Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Mujahid Perempuan di Garis Depan

Kelompok pemberontak ISIS di Suriah membentuk batalion perempuan untuk mempertahankan Kota Raqqa. Kampanye gerakan jihad lewat media.

21 April 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA perubahan mencolok di Kota Raqqa, Suriah bagian utara, dalam beberapa pekan terakhir. Setiap hari sekelompok perempuan bersenjata yang mengenakan burka hitam tampak berjaga di pos-pos pemeriksaan di perbatasan kota itu.

Para perempuan bersenjata itu bukan personel polisi wanita Suriah, melainkan anggota batalion khusus perempuan bentukan kelompok pemberontak Islamic State of Iraq and the Levant (ISIS). Usia mereka rata-rata 18-25 tahun. Seperti dilansir situs berita yang berbasis di Beirut, Libanon, Now News, Selasa pekan lalu, ISIS sedang gencar merekrut perempuan Suriah ataupun warga asing menjadi anggota batalion khusus perempuan Al-Khansaa dan Umm al-Rayan yang telah mereka bentuk.

Banyak perempuan antusias mendaftar sebagai anggota karena ada iming-iming gaji bulanan 25 ribu pound Suriah atau sekitar Rp 2,28 juta. Kepada The Telegraph, seorang perempuan Suriah mengatakan ia mendaftar ke markas ISIS yang berada di bekas gereja di pusat Kota Raqqa, yang terletak 160 kilometer sebelah timur Aleppo. "Mereka mensyaratkan calon anggota harus berumur 18-25 tahun dan tak menikah. Mereka meyakinkan Anda menjadi mujahid sejati," ujar perempuan yang tak mau disebut namanya karena alasan keamanan ini.

Ia berkisah, di luar markas ISIS, ia bertemu dengan empat anggota baru batalion perempuan itu, yaitu tiga perempuan asal Tunisia dan seorang asal Prancis. ISIS, yang dibentuk di Irak pada 2003 dan mulai menguasai Raqqa sejak akhir tahun lalu, juga merekrut "pengantin"-sebutan untuk anggota batalion-ke sejumlah sekolah dan perguruan tinggi.

ISIS, kelompok yang berafiliasi dengan Al-Qaidah dan berusaha menggulingkan Presiden Suriah Bashar al-Assad, membentuk batalion perempuan itu untuk mendeteksi anggota kelompok lain yang berupaya menyusup ke Raqqa. Menurut pemimpin oposisi Ibrahim Muslim, yang berasal dari Raqqa, para lelaki anggota kelompok pemberontak lain kerap mengenakan burka untuk meloloskan diri dari pemeriksaan.

Selama ini para lelaki yang menjaga pos-pos pemeriksaan ISIS di perbatasan Raqqa enggan memeriksa tubuh perempuan, sehingga lelaki yang mengenakan burka kerap lolos. "Membentuk batalion perempuan adalah satu-satunya solusi untuk menghentikannya," kata Muslim, seperti dikutip situs berita yang berbasis di Amman, Yordania, Al-Bawaba.

Kelompok pemberontak lain di Suriah tak menyukai kehadiran ISIS karena kelompok itu memaksakan syariat Islam di wilayah yang mereka kuasai. ISIS juga memerangi kelompok lain yang berseberangan pendirian. Sejak awal Januari lalu, kelompok-kelompok yang tak menyukai ISIS-termasuk kelompok Jabhat al-Nusra (Front Al-Nusra), yang juga berafiliasi dengan Al-Qaidah-mulai melancarkan serangan balasan untuk mengusir ISIS dari Raqqa.

n n n

Pembentukan batalion perempuan itu menambah maraknya kelompok radikal yang menempatkan perempuan di garis depan. Sebelumnya, peran perempuan dalam gerakan jihad amat terbatas. Biasanya perempuan ditugasi membawa bom bunuh diri. Um Farouk, seorang perempuan Salafi, mengatakan selama ini perempuan mendapat sejumlah tanggung jawab penting dalam gerakan jihad, di antaranya membantu membesarkan putra para mujahid dan mendorong mereka ke jalan jihad bila saatnya tiba. "Perempuan utamanya bertugas membantu para lelaki dalam tugas jihadnya," ujar Farouk kepada Now News.

Al-Qaidah sebenarnya telah mengkampanyekan gerakan jihad di kalangan perempuan sejak satu dekade silam. Seperti dilansir Raseef22.com, Kamis dua pekan lalu, organisasi yang didirikan oleh Usamah bin Ladin itu mengajak perempuan berjihad melalui tulisan-tulisan di majalah Sada al-Malahim dan majalah online Al-Khansaa pada 2004. Namun mereka berkampanye lebih gencar ketika menerbitkan majalah perempuan Al-Shamikha (yang berarti perempuan agung) pada Maret 2011.

SITE Intelligence Group, organisasi yang melacak kegiatan terorisme di dunia maya yang berbasis di Bethesda, Maryland, Amerika Serikat, mensinyalir majalah setebal 31 halaman itu diterbitkan oleh Al-Fajr Media Center, kelompok media yang menerbitkan propaganda Al-Qaidah. Majalah ini diterbitkan sembilan bulan setelah Al-Qaidah menerbitkan Inspire, majalah berbahasa Inggris untuk menggalang opini publik di luar negeri.

Edisi perdana majalah itu memuat laporan utama tentang hilangnya negara Islam dan mengecam Paus Shenouda, pemimpin Gereja Koptik yang meninggal di Kairo, Mesir, pada 17 Maret 2012. Sampul depannya dihiasi foto seseorang tak dikenal dalam balutan burka. Di bawah foto itu tercantum tulisan "Camellia dan Wafaa".

Artikel itu bertujuan membakar semangat perempuan. Penulisnya menceritakan tentang kelahiran ISIS dan perannya dalam melindungi perempuan muslim dengan menceritakan bagaimana ISIS menculik perempuan Kristen dan menahannya di sebuah gereja di Bagdad, Irak, untuk ditukar dengan Camellia dan Wafaa Constantine-dua perempuan penganut Koptik yang diklaim telah masuk Islam dan sedang ditahan di sebuah gereja di Mesir.

Al-Shamikha, yang oleh sejumlah pengamat disebut sebagai Cosmopolitan-nya para mujahid perempuan, berfokus pada kehidupan pemberontak perempuan sebagai ibu dan istri yang memberi jalan keluar bagi masalah yang dihadapi laki-laki dan perempuan yang sering menganggap pernikahan sebagai hambatan untuk berjihad. Dalam artikel bertajuk "Kutipan-kutipan dari Jurnal Seorang Mujahid Perempuan", majalah itu mengajak perempuan yang kehilangan suami membalas dendam kepada rezim yang sekuler.

"Ada dunia lain di planet ini, seolah-olah rakyatnya adalah para sahabat nabi," demikian antara lain kalimat dalam tulisan seseorang bernama Umm Muhannad yang bertajuk "Pertemuan dengan Istri Seorang Mujahid". Ia menceritakan pertemuannya dengan para pejuang di Afganistan dan Chechnya.

Seperti dilansir Huffington Post, Al-Qaidah menyadari majalah terbukti efektif untuk menyebarkan budaya Barat. Organisasi itu ingin menggunakannya untuk mengkampanyekan gerakan jihad di kalangan perempuan. "Majalah Al-Qaidah menggarisbawahi peran operasional yang dimainkan perempuan, yang sebagian besar diabaikan," kata Magnus Ranstorp, pakar Hizbullah dan kelompok militan Islam.

Tokoh Salafi, Syekh Omar Bakri, mengatakan keterlibatan perempuan dalam perang dan pemberontakan telah dimulai sejak dulu. Ia merujuk pada insiden penyanderaan 850 orang oleh 40 pemberontak Chechnya, beberapa di antaranya perempuan, di Dubrovka Theater, Moskow, Rusia, pada 2002. Selain bersenjata, para penyandera yang menuntut pasukan Rusia mundur dari Chechnya itu mengenakan sabuk bom. Setelah dua setengah hari mengepung gedung itu, pasukan Grup Alpha Rusia memompakan gas kimia melalui ventilasi gedung sebelum menyerbunya. Semua penyandera tewas tertembak dan 130 sandera meninggal oleh gas.

Tiga tahun kemudian, tangan kanan Bin Ladin, Abu Musab al-Zarqawi, merekrut seorang perempuan Irak berusia 35 tahun, Sajida Mubarak Atrous al-Rishawi, untuk ambil bagian dalam tiga serangan bom bunuh diri yang menyasar hotel-hotel di Amman, Yordania. Serangan itu menewaskan 57 orang.

Kepada Now News, Bakri mengatakan Al-Qaidah juga membuat kamp pelatihan bunuh diri untuk menyiapkan pengebom perempuan. Dalam masyarakat Timur Tengah yang konservatif, perempuan sangat cocok dijadikan pelaku peledakan bom bunuh diri karena lelaki tak berani menyentuh tubuhnya.

Dalam dua tahun terakhir, kelompok-kelompok radikal kian gencar mengkampanyekan peran perempuan dalam perang. Pada 2012-2013, banyak beredar video di dunia maya yang menggambarkan pasukan perempuan mengenakan burka sedang berlatih menggunakan pistol, senapan serbu, senapan mesin, dan peluncur granat. "Taliban membentuk brigade perempuan untuk memerangi pasukan koalisi," ucap Bakri.

Seperti dilansir situs The Long War Journal, Partai Islam Turkistan-gerakan yang bertujuan memerdekakan Turkistan Timur, wilayah Otonomi Xinjiang di Cina-juga aktif melatih perempuan untuk berjihad di Asia Selatan dan Asia Tengah. Peran itu mirip dengan yang sekarang dijalankan dua batalion bentukan ISIS.

Sapto Yunus

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus