Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Tangerang- Kepala Desa Gembong, Nurjen, mengatakan akan menguji air sumur warga yang tinggal di sekitar pabrik Mayora Indah Jayanti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Uji Laboratorium dilakukan sebagai tindaklanjut keluhan warga yang mengaku air sumur mereka berubah warna dan rasa sejak pabrik makanan dan minuman itu beroperasi. "Sampel air akan kami uji ke laboratorium independen," kata Nurjen saat ditemui di kantornya Jumat 1 Oktober 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nurjen berharap hasil uji laboratorium tersebut dapat menjawab keresahan warga dan memastikan apakah perubahan warna dan rasa air sumur itu disebabkan pencemaran limbah pabrik.
Nurjen mengaku untuk keluhan air sumur, ia belum menerima laporan dari warga. Namun, dia segera melakukan pengecekan langsung dengan mendatangi rumah warga terdampak. "Kami juga akan melakukan pendataan untuk warga-warga terdampak," kata dia.
Namun, Pemerintah Desa Gembong, Kabupaten Tangerang pernah mendapatkan laporan dari warga seputar pembuangan limbah pabrik itu yang berdampak pada area persawahan, bau menyengat. "Kalau bau saya juga menciumnya, sangat menyengat, apalagi saluran pembuangan limbahnya persis lewat depan rumah saya," kata Nurjen.
Nurjen memastikan saat ini hanya pabrik Mayora, industri yang beroperasi di desa Gembong. "Cuma Mayora yang lain tidak ada," katanya. Menurut Nurjen, dari puluhan hektar kawasan pabrik itu sebagian besar masuk ke wilayah desa Gembong.
Menurut Nurjen, saluran pembuangan limbah pabrik Mayora sepanjang 1,5 kilometer melewati desa Gembong. "Ada dua kampung yang dihuni 300 kepala keluarga," ucapnya.
Dia mengakui jika selama ini warga desanya sama sekali tidak menerima dana kompensasi dari perusahaan itu. "Selama ini hanya ada CSR seperti bedah rumah 1 unit, pengadaan tempat cuci tangan."
Warga yang tinggal di sekitar PT Mayora Indah Jayanti, produsen makanan dan minuman di Kecamatan Jayanti dan Balaraja, Kabupaten Tangerang mengeluhkan perubahan pada air sumur mereka. "Air sumur berubah warna keruh, kekuningan dan kadang berbau apek," ujar Siti Arnaningsih 30 tahun, warga Kampung Kramat, Desa Sumur Bandung, Kecamatan Jayanti saat ditemui Tempo di rumahnya, Selasa 28 September 2021
Rumah Siti, bersebelahan dengan pabrik makanan dan minuman itu yang hanya dibatasi tembok beton setinggi tiga meter. Menurut Siti, perubahan air sumur di rumah itu terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini atau sejak pabrik itu beroperasi 2017 lalu.
"Dulu airnya bersih bisa dipakai minum, kalau sekarang agak ragu untuk diminum karena keruh dan kadang berbau," ujarnya sambil menunjukan air di dalam ember berwarna putih. "Lihat saja endapan kuning di ember dan kamar mandi."
Menurut Siti, jika dipakai mencuci baju putih lama kelamaan baju akan berubah kuning kecoklatan. Karena khawatir air itu berbahaya jika dikonsumsi, Siti dan keluarga terpaksa membeli air mineral untuk kebutuhan minum.
Ahmad Samsuri, 60 tahun, ayah Siti mengatakan telah tiga kali membuat sumur bor dengan kedalaman hingga 40 meter. "Tapi airnya tetap sama, keruh dan berwarna," ucapnya.
Keluhan yang sama juga dirasakan warga kampung Gembong Jatake, Desa Gembong, Balaraja. Meski berbeda kecamatan Lokasi kampung Jatake dengan kampung Kramat saling berdekatan hanya dipisahkan oleh saluran irigasi yang juga menjadi saluran pembuangan limbah cair Mayora. "Kalo dulu air sumur di sini jernih, segar seperti air mineral," kata Khadariah, 40 tahun.
Namun, kata Khadariah, sejak pabrik itu beroperasi volume air sumur mereka menyusut dan berubah warna. "Keruh dan kekuningan," katanya. Dia mengaku terpaksa membeli air isi ulang untuk kebutuhan makan dan minum.
Lain lagi dengan Husna, 45 tahun yang memutuskan berlangganan air bersih PDAM ketika air sumurnya semakin sedikit dan keruh. Warga kampung yang juga tinggal bersebelahan dengan bangunan pabrik mengaku harus menikmati suara bising mesin pabrik siang dan malam. Mencium bau limbah sudah menjadi kebiasaan mereka sehari-hari. "Kadang menyengat baunya saat lagi makan, langsung hilang nafsu makannya," kata Husna.
Berdasarkan pengamatan Tempo, air limbah pabrik Mayora mengalir melalui saluran irigasi yang melintasi sejumlah kampung hingga bermuara ke Sungai Cidurian. Limbah cair berwarna coklat dan berbusa dibuang melalui gorong-gorong belakang bangunan pabrik yang dibangun di atas lahan seluas puluhan hektare itu. Bau menyengat menusuk hidung tercium ketika berada dekat saluran air berwarna coklat pekat itu.
Manajer Area PT Mayora Indah Jayanti, Mukhlis mengaku belum pernah mendapat laporan keluhan warga soal bau ataupun perubahan warna pada air sumur warga. "Nanti kami cek," ujarnya saat dihubungi, Rabu 29 September 2021.
Mukhlis memastikan limbah cair pabrik yang dibuang ke saluran pembuangan sudah melalui proses pengolahan limbah. "Kami pastikan limbah kami adalah limbah organik karena berasal dari bahan makanan dan tidak mengandung racun," ucapnya. Dia membantah jika limbah berbau menyengat. "Bau mungkin bukan dari limbah kami."
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tangerang Ahmad Taufik mengatakan telah menerima laporan warga terkait dugaan pencemaran limbah pabrik Mayora pada empat bulan lalu dan satu bulan lalu. "Meliputi masalah pembuangan limbah, bau dan air sumur," kata Taufik.
DLH, kata Taufik telah memberikan teguran kepada Mayora dan meminta memperbaiki IPAL dan saluran pembuangan limbah. "Sekarang masih terus kami awasi dan pantau."
JONIANSYAH HARDJONO