menjadi kota layak anak ialah terpenuhinya hak sipil anak. Untuk mencapai hal itu, anak harus memiliki identitas kependudukan berupa akta kelahiran.
Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak bekerja sama dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil agar seluruh anak di Jakarta memiliki akta kelahiran. "Dinas Kependudukan sampai turun ke bawah," kata Hendry. Hasilnya, saat ini setiap bayi yang lahir di Ibu Kota langsung mendapat akta kelahiran, kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, dan kartu identitas anak.
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta, Dhany Sukma, mengungkapkan, dari 3.319.743 anak di Jakarta, baru 3.056.308 anak, atau sekitar 92,06 persen, yang telah memiliki akta kelahiran. "Kami melakukan integrasi sistem pendataan dengan Dukcapil," ujarnya.
Komisioner KPAI, Jasra Putra, menilai cakupan kepemilikan akta kelahiran di DKI lebih tinggi dari target nasional. Adapun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional menargetkan 85 persen anak di Indonesia memiliki akta kelahiran pada 2019.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk DKI Jakarta, Tuty Kusumawati, menerangkan, demi mendapatkan predikat kota layak anak, pemerintah DKI juga berkampanye ke sekolah-sekolah untuk mencegah kekerasan terhadap anak. Kampanye serupa dilakukan terhadap masyarakat umum melalui program bina keluarga balita.
Di Jakarta, menurut Tuty, kekerasan terhadap anak, khususnya kekerasan seksual, sangat memprihatinkan. Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak mencatat, pada 2017, terjadi 699 kasus kekerasan terhadap anak di Ibu Kota. Rinciannya, kekerasan dalam rumah tangga sebanyak 263 kasus, kekerasan seksual 312 kasus, dan kategori lain 124 kasus.
Pada 2018, jumlah kekerasan terhadap anak meningkat menjadi 910 kasus, dengan rincian kekerasan seksual 492 kasus, kekerasan dalam rumah tangga 220 kasus, perdagangan manusia (trafficking) 5 kasus, dan kategori lainnya 193 kasus.
Dinas, menurut Tuty, juga telah membuka pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak di 19 lokasi. Pusat pelayanan terpadu itu dibuka di rumah susun dan ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA). Di tempat pelayanan terpadu itu, perempuan dan anak yang mengalami kekerasan mendapat pendampingan psikologi dan hukum.
Di samping itu, Tuty menambahkan, pemerintah DKI membuka layanan pengaduan terintegrasi melalui nomor telepon 112. "Fasilitas ini juga telah terintegrasi dengan Polda Metro Jaya," ucapnya. TAUFIQ SIDDIQ | FRISKI RIANA | GANGSAR PARIKESIT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo