Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dokter Palsu Jago Merayu

12 Juli 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APA yang terlintas di pikiran Anda jika bertemu dengan pria berpenampilan perlente, baju dan jas putih, plus stetoskop tergantung di leher? Dokter! Jika itu dugaan Anda, Anda menjadi orang ke-34 yang dapat dikelabui pemuda pengangguran Eko Nur Mahmudi. Alamak!

Eko memang lihai menyaru dan merayu. Dalam dua tahun (!) beraksi, pemuda 26 tahun ini berhasil memikat 33 gadis dari Surabaya hingga Denpasar. Hanya dengan mengaku selaku dokter muda, gadis-gadis itu rela memberikan uang saku padanya. "Saya tidak ingat jumlah persisnya, sekitar Rp 20 hingga Rp 25 juta," katanya.

Beruntung, tim reserse kriminal Kepolisian Kota Besar Surabaya berhasil meringkusnya dua pekan lalu. Dia ditangkap di Terminal Bungur Asih, Sidoarjo, setelah polisi menerima lima laporan dari para korban. Sebagian besar korbannya adalah keluarga pasien di rumah sakit. Dengan berbagai alasan—dari yang butuh ongkos bus, pulsa telepon habis, uang untuk praktikum, hingga membeli jarum suntik—dia berhasil menyedot uang gadis-gadis itu. "Dalam sehari, saya bisa berpacaran dengan tiga gadis di kota yang berbeda-beda," tutur Eko.

Ide brilian menjadi dokter itu muncul saat dia pergi ke Surabaya untuk mencari pekerjaan. Dalam pencariannya, lelaki asal Tangerang, Banten, ini berhenti di depan Rumah Sakit dr. Soetomo. Selama beberapa hari, sang penganggur hanya nongkrong di rumah sakit tersebut, menatap setiap dokter yang berseliweran. "Saya membayangkan bagaimana kalau yang memakai baju putih dan stetoskop itu adalah saya," ujarnya.

Impian itu seakan membawanya ke kenyataan ketika kartu tanda pengenal seorang dokter jatuh di lantai. Kartu itu langsung disambarnya dan foto sang dokter diganti dengan foto dirinya. Dia kemudian pergi ke toko pakaian membeli baju dan jas putih. Agar lebih meyakinkan, dia mematut diri dengan stetoskop. Lengkap sudah penampilannya, dan sejak itulah ia berhasil menipu puluhan gadis.

Meski telah mengoleksi banyak pacar, kepada polisi "Dokter" Eko mengaku tidak pernah memanfaatkan mereka untuk melayani hasrat seksnya. Dia juga tidak pernah memberikan pelayanan kesehatan. Untung saja, kalau salah suntik, kan bisa runyam.

Maradona dari Kupang

BETAPA kagetnya Esthon Foenay saat dirinya digoda cewek-cewek Israel. Selama menunaikan ziarah suci di Israel, Ketua KONI Nusa Tenggara Timur ini selalu dikerubuti gadis. Dia bahkan harus melayani permintaan foto bersama usai mengikuti misa suci di Gereja Stella Maris, bulan silam. "Saya kaget, bagaimana mereka bisa mengenal saya?" tanya Esthon.

Pertanyaan itu kemudian dilontarkan pada gadis-gadis berhidung mancung yang merubungnya. "Maradona, I love you..!" teriak salah seorang dara. Saat itulah dia baru sadar ada kekeliruan. Pemilik tubuh gempal dan rambut keriting itu disangka bintang sepak bola asal Argentina, Diego Armando Maradona.

Meski sempat menikmati kekaguman yang salah alamat itu, lama-kelamaan Esthon risi juga. Setiap dia bersama rombongan dari Timor itu jalan-jalan, selalu dirubung ibu-ibu dan gadis-gadis. Hal yang sama juga mereka alami saat mandi di Laut Mati. Para cewek yang rata-rata berusia di bawah 20 tahun itu mendekat dan beberapa di antaranya nekat memeluknya. "Saya jadi terheran-heran menyaksikan tingkah para gadis Yahudi ini," katanya.

Akhirnya Esthon menjelaskan kepada para penggemar semunya itu bahwa dirinya bukan Maradona, tetapi pria asal Indonesia dari Kupang, bersuku bangsa Timor. Namun mereka tidak peduli. Sekali "Maradona" harus tetap "Maradona", begitu mungkin pikir mereka. Bahkan Esthon dituduh mencoba mengelabui mereka.

Sayangnya Esthon tetap menolak dirinya sebagai Maradona. Andai saja dia pasrah dan mengaku sebagai bintang legendaris itu, mungkin bisa mendapat potongan harga saat belanja. Atau boleh jadi Esthon khawatir, jika ada yang kenal betul Maradona yang asli, ia akan jadi sasaran olok-olok. Bisa malu berat kan?

Agung Rulianto, Sunudyantoro (Surabaya), Jem's de Fortuna (Kupang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus