Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL — Ekonomi global yang diprediksi mengalami resesi pada 2020. Industri e-commerce Indonesia harus mewaspadai perkiraan ini terutama transaksi jual beli online yang terpusat di Pulau Jawa juga harus menjadi perhatian. Situasi ini sudah dirasakan Turki dan Jepang. Selain itu, juga inklusivitas perusahaan e-commerce.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Karena itu, kita perlu menganalisa ulang. Ingat, di 2016 dan 2017 banyak perusahaan ojek online. Tapi sekarang banyak yang tumbang, tinggal Gojek dan Grab, karena modal mereka kuat. Akhirnya sekarang perang harga. Dikhawatirkan terjadi oligopoli. Itu juga yang bisa terjadi dengan e-commerce,” ujar Ekonom Institut For Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, yang berbicara pada Ngobrol @Tempo bertajuk "Kontribusi E-commerce pada Pertumbuhan Ekonomi", di Beka Resto, Jakarta, Kamis, 19 September 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini industri e-commerce mencatat pertumbuhan cukup bagus. Dari analisa Tempo, masyarakat paling banyak mengakses Tokopedia, Shopee, Bukalapak, Lazada, dan blibli. Kelima perusahaan e-commerce itu mendapat suntikan modal dari investor asing. Jika terjadi resesi, pemodal tersebut akan bersikap sangat hati-hati.
“Kecenderungan masyarakat kita gemar berbelanja karena iming-iming promo, cashback, dan gratis ongkos kirim. Apa yang akan terjadi jika semua program promosi itu ditiadakan? Akankah jumlah belanja masyarakat tetap bagus?” kata Bhima.
Riset INDEF menunjukkan sumbangan e-commerce terhadap PDB masih amat kecil, yakni 0,7 persen. Dampak terburuk resesi akan dialami pelaku UKM.
Sementara itu, Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM, Sutarjo, mengungkapkan dari 62 juta UKM se-Indonesia saat ini, sebagian di antaranya importir. Daya beli masyarakat praktis akan turun jika terjadi resesi. Kemenkop dan UKM juga aktif menyosialisasikan sistem jual-beli online kepada UKM.
“Kami juga sering keliling daerah memberi penyuluhan agar UKM melek internet,” ucap Sutarjo.
Inklusivitas e-commerce yang terkonsentrasi di Pulau Jawa juga menjadi catatan INDEF. Berdasarkan data riset Tempo terhadap 1.600 responden, sebanyak 76 persen belanja online berlangsung di Pulau Jawa. Sisanya, 24 persen dari pulau-pulau di luar Jawa.
Untuk mengurangi inklusivitas ini, Bhima berharap pemerintah mau mengadopsi program pemerintah Cina yang disebut Tao Bao Village. Pemerintah Cina menyiapkan infrastrukur logistik, kesiapan UKM, hingga bahan baku khusus di Desa Tao Bao. Hasilnya, UKM berkembang pesat dan menjadi sumber kekuatan ekonomi. Contoh paling nyata adalah membanjirnya barang murah dari Cina dan murahnya ongkos pengiriman.
“Kita harus berbenah agar UKM bukan saja menjadi importir, tapi juga sebagai eksportir,” ujar Bhima.
Hal yang tak kalah penting, yakni segera menerbitkan Peraturan Pemerintah terkait e-commerce. Direktur Neraca Pengeluaran Badan Pusat Statistik (BPS), Puji Agus Kurniawan mengungkapkan regulasi tersebut masih dalam tahap pembahasan oleh sejumlah kementerian.
“Mudah-mudahan setelah Oktober 2019, PP e-commerce bisa ditandatangani,” ujarnya. (*)