Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KAKI Enggar Wicaksono tampak pincang saat turun dari sepeda. Di depan satu-satunya supermarket di Cianjhen Fishing Harbor, Kaohsiung, Taiwan, punggung kakinya terlihat membengkak. Pada Senin siang lima pekan lalu itu, pemuda 22 tahun ini berniat membeli makanan cepat saji, yang sudah lama tak ia cicipi. Enggar baru dua hari menginjak daratan setelah berlayar di Samudra Pasifik selama hampir lima bulan.
Sepeda itu milik kenalannya di dermaga. Ia sudah satu setengah tahun bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) ikan Guo Tong berbendera Taiwan. Kapalnya bersandar hanya 500 meter dari toko kelontong tersebut. Kendati dekat, Enggar memilih tidak berjalan kaki. "Saya menyembunyikan rasa sakit ini di depan kapten kapal," katanya kepada Tempo di depan toko itu.
Ia takut rasa sakitnya itu akan membuatnya "cacat" di mata mandor dan kapten kapal. Selama ini pekerjaannya sebagai ABK dikategorikan tanpa cela. Ia pelaut berdokumen letter of guarantee (LG), dengan gaji US$ 300 per bulan. Status itu membuat pemuda asal Temanggung, Jawa Tengah, ini tak dilindungi asuransi. Kontraknya pun dengan mudah diputus pemilik kapal.
Luka itu ia peroleh persis sepekan sebelum kapal bersandar. Temannya sesama ABK lengah saat mengangkat jaring ikan. Besi penahan jaring jatuh dan menimpa kedua punggung kaki Enggar. Ia beruntung karena besi seberat satu kuintal itu hanya menyebabkan bengkak di kedua tapak kakinya.
Enggar memilih menahan rasa sakit ketimbang pulang lebih cepat. Kontraknya baru akan berakhir satu setengah tahun lagi. "Pemilik kapal akan memulangkan ABK letter of guarantee seperti kami jika dianggap tidak bisa bekerja di kapal," kata Purwanto, 20 tahun, rekan kerja satu kapal Enggar. Menurut Purwanto, ada banyak sekali kisah kecelakaan di atas kapal yang dialami ABK seperti dirinya. Mereka umumnya dipulangkan tanpa biaya pengobatan, pesangon, dan asuransi.
Cedera akibat kesalahan menarik jaring juga dialami Yanto, 32 tahun. Satu ruas jari telunjuk kirinya terputus akibat tersayat jaring saat kapalnya berlayar di laut Taiwan, sekitar November lalu. Namun nasibnya jauh lebih baik ketimbang Enggar.
Ia menerima uang asuransi NT$ 30 ribu atau sekitar Rp 12,5 juta. "Saya diliburkan ketika masih dalam perawatan dan tetap menerima gaji," kata Yanto sambil memperlihatkan telunjuknya yang buntung itu kepada Tempo. Yanto adalah salah satu ABK berdokumen resmi pemerintah Taiwan di Keelung, sekitar 25 kilometer dari Taipei. Ia kini sudah berlayar kembali dengan gaji US$ 500 per bulan.
Awalnya uang asuransi itu sulit dicairkan. Namun Yanto adalah ABK berdokumen resmi yang biasa disebut ABK lokal. "Mereka lebih terlindungi karena namanya tercatat sebagai tenaga kerja resmi dan memiliki kontrak yang jelas," kata Dwi Tantri, 49 tahun. Tantri juga bekerja di Keelung, tapi sering diminta bantuan mendampingi TKI yang terjerat masalah di Keelung atau Taipei. Atas bantuan Tantri pula akhirnya Yanto mendapatkan haknya dari sang pemilik kapal.
Kepala Bidang Tenaga Kerja Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia di Taipei, Devriel Sogia, mengaku kesulitan jika menemukan kasus seperti yang menimpa Enggar. Tak satu pun dari ABK berdokumen LG itu yang terdaftar di kantornya. Mereka sering terbentur dinding tebal jika menerima pengaduan dari pekerja kapal yang tidak terdaftar itu. "Kami kesulitan memberikan perlindungan maksimal kepada mereka," katanya.
DUA STATUS ABK
Sama-sama bekerja di laut tapi perlindungan hingga gajinya berbeda. Dalam dunia pelayaran, dikenal dua jenis pelaut, yakni "ABK lokal" dan "ABK LG"-kependekan dari letter of guarantee. Dalam kasus Taiwan, ini perbedaan mereka.
ABK LOCAL | ABK LG |
Bekerja di kapal berbendera Taiwan dan berlayar di perairan Taiwan | Berlayar di perairan internasional dengan kapal berbendera Taiwan |
Dokumen pelayaran legal | Menggunakan visa kunjungan sementara dan surat jaminan (letter of guarantee) dari perusahaan perekrutSebagian berangkat dengan dokumen pelayaran ilegal |
Tercatat resmi sebagai TKI perikanan di Taiwan | Tak tercatat di Kementerian Tenaga Kerja TaiwanTidak terdata di Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia di Taipei |
Gaji dalam bentuk dolar Taiwan, setara dengan sekitar US$ 600Mendapat asuransi kesehatan dan kartu identitas tinggal bagi orang asing | Gaji US$ 300-400 per bulan dalam bentuk dolar Amerika SerikatTak mendapat asuransi kesehatan |
Konvensi ILO 188
Konvensi ILO 188, yang disahkan pada 2007 di Jenewa, memuat standar minimal bagi kapal penangkapan iklan untuk mencegah perbudakan. Hingga kini Indonesia belum meratifikasi konvensi tersebut. Berikut beberapa poin penting dari konvensi tersebut:
Usia minimal untuk bekerja di kapal penangkap ikan adalah 16 tahun.
Dilarang melibatkan awak kapal yang berusia di bawah 18 tahun untuk melaksanakan pekerjaan pada malam hari.
Tidak ada awak kapal yang bekerja di kapal penangkap ikan tanpa sertifikat medis sah yang menyatakan mereka fit untuk melaksanakan tugas.
Wajib membuat perjanjian kerja awak kapal
Bila melaut lebih dari tiga hari, awak kapal diberi istirahat minimal 10 jam untuk jangka waktu 24 jam dan 77 jam untuk jangka 7 hari.
Pemilik kapal wajib menyediakan air minum dan makanan untuk awak kapal dengan nilai gizi, kualitas, dan jumlah yang memadai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo