SYAHDAN, sekian ribu tahun lalu, seorang yang tak lagi pusing dengan urusan duniawi membuat pengumuman. Ia mengundang semua hewan untuk sebuah perjamuan makan. Tak semua binatang memperhatikan pengumuman itu. Cuma dua belas ekor yang datang. Pertama kali muncul tikus,lalu menyusul sapi jantan, macan, kelinci, naga, ular. Setelah itu datang lagi kuda, kambing, monyet, ayam jantan, anjing, dan terakhir babi. Karena persahabatan itulah hewan-hewan yang hadir lalu diberi kehormatan namanya diabadikan sebagai nama tahun. Sifat-sifat hewan itu lalu mewarnai juga suasana tahun-tahun itu. Dan kemudian, watak orang pun terbentuk dari tahun ketika dia dilahirkan. Tapi benarkah lalu sekian milyar manusia di bumi hanya terbagi dalam dua belas watak? Benarkah bayi-bayi yang lahir di Tahun Naga Tanah yang berperiode Emas kini, 1988, yang mulai Rabu pekan ini, akan jadi orang-orang hebat? Hingga dikhawatirkan terutama di belahan Asia yang warganya masih mempercayai horoskop Cina kuno ini - program KB bakal gagal? Tak sesederhana ramalan yang bisa dibaca di majalah-majalah, perhitungan kalender Cina ternyata demikian rumit. Yang umumnya lalu ditulis orang adalah penyederhanaan garis besarnya saja. Tahun Naga, apalagi di periode Emas, memang tahun penuh keberkahan. Tapi tak setiap harinya, tak setiap jamnya, lalu penuh keberuntungan. Juga, tak setiap tempat lalu jadi menguntungkan. Banyak hal, menurut kalender Cina, juga harus diperhitungkan. Guna menentukan watak bayi, hari baik dan buruk adalah teori Empat Tiang. Tiang-tiang itu, yang mempengaruhi atmosfer di suatu ketika terdiri atas tahun, bulan, tanggal, dan jam. Disebutlah itu teori Si Zhu, ya empat tiang itu artinya. Maka, perhitungan pun makin kompleks. Setelah tahun-tahun dibagi menjadi dua belas menurut nama hewan (ini disebut unsur bumi), masih ada pembagian berdasar unsur langit "jia, yi, bing, ding, wu. . ." yang jumlahnya sepuluh. Itulah siklus nama tahun yang mesti digabungkan dengan kedua belas siklus tahun menurut shio atau tahun menurut nama-nama hewan tadi, hingga diperoleh perhitungan bumi dan langit. Adapun kesepuluh siklus langit adalah kayu, api, tanah, logam, dan air. Masing-masing punya dua bagian, yang pertama dan kedua - hingga jumlah seluruhnya sepuluh. Siklus ini berulang tiap enam periode. Sementara itu, siklus bumi berulang tiap lima periode. Maka, keduanya klop, punya siklus yang berulang tiap 60 kali atau tahun (yang langit enam kali sepuluh, yang bumi lima kali dua belas). Pada mulanya perhitungan itu dipakai guna mengetahui bergantinya musim, hingga para petani bisa menentukan saat menamam padi, misalnya. Juga bagi para nelayan untuk memperhitungkan angin dan tempat yang banyak ikannya. Lama-kelamaan almanak kuno ini dipakai untuk dasar perhitungan segala macam--tentu ditambah unsur-unsur yang relevan: dari watak manusia sampai watak bangunan, dari perhitungan hari baik sampai tafsir mimpi. Catatan itu semua diketahui pasti sekitar seribu tahun sebelum Masehi. Menurut sejumlah ahli, sistem almanak itu sendiri sudah hidup di zaman dinasti Xia (2000-1523 SM). Berarti sistem almanak itu diciptakan jauh sebelumnya. Ihwal itu ada di buku yang disebut Shu Ching, atau Kitab tentang Dokumen Sejarah. Menurut dongeng yang hidup di masyarakat Cina, pada mulanya adalah seorang yang setengah dewa bernama Tiga Agustus Pertama. Dialah yang mengajarkan segala sesuatunya kepada manusia. Anak turun mereka, yang kemudian menjadi kaisar Cina sebelum dinasti Xia, melanjutkan pelajaran itu. Tujuan pertama memperhitungkan segalanya berdasar almanak guna mempertahankan keselarasan antara bumi dan langit. Kehilangan keseimbangan antara keduanya, yang merupakan yin dan yang, sangat berbahaya. Manusia jadi terombang-ambing, gampang celaka. Yang sampai sekarang jadi perdebatan adalah soal kemurnian kalender itu. Para ahli mengatakan bahwa ada beberapa kaisar yang karena kekuasaannya lalu mengubah perhitungan-perhitungan itu. Umpamanya, di zaman dinasti Shang (yang didirikan oleh orang yang diusir di zaman dinasti Xia) hari awal tahun diubah. Padahal, sebelum zaman dinasti Xia, perubahan sudah terjadi pula, juga perubahan awal tahun. Yakni, tahun baru dimundurkan di hari kesepuluh menurut tahun sebelumnya. Menurut mereka yang mempelajari kalender Cina, justru perubahan-perubahan itu yang menyebabkan perhitungan- perhitungannya tetap akurat. Perubahan dari zaman ke zaman, konon, menyiangi unsur kleniknya, mengukuhkan faktor ilmiahnya. Itulah mengapa, meski mempercayai hal seperti ini dilarang di RRC sekarang, dalam kehidupan sehari-hari sebagian besar rakyat di negeri komunis itu tetap saja memakai perhitungan primbon leluhurnya ini. Dan dalam sejarah cetak-mencetak di Cina sistem kalenderlah yang dicetak pertama kali, dan untuk seterusnya, kalender itulah yang menyibukkan karyawan percetakan. Yang mungkin tak banyak disebut-sebut adalah kritik terhadap perhitungan-perhitungan itu. Tersebutlah seorang penganut Konfusius bemama Xun Cu, yang hidup di awal dinasti Han. Ia menulis: "Langit itulah pemilik musim, bumi pemilik sumber, dan manusia adalah pengaturnya. Bila manusia menolak menjadi bagian dari tiga serangkai itu, menolak mempercayai langit dan bumi, ia mengundang bencana." Sesudah itu Xun Cu mengkriffk harapan orang terhadap perhitungan kalender. Namun, katanya, tak berarti manusia lalu bisa menghitung hari baik dan tak baik. Menghitung tempat yang jahat dan tempat yang aman berdasar perhitunga penanggalan. Namun, suara ini seperti setitik air jatuh di lautan. Xun Cu tak mendapat pengikut, ia dilupakan bersama pikiran-pikirannya. Bahkan kemudian, di zaman dinasti Tang (618-906) sistem kalender makin diperuntukkan hanya untuk meramal nasib orang, mencari hari buruk dan baik, mencari hari penuh rezeki dan hari nahas. Perkembangan yang terakhir inilah tampaknya yang terbawa sampai di abad ketika orang sudah bisa menjenguk bulan dan ternyata tak seindah malam purnama di bumi. Memang, yang dinamakan nasib tetap saja gelap. Di antara para alim ulama Islam, para pendeta dan pastor Protestan dan Katolik pun tak ada kesepakatan. Adakah manusia sudah ditentukan takdirnya, atau ia diberi hak mengembangkan dirinya sendiri ketika dilemparkan ke bumi. Maka, kalender Cina tak cuma dipakai pedoman oleh orang di negeri luas itu. Pada abad ke-9, di Inggris pun tiba-tiba banyak pula dicetak sistem kalender Cina. Marco Polo, pengembara terkenal itu, ketika mengunjungi Cina di abad ke-13, entah dengan sepenuh hati atau tidak, dikabarkan ia pun melakukan perjalanan dengan perhitungan kalender Cina: kapan harus ke Beijing, kapan harus ke Mongolia. Dan di zaman Marco Polo itu pulalah seorang ahli matematika bemama Kuo Xou-qing melakukan kerja besar. Ia menyatukan semua perhitungan primbon Cina kala itu: dari soal lahir dan mati di hari baik, watak manusia menurut tahun kelahiran, sampai feng shui atau perhitungan bentuk rumah menurut angin, air, dan tanah sekitarnya. Benarkah suara Xun Cu lenyap sama sekali? Ternyata, tidak. Di zaman dinasti Tang, justru ketika boleh disebut kalender Ci- na mencapai puncak popularitas, Menteri Agama Lu zai di bawah Kaisar Tai-zung mengimbau rakyat agar tak lagi mempercayai perhitungan baik buruk hari lewat sistem kalender. Setelah itu masih muncul pengritik gigih. Antara lain Shi Ying-fang (1350), Zao-duan (1400), dan Quan-shan (1650) yang membuktikan bahwa semua perhitungan kalender yang menyangkut nasib manusia dan baik buruknya hari dan tempat itu cuma omong kosong. Biasanya, para pengikut Konfusius yang suka mengejek sistem itu sebagai takhyul belaka. Tapi sampai ketika komunis mengusir kaum nasionalis dari Daratan Cina, ternyata kaum petani Cina tetap memperhitungkan kalender sebagai pegangan. Juga, tetap mempercayai perhitungan nasib baik-buruk lewat tanggal dan hari-hari itu. Memang, resminya, dipakainya kalender itu hanya untuk menentukan perencanaan musim tanam. Toh, tetap ada ahli-ahli feng shui, misalnya, yang, dengan bayaran ataupun tidak, memberikan konsultasi kepada mereka yang hendak membuat tempat tinggal. Bahkan di tahun 1963, di waktu Revolusi Kebudayaan digelindingkan oleh Mao, seorang penulis bernama Ya Han-chang menulis di Harian Rakyat "Para petani, yang masih percaya kepada hal yang gaib dan makhluk halus, masih percaya pula pada perhitungan nasib baik buruk menurut kalender." Padahal, di masa 1930-an sampai 1940-an berbagai peristiwa yang menimpa Cina membuat ramalan lewat kalender jadi tersisih. Perang gerakan nasionalis, komunis, tersebarnya Kristen, pendidikan yang makin maju, dan lain-lain. Tapi memang, burung terbang bisa ditebak, nasib oran,g siapa tahu. Misteri manusia tetap saja jadi pertanyaan, dan mungkin karena itu ramalan tetap laku. Betapa dingin dan lempangnya dunia ini, bila tak ada mereka yang suka -- baik dengan sungguh-sungguh maupun main-main - meramalkan, siapa bakal beruntung di Tahun Naga Tanah berperiode Emas ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini