Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LUPAKAN sejenak kehebohan kerja. Mari merambah dunia selesa berleha-leha: spa namanya. Antarkanlah raga ke sana, tempat orang-orang kota berdatangan sejak beberapa tahun belakangan. Dari sana mereka keluar dengan ”tubuh yang bahagia”—mengutip dokter-penulis Deepak Chopra.
Edies Adelia satu di antara penikmat itu. Saban ada kesempatan di tengah jadwal syuting nan runyam, bintang layar kaca yang sedang gemerlap tak menyia-nyiakan kesempatan menikmati layanan spa. Boleh dibilang tak ada bagian tubuhnya yang belum terjangkau tangan para terapis. Mulai dari pijat, lulur, sauna, steam, totok, sampai mandi Korea sudah ia coba. Hampir semua tempat spa di Jakarta dan beberapa kota lain sudah ia sambangi.
Suasana nirwana spa menjadi pelarian gadis molek 28 tahun itu dari lelah fisik dan mental. Ia merasakan ekstase setiap kali dipijat sambil mendengarkan alunan musik sepoi-sepoi. Sehabis menjalani terapi, hilanglah langsung capek dan stres. ”Saya puas kendati harus keluar duit banyak,” katanya.
Begitu pula halnya dengan desainer kebaya sulam Amy Atmanto. Dalam sepekan ia bisa empat-lima kali menikmati terapi pijat. Terang-terangan ia menyebut dirinya ”Banci Spa”—ini istilah untuk para penggila spa. Ia percaya sanctual healing sangat berpengaruh terhadap fisik. Spa mampu menghapus stres dan berbagai penyakit yang menggerogoti tubuh. ”Delapan puluh persen penyakit berasal dari pikiran,” kata pengusaha yang menyukai lulur kunyit karena sesuai dengan warna kulit wanita timur itu.
Sesekali Amy menyediakan waktu menjalani rangkaian perawatan spa sehari penuh. Ritual itu dimulai pada 09.00 dan berakhir pada 15.00. Tiap selesai menjalani terapi macam itu, ”Saya merasa dua tahun lebih muda,” katanya. Tarif yang bisa melebihi Rp 1 juta sama sekali bukan soal. Saking tergila-gila Spa, di rumahnya tersedia beberapa peralatan seperti sauna dan jacuzi.
Ketika bepergian ke luar kota, atau ke luar negeri, pun Amy selalu menyempatkan menikmati spa di tempat tujuan. Ia pernah mengecap ambience spa di Dubai, yang lokasinya di bawah laut dengan kaca besar laksana akuarium. Tak melewatkan pula mandi ala Turki alias Haman di Losari Coffee Plantation, Magelang, Jawa Tengah, salah satu resor spa di Tanah Air yang masuk daftar 150 spa terbaik di dunia menurut majalah Spaasia.
Bila harus memilih, artis komedi Virnie Ismail bahkan lebih suka ke spa ketimbang rekreasi ke luar kota. Ditemani harum lavender, cahaya lilin, dan bunga-bungaan yang tersebar di kamar perawatan spa langganannya di bilangan Jakarta Pusat, ia merasakan kenikmatan menyusup ketika tubuhnya dibaluri minyak aromaterapi hangat dan kemudian dipijat.
Setelah itu tubuhnya dilulur kopi untuk mengangkat sel kulit yang mati. Rangkaian perawatan ditutup dengan berendam air hangat dengan busa berlimpah. ”Seperti baterai yang baru di-charge, badan dan pikiran jadi segar lagi.” Virnie sudah mencicipi hampir semua tempat spa di Jakarta dan Bandung. Hasil perburuan selalu dicatatnya baik-baik. ”Kalau ada syuting atau terjebak macet di daerah situ, tinggal mampir, deh,” kata dara 28 tahun itu sambil tergelak.
Spa kini menjadi bahasa baru kaum urban. Ia diminati bukan cuma karena khasiatnya untuk kesehatan dan kebugaran tubuh, tapi juga lantaran sudah menjadi gaya hidup dan sarana pergaulan. Tak jarang mereka menjalin keakraban dengan mengunjungi spa bersama-sama. ”Ada kawan saya yang hendak nikah bikin acara bachelor party di tempat spa,” kata Edies.
Butik kebugaran itu bahkan juga menjadi tempat kongkow para ibu kelas atas yang gemar arisan. ”Setelah mengocok arisan, mereka spa bersama-sama,” ujar Aditya Indradjaja, Presiden Direktur Grand Odiseus, pengelola spa dan pusat kebugaran di sejumlah hotel berbintang di Jakarta dan Bali.
Mereka saling berbagi informasi tempat spa terbaru atau layanan dan terapi terbaru. Contohnya, lulur menggunakan lumpur laut mati yang, konon, dulu sering digunakan Ratu Cleopatra. Edies, misalnya, mengaku mendapat informasi tentang mandi Korea, spa khusus untuk wanita, dari Cici Tegal dan Mediana Hutomo, rekannya sesama selebriti. Ia kemudian menyebarkan informasi itu ke teman-teman lain.
Stres yang mendera kaum urban dan makin pedulinya mereka pada kesehatan membuat tempat spa tumbuh di mana-mana. Dari yang kelas atas, di hotel atau butik eksklusif, sampai kelas menengah yang berlokasi di ruko-ruko. Data dari Asosiasi Spa Indonesia (ASPI) menunjukkan, lima tahun silam jumlah tempat spa cuma 500 buah. Namun, akhir tahun lalu jumlah itu sudah meroket hampir tiga kali lipat menjadi 1.300 buah dengan total pendapatan ditaksir Rp 600 miliar.
Grand Odiseus di Hotel Nikko, Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, misalnya, tiap petang kebanjiran pengunjung. Mereka pekerja kantor di sekitar kawasan jalan protokol Ibu Kota yang membunuh waktu sambil menunggu lewatnya masa ”3 in 1” dengan melakukan aktivitas spa, fitness, dan yoga. ”Beberapa duta besar negara asing, pejabat dan mantan pejabat juga menjadi pelanggan kami,” kata Aditya.
Hal serupa dinikmati Taman Sari Royal Heritage Spa yang terletak di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat. Tamu membanjir di hari biasa, dan makin membludak di akhir pekan. Demikian pula dengan Rumah Yoga di kawasan Kebayoran, Jakarta Selatan, yang banyak menjaring pelanggan dari kalangan ekspatriat.
Namun, tak semua penggemar spa dapat melampiaskan hobi mereka di tempat spa umum seperti itu. Masalahnya adalah keterbatasan waktu dan privasi yang tak mau terusik. Setidaknya, itulah yang disampaikan pengusaha yang juga Ketua Wanita Indonesia Tanpa Tembakau Nita Yudi, aktris beken Christine Hakim, dan aktor yang kini menjadi anggota DPR, Adjie Massaid.
Nita mengaku perawatan tubuh amat penting, tapi kesibukan kerja membuatnya tak selalu bisa ber-spa-ria. Hanya dua kali dalam sebulan ia bisa pergi ke tempat Spa favoritnya di Jakarta Selatan. Di sana ia memanjakan diri dengan pijat dan lulur. Selebihnya ia melakukan perawatan sendiri di rumah.
Informasi tentang tempat-tempat perawatan tubuh terbaru dan bagus ia peroleh dari majalah, televisi, atau teman-teman. Dalam sebulan biasanya ia menghabiskan Rp 3–5 juta untuk spa. Apakah sepadan dengan manfaat yang diperoleh? ”Absolutely yes!” ujarnya.
Christine Hakim dan Adjie Massaid bahkan boleh dibilang tak pernah pergi ke tempat spa umum. Mulai tergila-gila pada spa ketika tinggal di Jepang pada 1994, Christine mengaku lebih sering melakukan perawatan, terutama pijat, lulur dan totok wajah, di rumahnya yang teduh di kawasan Cibubur, Jakarta Timur.
Bagi Christine, spa merupakan cara sehat melalui relaksasi. ”Kalau saya harus keluar rumah untuk spa dan pulang pergi menghadapi kemacetan lalu lintas, saya tak rileks lagi,” katanya. Lantaran keengganan terjebak macet, sering kali voucher spa gratis yang diterimanya jadi tak terpakai.
Untuk memenuhi kegemarannya akan pijat, bintang film Tjoet Njak Dhien ini memanggil terapis ke rumah. Ia memang menyukai berbagai jenis pijat, mulai dari pijat tradisional Jawa, acupressure, shiatsu, hingga Thai massage. Christine juga gemar bereksperimen membuat sendiri bahan lulur dari lidah buaya, garam, dan putih telur.
Menikmati spa di rumahnya yang luas dan asri di kawasan Pasir Putih, Sawangan, Bogor, juga menjadi kiat Adjie Massaid memperoleh relaksasi. Di antara gemericik air Kali Pesanggrahan, ditimpali kicauan burung liar di atas pepohonan dan lembah hijau yang terhampar di depan mata, ia merasakan suasana yang menenteramkan jiwa laiknya di resor spa kelas atas. ”Saya dan anak-anak jejer bertiga menjalani spa dalam suasana yang sangat menyenangkan,” katanya.
Pada saat pemijatan, wangi melati menyeruak ke segenap penjuru ruangan. Selain berasal dari aromaterapi bakar, kamar juga ditebari bunga melati segar hasil kebun sendiri. Setelah itu, jika ingin berendam, tersedia dua kolam dengan whirlpool. Musik lembut pun disetel dari perangkat audio agar suasana menjadi lebih hidup.
Sebelum menikmati spa di rumah, Adjie tadinya pergi ke tempat spa umum. Tapi, di sana ia tak mendapatkan suasana santai. Sering kali, saat ia sedang dipijat, orang berbisik-bisik, bahkan ada yang iseng mengintip. Alhasil, spa di luar rumah dirasakannya tak lagi afdol.
Ritual memperoleh kebugaran dilakukan keluarga kecilnya sejak Ahad pagi. Mereka berenang, berkebun, dan berjalan-jalan di atas batu untuk refleksi kaki. Selepas makan siang, barulah digelar acara pijat yang memakan waktu satu-dua jam per orang. Malam harinya, acara ditutup dengan barbekyu.
Sembari usia terus bertambah, Adjie mengakui manfaat spa kian terasa. ”Makin berumur, tubuh kita makin butuh sentuhan untuk mengendurkan otot,” kata pria 40 tahun itu. Apalagi ia punya riwayat putus otot Achilles sehingga beban kaki tak boleh terlalu berat. Spa menjadi terapi agar otot-otot kakinya lemas kembali.
Pijat benar-benar mampu membuat Adjie terlena. Tak jarang ia tertidur. ”Nikmatnya minta ampun,” katanya. ”Kadang, saat bangun, saya menyesal karena tak merasakan pijatan. Jangan-jangan, tadi saya tidak dipijat,” ia terbahak. Adjie dan para ”Banci Spa” lainnya merasakan, relaksasi benar-benar obat mujarab untuk tubuh, pikiran, dan jiwa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo