Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut bekas Kepala Kantor Bea dan Cukai Makassar, Andhi Pramono, dengan hukuman pidana selama 10 tahun dan tiga bulan penjara atas perkara dugaan gratifikasi sebesar Rp 58,9 miliar. Jaksa juga menuntut pidana denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Menyatakan terdakwa Andhi Pramono telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi,” kata Jaksa KPK, Joko Hermawan, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi atau PN Tipikor, Jakarta, Jumat, 8 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jaksa menyebutkan, ada tiga hal yang memberatkan Andhi Pramono dalam tuntutan ini. Pertama, Andhi dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari KKN. Kedua, perbuatan Andhi dinilai telah merusak kepercayaan masyarakat kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Ketiga, Andhi Pramono tidak mengakui perbuatannya. Adapun dua hal yang meringankan vonis, jaksa menyebut Andhi Pramono belum pernah dihukum dan bersikap sopan selama persidangan.
Mantan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono, sebelumnya sudah didakwa menerima gratifikasi dengan total sekitar Rp 58,9 miliar. Jumlah tersebut dari rincian Rp 50.286.275.189,79, US$ 264,500 atau setara dengan Rp 3.800.871.000,00 dan SGD 409,000 setara dengan Rp 4.886.970.000,00. Perkara Andhi Pramono berawal dari dari sorotan publik terhadap harta mantan pejabat Dirjen Pajak Rafael Alun Trisambodo, usai kasus penganiayaan yang dilakukan anaknya.
Setelah proses penyelidikan, KPK menetapkan Andhi sebagai tersangka penerimaan gratifikasi. Dalam perkara ini, KPK menyita tiga mobil mewah milik Andhi, merek Hummer, Toyota Roadster, dan Mini Morris pada Juni 2023.