Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Komisi Pendidikan DPRD DKI Jakarta Johnny Simanjuntak menyayangkan ada gaji guru honorer yang rendah. Bahkan ada guru honorer yang tidak dibayar sekolah meski sudah bekerja selama lima hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Kan enggak masuk di akal, kenapa untuk bidang pekerjaan lain Pemprov DKI Jakarta bisa memberikan UMR, tetapi kenapa guru-guru, walaupun mereka tenaga honor, ya kita anggap aja honor mereka, sebagaimana petugas-petugas PSSU itu,” ujar dia dihubungi TEMPO pada Sabtu, 25 November 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Bila hal itu terbentur peraturan, aturan tersebut yang harus diubah. Johnny mengusulkan agar Pemerintah Provinsi (pemprov) DKI Jakarta dapat mencari peluang untuk mewujudkan kesejahteraan guru, seperti pemberian upah yang layak. “Harus ada terobosan baru, harus dibuat itu, kan enggak layak lagi, enggak manusiawi lah,” ucapnya.
Pemprov DKI Jakarta harus mendata berapa jumlah guru yang masih digaji tidak layak. Mereka dapat diusulkan menjadi guru PPPK atau K3.
Guru layak mendapat kesejahteraan atau gaji yang cukup, sebab tugasnya adalah mendidik sumber daya manusia yang berkualitas untuk negara. Oleh karena itu, paling tidak, guru honorer dapat mendapatkan gaji sesuai upah minimum regional (UMR). “Itu patokannya, jadi harus ada standarisasi, itu perintah dan terdata semua,” kata anggota DPRD DKI itu.
Guru Honorer Tidak Digaji Selama Dua Tahun
Menurut Johnny, dia menerima data aduan dari Forum Guru Pendidikan Agama Kristen Indonesia atau Forgupaki tahun 2023. Beberapa guru honorer tercatat mendapatkan upah yang rendah bahkan tidak digaji meski sudah lama mengajar.
Salah satu guru yang mengisi form tersebut menuliskan upah yang tidak dibayarkan oleh sekolah selama 2 tahun dia mengajar. Dia mendapat upah dari iuran wali murid setiap bulan.
Guru bernama Dominikus (49) menyatakan tidak digaji sepeser pun sejak mengajar di salah satu Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) di Jakarta Selatan dengan 29 murid. Ia terbantu dengan dana diakonia dari gereja untuk uang transportasi sebanyak Rp 350 ribu.
Selain dana diakonia, dia juga mendapat upah hasil iuran para wali murid yang jumlahnya jauh dari UMR. Biasanya, Dominikus mendapat Rp 600 hingga Rp 700 ribu.
“Saya juga bilang, saya tidak minta, tetapi kalau memang sukarela orang tua memberikan transportasi, saya juga tidak menolak. Saya bilang, jangan dipaksa. Yang tidak ada uang jangan dipaksakan,” kata dia kepada TEMPO pada Minggu, 26 November 2023.
Dominikus mengatakan dia tidak mendapat gaji sebagai guru honorer karena data pokok pendidikan (dapodik) yang seharusnya didaftarkan oleh sekolah mengalami kendala. Sehingga ia belum bisa mendapatkan tunjangan.
Sembari bekerja sebagai guru honorer selama 20 jam per bulan, ia juga bekerja serabutan. “Kadang saya betulin rumah orang yang bocor, ngecat rumah orang, jadi istilahnya saya nukang bangunan juga. Itu pun yang saya kenal atau mereka sudah tahu, jadi tidak pasti,” ujar dia.
Pilihan Editor: Kata Mereka yang Bertahan Menjadi Guru Meski Gajinya Kecil: Amal Jariyah dan Kesenangan