Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA jam sebelum Joko Widodo bertandang ke kantor Partai Kebangkitan Bangsa di Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, Helmy Faishal Zaini bertemu dengan Fadli Zon, Sabtu sore dua pekan lalu. Ketua PKB ini menyambangi rumah Wakil Ketua Partai Gerakan Indonesia Raya itu dengan satu tujuan: menjajaki koalisi pemilihan presiden 9 Juli nanti. Seusai magrib, ia berembuk dengan Jokowi, calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, untuk hal yang sama.
Bagi Fadli Zon, pada hari libur itu ia tak hanya bertemu dengan Helmy. Sejak pagi, Fadli berkeliling menemui pentolan-pentolan Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Persatuan Pembangunan, juga dengan Partai Golkar. Namun agenda pertemuan dengan Sekretaris Jenderal Golkar Idrus Marham batal karena Idrus mendadak ke luar kota. "Kami akan membuat koalisi tenda besar," kata Fadli di markas Gerindra di kawasan Ragunan, Jakarta Selatan.
Menurut seorang petinggi Gerindra, Fadli dan Sekretaris Jenderal Ahmad Muzani diberi mandat oleh Ketua Dewan Pembina Prabowo Subianto untuk berkeliling menjajaki koalisi. Mereka perlu mengimbangi kelincahan Jokowi, yang sudah bertemu dengan pentolan partai lain. Muzani bertugas mendekati Partai Demokrat dan PKB. Dari semua partai, Fadli paling sering bertemu dengan petinggi PAN.
Ketua PAN Zulkifli Hasan mengatakan bertemu dengan Fadli pada Rabu pekan lalu. Keduanya membicarakan kemungkinan Ketua Umum PAN Hatta Rajasa menjadi pendamping Prabowo dalam pemilihan presiden. Pembicaraan soal ini dibahas keduanya saat Prabowo bertandang ke rumah Hatta beberapa hari sebelum pemilihan legislatif 9 April lalu.
Jauh sebelum pemilihan legislatif, Prabowo dan Hatta sudah kerap bertemu membicarakan kemungkinan berkoalisi dalam pemilihan presiden tahun ini. Dalam wawancara dengan Tempo pada Maret lalu, Hatta mengakui pertemuan intensifnya dengan Prabowo di rumahnya.
Meski menyambut Prabowo dengan tangan terbuka, PAN, yang berlambang matahari, juga tetap membuka pintu bagi Jokowi. Hatta menyatakan calon presiden dari PDI Perjuangan itu punya kans paling besar menjadi pemenang pemilihan presiden. Tak kurang sudah sepuluh kali Menteri Koordinator Perekonomian ini bertemu secara pribadi dengan Jokowi.
Sepekan sebelum pemilihan legislatif, Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDIP Puan Maharani dan serombongan pengurus pusat partai datang ke rumah Hatta di Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan. Dalam pertemuan sambil makan malam itu, kata sumber di PDI Perjuangan, Hatta mengatakan tak akan meninggalkan PDIP. Pembahasan bahkan sampai pada konsep pengelolaan ekonomi. Hatta mengatakan kebijakan ekonomi PDIP cocok dengan ide-idenya yang tak propasar.
Pemasangan dua keranjang koalisi ini yang membuat pertemuan-pertemuan politik kerap harus disiasati. Seorang sumber PAN mengatakan Hatta sering membuat alasan jika penjajakan dari kedua partai itu bentrok. Sehari setelah pemilihan anggota parlemen, misalnya, ia menghindari ajakan pertemuan dengan Ahmad Muzani dari Gerindra karena bertemu dengan rombongan PDIP. "Pak Hatta memberi tahu mendadak ke Cikeas," kata Muzani. Cikeas adalah rumah pribadi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Tak berhasil menemui Hatta, tim sukses Prabowo mencari jalan memutar dengan mengontak petinggi PAN yang lain. Sekretaris Jenderal Taufik Kurniawan mengatakan kerap ditelepon politikus Gerindra membicarakan konsep koalisi.
Tak adanya partai yang perolehan suaranya mencapai 25 persen-syarat mengajukan calon presiden sendiri-membuat gerakan koalisi menjadi seru. Partai-partai menengah, seperti PAN, mendapat angin segar karena menjadi rebutan tiga partai besar yang akan mengusung calon presiden. Dengan perolehan suara 7,5 persen, PAN diperhitungkan terutama untuk menggaet massa Islam. Partai yang didirikan sejumlah tokoh prodemokrasi ini kerap diidentikkan dengan penyalur suara politik Muhammadiyah, organisasi yang menghimpun sembilan persen suara pemilih.
Pendekatan dua calon presiden paling potensial itu membuat PAN terbelah: kubu yang mendukung Hatta menjadi wakil presiden untuk Prabowo dan satu kubu lagi pro-Jokowi. Anggota Majelis Pertimbangan PAN, Alvin Lie, termasuk yang pro-Jokowi, bersama Teguh Juwarno, Bara Hasibuan, dan Ketua Badan Pemenangan Pemilu Viva Yoga Maulana. Ia mengatakan Zulkifli Hasan, Chandra Tirta Wijaya, dan Putra Jaya merupakan tim yang pro-Prabowo. "Masing-masing melakukan pendekatan," ujar Alvin.
Meski kerap ada pertemuan, belum ada perjanjian yang mengikat antara PDI Perjuangan dan PAN. Soalnya, keputusan koalisi, terutama siapa yang akan mendampingi Jokowi dalam pemilihan presiden, ditetapkan sendiri oleh Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Janji mempertemukan Hatta dengan Megawati tak kunjung terjadi. Hingga Rabu pekan lalu, pertemuan keduanya batal karena Megawati memilih menyepi ke Bali. Tak kunjung mendapat kepastian posisi wakil presiden, PAN membelokkan arah dukungan kepada Prabowo.
Pada Rabu malam pekan lalu, Hatta dan Prabowo berkomunikasi melalui telepon. Keduanya mengikat kesepakatan. Menurut sejumlah politikus PAN, Hatta bertanya kepada kubu Prabowo apakah realistis jika mereka berpasangan. Ia juga menanyakan apakah tersedia cukup logistik, terutama karena menurut penilaiannya Jokowi lebih didukung media massa. Prabowo, menurut sumber lain, menjawab, "Mari kita berusaha secara maksimal."
Segera setelah itu, Amien Rais bergerak dengan kembali menggagas koalisi partai-partai Islam. Di rumah pengusaha Hasyim Ning di Cikini, Jakarta Pusat, Amien mengumpulkan politikus Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Keadilan Sejahtera, dan PAN pada Kamis malam pekan lalu. Mereka menggagas koalisi "Indonesia Raya". Tak seperti Poros Tengah, kata Amien, koalisi ini merangkul partai nasional dan non-Islam. Meski namanya sama dengan Gerindra, ia membantah koalisi ini dibuat untuk mendukung Prabowo. "Itu kebetulan saja," katanya.
Sudah umum diketahui, Amien adalah pengkritik Jokowi nomor satu. Sejak pemilihan Gubernur Jakarta, ia selalu mengecam Jokowi. Kali ini pun ia sinis mengomentari pertemuan Jokowi dan Megawati dengan Duta Besar Amerika Serikat Robert O. Clark, Jr. Menurut dia, tak sepatutnya calon presiden dan bekas presiden menemui seorang duta besar negara lain. "Ini blunder luar biasa," ujarnya.
Hubungan Amien dengan Prabowo bukannya tak ada. "Kedekatan mereka sudah lama," kata Amran Nasution, penasihat Gerindra.
Kartika Candra, Prihandoko, Widiarsi Agustina, Wayan Agus Purnomo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo