Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BAKU pesan segera saja melayang begitu Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan calon Kepala Kepolisian RI, Komisaris Jenderal Budi Gunawan, sebagai tersangka pada 13 Januari lalu. Komunikasi ini melibatkan dua orang yang disebut-sebut sebagai politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Hasto Kristiyanto dan Arteria Dahlan.
Dalam transkrip pembicaraan yang diperoleh Tempo dari aparat penegak hukum, Arteria menghubungi Hasto Kristiyanto, kala itu Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan. "Kotawaringin semua sudah bergerak," pesan dia, yang kemudian dibalas Hasto dengan memberikan alamat surat elektroniknya. "Segera, agar bisa kita lempar cepat."
Komunikasi inilah yang diduga menjadi awal upaya kriminalisasi terhadap para pemimpin Komisi. Kotawaringin Barat merupakan perkara yang menghubungkan Hasto dan Arteria dengan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.
Arteria membenarkan, pada Januari lalu ia ditanyai Hasto ihwal pemilihan Bupati Kotawaringin Barat. "Saya ditanya apa yang saya tahu soal sengketa itu," ujar Arteria kepada Tempo, Senin lalu.
Arteria menuturkan, komunikasi dengan Hasto hanya seputar duduk persoalan sengketa hasil pemilihan. Dia menyatakan menemukan banyak kejanggalan. "Tapi terlalu prematur menuding Bambang Widjojanto memberikan keterangan palsu," kata Arteria. Dia menyebutkan tak ada niat mengkriminalisasi pemimpin komisi antirasuah tersebut. "Dia salah satu aset bangsa."
Hasto mengakui berkoordinasi dengan Arteria ihwal pemilihan itu. Dia beralasan, partainya dirugikan oleh putusan Mahkamah Konstitusi yang saat itu dipimpin Akil Mochtar. Terkait dengan Bambang, Hasto beralasan pemimpin KPK tersebut menjadi kuasa hukum salah satu calon bupati. "Tapi jangan dihubungkan dengan kriminalisasi," ujar Hasto.
Dalam pemilihan pada 2010, Komisi Pemilihan Umum Kotawaringin Barat menyatakan Sugianto Sabran, politikus PDI Perjuangan, sebagai pemenang. Keputusan itu digugat calon bupati dari Partai Demokrat, Ujang Iskandar, ke Mahkamah Konstitusi. Gugatan itu dikabulkan Mahkamah.
Dalam sengketa di Mahkamah, Bambang dan Arteria berada pada posisi berhadapan-hadapan. Bambang merupakan kuasa hukum Ujang Iskandar, sedangkan Arteria pengacara KPU Kotawaringin Barat sebagai tergugat.
Tim Bambang menghadirkan 68 saksi dari Kotawaringin Barat. Di antaranya Ratna Mutiara, yang mengetahui adanya politik uang dari kubu Sugianto selama masa kampanye. Berdasarkan bukti dan keterangan puluhan saksi, Mahkamah menilai terjadi politik uang yang masif dan sistematis dalam pemilihan kepala daerah kabupaten tersebut.
Kepada Tempo pada Januari lalu, Ratna mengatakan tak pernah diminta memberikan keterangan palsu oleh Bambang. Tim kuasa hukum justru memerintahkan Ratna menyampaikan keterangan sesuai dengan apa yang didengar dan dilihat kala kampanye. "Jangan sembarangan memberi kesaksian karena Bapak-Ibu mau disumpah. Tolong bicara apa adanya," kata Ratna.
Mahkamah memutuskan membatalkan kemenangan Sugianto Sabran dan memerintahkan KPU Kotawaringin Barat menyatakan Ujang Iskandar sebagai pemenang. Sugianto tak terima dan melaporkan lima orang, termasuk Ratna, ke Markas Besar Kepolisian RI. Sugianto mengatakan mengadu ke polisi karena melihat ada rekayasa para saksi.
Gugatan Sugianto rupanya berhenti tatkala melihat situasi keamanan kampung halamannya tak kondusif seusai pemilihan. Di lapangan, pendukung dua kubu bersitegang dengan posisi yang sudah siap saling serang. Sugianto tak lagi berminat melanjutkan laporan ini. "Saya memang pernah mencabut laporan saya pada 2012," ujar Sugianto.
Lama mengendap tiada kabar, kasus ini dibuka kembali tatkala hubungan Kuningan dan Trunojoyo memanas. Konflik dua lembaga penegak hukum ini mengeras ketika Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka suap dan transaksi mencurigakan. Di sela-sela relasi panas kedua lembaga inilah Sugianto tiba-tiba kembali muncul. Dia melaporkan Bambang ke Markas Besar Kepolisian RI untuk persoalan yang sama. "Momentumnya pas," kata Sugianto kala itu.
Berbekal laporan tersebut, Kepolisian bergerak cepat. Sepekan setelah menerima laporan, Kepolisian menangkap Bambang setelah dia mengantar seorang anaknya ke sekolah di wilayah Depok, Jawa Barat. Ketika ditangkap, Bambang masih bersama anaknya yang lain, yang berusia 20 tahun. Keduanya kemudian dibawa ke Markas Besar Polri di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan.
Hasto pun bergerak setelah itu. Ia menuduh Ketua KPK Abraham Samad melanggar etik karena bergerilya menjadi pendamping Joko Widodo dalam pemilihan presiden tahun lalu. Tudingan ini disampaikan Hasto dalam konferensi pers di kantornya di Menteng, Jakarta Pusat, dan apartemen The Capital Residence, kawasan bisnis Sudirman, pada 22 Januari. Ketika bertemu, menurut Hasto, Samad selalu menggunakan masker dan topi sebagai kamuflase. Kode etik KPK melarang komisioner bertemu dengan pihak lain di luar kantor. Gerakan politik Hasto ini juga dibantu Arteria Dahlan, anggota Tim Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia PDI Perjuangan.
Seorang politikus PDI Perjuangan bercerita, Arteria memiliki kedekatan dengan Hasto. Awalnya, Arteria menjadi pengacara sejumlah kepala daerah yang dicalonkan partai banteng dalam sidang sengketa di Mahkamah Konstitusi. Ia mendampingi antara lain Imam Suroso dalam sengketa pemilihan Bupati Pati, Sugianto di Kotawaringin Barat, dan Anak Agung Ngurah Puspayoga di Bali.
Keduanya makin dekat ketika terjadi sengketa pemilihan kepala daerah Bali. Pada pemilihan ini, Hasto membantu putra Megawati, Prananda Prabowo, yang menjadi komandan pemenangan. Jagoan PDI Perjuangan, yaitu Puspayoga, keok oleh calon inkumben Made Mangku Pastika dengan selisih 996 suara. Mahkamah Konstitusi menolak gugatan kubu Puspayoga.
Pada pemilihan umum legislatif yang lalu, Arteria maju menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat melalui daerah pemilihan Jawa Timur VI, yang meliputi Kota dan Kabupaten Blitar, Kota dan Kabupaten Kediri, serta Kabupaten Tulungagung. Namun saat itu dia gagal terpilih. Arteria akhirnya melenggang ke Senayan saat terjadi pergantian antarwaktu terhadap Djarot Saiful Hidayat, yang ditunjuk menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Dalam dugaan kriminalisasi terhadap pemimpin KPK ini, Hasto dan Arteria bergiliran menyerang pemimpin komisi antirasuah. Sepekan setelah Hasto berbicara kepada media di The Capital Residence, giliran Arteria unjuk gigi. Arteria menunjukkan foto Abraham Samad dengan purnawirawan Tentara Nasional Indonesia yang dekat dengan PDI Perjuangan. Menurut Arteria, pertemuan itu dilangsungkan di kediaman Hendropriyono.
Arteria juga ikut mendampingi Hasto kala memenuhi panggilan Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri pada 3 Februari lalu. Sebelum memenuhi panggilan polisi, Hasto, seperti tercatat dalam transkrip rekaman, menyusun skenario jika Abraham Samad membantah keterangan mereka.
Atas ucapan Hasto, Arteria menjawab, "Mas, minta waktu lama dulu." Gerilya keduanya terbukti moncer. Bambang Widjojanto dan Abraham Samad kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan harus nonaktif sebagai pemimpin KPK.
Wayan Agus Purnomo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo