Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

9 Juli 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Klarifikasi Mantan Direksi Bank DKI

PERKENANKAN kami, Eko Budiwiyono, mantan Direktur Utama Bank DKI, dan Mulyatno Wibowo, mantan Direktur Korporasi dan Syariah PT Bank DKI, menyampaikan klarifikasi sebagai "hak jawab" terkait dengan pemberitaan Tempo 29 Juni-5 Juli 2015 dengan judul "Upeti Kredit Bank DKI", dalam rubrik Hukum, halaman 76-78.

Ada penjelasan Saudara Danan Linggar Sasongko, Group Head Group Manajemen Risiko Kredit (GMRK) dan Sekretaris Rapat Komite Kredit Bank DKI, yang menyatakan bahwa Rapat Komite Kredit (RKK) mengabaikan catatan buruk Likotama. Ini informasi tidak benar dan sangat menyesatkan.

Perlu kami jelaskan fakta yang terjadi, yaitu saat Rapat Komite Kredit 29 Mei 2013, pengusul kredit, yakni Account Manager, Pemimpin Divisi dan Pemimpin Grup di Grup Korporasi dan Komersial (GKK), serta pengusul dari GMRK, yaitu Risk Officer, Pemimpin Divisi Risiko, ataupun Pemimpin Grup Risiko Kredit, tidak pernah menyampaikan informasi negatif PT Likotama Harum (LH), termasuk informasi pengurus LH di Bank Indonesia dan tidak adanya tunggakan di bank lain.

Legal Unit, yang berfungsi memberikan legal opinion dalam pemberian kredit, serta Compliance Unit, yang mempunyai tugas me-review kepatuhan terhadap aturan internal dan eksternal atas kredit yang diajukan, juga tidak menyampaikan adanya informasi status DPO Supendi, Komisaris Likotama, pada saat itu. Perlu diketahui bahwa RKK tersebut juga dihadiri Direktur Kepatuhan, yang memastikan pemberian kredit sesuai dengan ketentuan dan prinsip kehati-hatian.

Direksi menyetujui kredit dengan pertimbangan LH debitor sejak 2006. LH selalu memenuhi kewajiban dengan baik dan tepat waktu. Proyek yang diajukan pembiayaannya merupakan proyek yang didanai APBN ataupun APBD yang selama ini memiliki payment risk yang kecil. Proyek-proyek LH sejak 2006 tidak pernah ada yang tidak dapat selesai dikerjakan dan seluruhnya dapat dipenuhi pembayarannya oleh bouwheer.

Dari Memo Analisa Kredit pengusul sebagai dasar keputusan kredit, seluruh covenant atas pemenuhan syarat-syarat kredit sebelumnya dapat dipenuhi dengan baik oleh debitor. Kondisi keuangan LH juga membaik dari waktu ke waktu. Jaminan pun telah memenuhi ketentuan dengan jaminan fixed assets berupa tanah dan bangunan di DKI Jakarta, Tangerang, dan Jawa Barat senilai Rp 127,76 miliar, deposito Rp 1,5 miliar, piutang-piutang LH atas proyek yang dikerjakan Rp 93 miliar serta dilengkapi penjaminan asuransi sebesar Rp 100 miliar sehingga total agunan sebesar Rp 342 miliar. Bahkan agunan fixed assets Likotama pada 2015 telah dilakukan reappraisal oleh independent appraisal dengan hasil nilainya meningkat menjadi Rp 178 miliar.

Dalam persetujuan kredit ke LH, Rapat Komite Kredit juga mensyaratkan mitigasi-mitigasi risiko kredit dan sudah dimasukkan sebagai syarat kredit, antara lain adanya syarat pengajuan asli Keputusan Lelang/SPK/Kontrak, Standing Instruction (SI) yang ditandatangani pihak bowheer atas pembayaran proyek harus disalurkan melalui rekening escrow di Bank DKI dan, SI tersebut tidak dapat diubah tanpa persetujuan Bank DKI.

Dipersyaratkan pula adanya konfirmasi atas kebenaran perolehan proyek dan keaslian SI oleh petugas bank. Debitor juga harus menyerahkan rencana penggunaan dana atau budget cash flow yang disetujui bank. Apabila penarikan kredit lebih dari satu kali, penarikan kedua dan berikutnya harus dilengkapi dokumen pertanggungjawaban dana penarikan kredit sebelumnya oleh debitor dilengkapi dengan peninjauan proyek oleh petugas bank.

Juga dipersyaratkan Akta Cessie Notarial yang berisi seluruh tagihan proyek yang dimenangi debitor dan dikerjakan Likotama berdasarkan perjanjian dengan pemenang tender seluruhnya dialihkan haknya untuk kepentingan Bank DKI. Di samping itu, sampai saat kredit dinyatakan bermasalah, bouwheer telah melakukan pembayaran atas uang muka dan progres proyek yang dibiayai Bank DKI melalui rekening escrow di Bank DKI sebesar Rp 246,45 miliar. Dengan demikian, pemberitaan tentang adanya dugaan proyek fiktif dan agunan serta permufakatan jahat dalam proses penyaluran kredit ke LH adalah tidak berdasar dan sangat tendensius.

Soal bukti transfer uang dari LH kepada direksi lama, dengan ini kami menegaskan bahwa informasi itu sama sekali tidak berdasar dan merupakan bentuk pencemaran nama serta fitnah yang keji kepada kami mengingat beberapa komisaris baru yang sudah kami konfirmasikan membantah pemberitaan tersebut.

Kedekatan Saudara Supendi dengan direksi lama dengan ini perlu kami sampaikan bahwa kami membantah keras hal tersebut. Sejak menjabat Direktur Bank DKI pada Juli 2010 hingga kredit LH bermasalah, Saudara Mulyatno Wibowo (mantan Direktur Korporasi dan Syariah) hanya sekali bertemu dengan Saudara Supendi pada 2013. Pada saat itu, Saudara Mulyatno Wibowo dan Saudara Benny Santosa (mantan Direktur Keuangan) selesai mengadakan breakfast meeting dengan salah satu bank asing dan langsung dikenalkan oleh pimpinan serta beberapa anggota staf GKK dan GRK yang kebetulan sedang melakukan breakfast meeting di tempat yang sama.

Pertemuan kurang dari 10 menit karena Saudara Mulyatno dan Saudara Benny harus meninggalkan karena ada rapat direksi di kantor pusat Bank DKI. Sejak itu, tidak pernah ada pertemuan sama sekali antara Saudara Mulyatno dan Saudara Supendi hingga 29 September 2014, saat pemanggilan semua debitor GKK yang memiliki tunggakan (salah satunya Likotama) oleh direksi Bank DKI.

Pertemuan yang dimaksudkan Saudara Danan bukan pada September-Oktober 2014, dalam rangka menindaklanjuti Rapat Direksi Bank DKI tanggal 30 September 2014, yaitu penagihan intensif terhadap Likotama melalui tim penyelesaian kredit bermasalah yang terdiri atas GKK, GMRK, Grup Pengelola Aset Khusus (GPKA), dibantu Grup Kepatuhan (GKP). Pertemuan rencana penyelesaian kredit Likotama oleh Saudara Supendi, bukan dalam rangka kongkalikong pembahasan kredit ataupun perpanjangan kredit, tersebut dihadiri Saudara Mulyatno, pimpinan GKK, dan pimpinan GPKA, sedangkan pimpinan GKP berhalangan. Saudara Danan terlambat, datang saat acara akan berakhir, dengan alasan menghadiri rapat di lantai atas.

Eko Budiwiyono dan Mulyatno Wibowo


Ralat

ADA kalimat terpotong dalam memoar Quraish Shihab di edisi 12 Juli 2015 pada artikel berjudul "Soal Soehartois dan Jabatan Menteri" di halaman 56 paragraf akhir. Berikut ini kalimat lengkapnya.

MINGGU, 27 Januari 2008, Soeharto wafat sesudah waktu zuhur dan jenazahnya diinapkan di kediamannya, Jalan Cendana-sebelum diberangkatkan ke Astana Giribangun, Karanganyar, Jawa Tengah.

Kami mohon maaf atas kekeliruan tersebut.
- Redaksi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus