Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menjelang usianya yang kedua, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) mulai unjuk gigi. Yunus Husein, Ketua PPATK, akhir Juli silam menyerahkan 15 nama perwira polisi ke Kepala Polri Jenderal Sutanto. Mereka dilaporkan karena memiliki rekening yang mencurigakan. ”Ada transaksi keuangan dalam jumlah yang sangat besar dan sering,” kata Yunus.
Pada saat kampanye pemberantasan korupsi tengah digembar-gemborkan, laporan PPATK sontak membetot perhatian publik. Spekulasi tentang siapa pemilik rekening bertebaran. Besaran saldo rekening juga digunjingkan. Yunus dan koleganya di PPATK enggan menanggapi selentingan yang berseliweran.
”Ada yang katanya memiliki dana hingga Rp 800 miliar. Angka itu tidak keluar dari saya,” ujar Yunus. Wakil Ketua PPATK, Made Sadguna, mengingatkan bahwa PPATK tak berwenang menyebut nama-nama tersangka. Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang yang direvisi dua tahun silam, PPATK memang tak menyandang status penyidik yang berhak mengenakan status tersangka terhadap seseorang.
Ruang gerak PPATK bisa dibilang terbatas di balik meja. ”Di banyak negara, lembaga seperti PPATK ini sifatnya administratif,” ujar Yunus. Namun, jangan terburu menyepelekan hasil kerja PPATK. Hasil utak-atik lalu-lintas uang yang dilakukan oleh PPATK sebenarnya bisa menjadi senjata yang ampuh untuk menjerat para kriminal, khususnya penjahat kerah putih.
Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang melarang siapa pun menerima ataupun mengirim dana melalui sistem keuangan. Beberapa tindak pidana yang duitnya diharamkan mengalir dalam sistem perbankan adalah korupsi, penyuapan, penjualan narkotik dan obat terlarang, perjudian, perdagangan anak dan wanita, serta perdagangan senjata gelap.
Mata PPATK dalam mengawasi dana haram itu adalah para penyedia jasa keuangan (PJK), seperti bank, perusahaan sekuritas, ataupun perusahaan asuransi. Perusahaan-perusahaan itu membuat laporan kepada PPATK. Mereka yang tak melapor akan terkena sanksi denda dan administratif.
Saat ini sebagian besar bank, yang merupakan tempat transaksi keuangan teramai di negeri ini, sudah menaati kewajiban. ”Dari 130 bank, yang kooperatif di atas 90. Memang masih ada yang tidak berani melapor,” ujar Yunus.
Jenis pelaporan pertama yang harus dilakukan oleh PJK adalah laporan transaksi tunai. Jika seorang nasabah melakukan transaksi tunai dengan nilai minimal Rp 500 juta sehari, PJK wajib menyerahkan nama nasabah itu ke PPATK. ”Nilai minimal itu tak harus terjadi dalam satu transaksi. Ini untuk menangkal siasat nasabah memecah nilai transaksi,” ujar seorang sumber Tempo di sebuah bank.
Setelah Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang direvisi dua tahun silam, PJK juga diwajibkan melaporkan setiap transaksi yang mencurigakan—tunai ataupun bukan. Laporan jenis ini tak mensyaratkan nilai nominal. Begitu PJK meyakini transaksi tersebut janggal, ia wajib melapor ke PPATK dalam waktu tiga hari.
Untuk bisa menyimpulkan sebuah transaksi mencurigakan atau tidak, PJK harus memiliki data tentang profil nasabah. Itu sebabnya, saat ini PJK—terutama bank—cerewet dalam menerima nasabah. Calon nasabah diharuskan mengisi kolom semacam asal dana, tujuan penggunaan rekening, tujuan penggunaan dana, ataupun rata-rata saldo. Data awal itu menjadi timbangan bank dalam menentukan sebuah transaksi mencurigakan atau tidak.
Nama ke-15 perwira polisi itu tertangkap oleh radar PPATK karena mereka melakukan transaksi mencurigakan. Yunus hanya menyebut transaksi para penegak hukum itu mencurigakan karena tak sesuai dengan profil nasabah, khususnya perihal pendapatan. ”Yang melapor kebanyakan bank,” kata Yunus lagi. Rekening para penegak hukum itu telah lama sampai ke meja PPATK. ”Ada transaksi yang terjadi di akhir tahun 2003,” ucap Yunus.
Sejak PPATK berdiri hingga semester pertama tahun ini berlalu, lebih dari 2.300 laporan PJK sudah masuk. Dari laporan itu, 10 persen di antaranya diindikasikan merupakan dana haram sehingga dilaporkan PPATK ke polisi. Laporan pencucian uang yang telah rampung disidik polisi baru sekitar 45 saja.
Dalam wawancara akhir dua pekan lalu, Yunus mengakui bahwa pejabat yang transaksinya dilaporkan ke PPATK tak terbatas 15 orang polisi itu saja. ”Ada laporan mengenai rekening pejabat publik lain.” Tapi, katanya bertekateki, ”Kok pers enggak pernah meributkannya, ya?”
Thomas Hadiwinata, Sita Planasari
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo