Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan empat media sosial, yakni Facebook, Instagram, YouTube, dan Telegram, telah menghapus konten serta akun yang menebar provokasi serta mengajarkan paham radikal dan diduga berkaitan dengan jaringan teroris. "Lebih dari 1.000 akun sudah di-take down atau di-remove, ada juga yang memang belum," kata dia di kantornya, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Rudi, penghapusan konten negatif tersebut berkaitan dengan teror bom di Surabaya yang terjadi dua hari berturut-turut. Tiga gereja di Surabaya dibom jaringan teroris pada Minggu pagi, 13 Mei lalu. Malam harinya, bom meledak di sebuah rumah susun di Jalan Sepanjang, Sidoarjo. Terakhir, teror bom terjadi di gerbang Markas Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya pada Senin pagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rudi menyebutkan ada 280 akun Telegram yang dihapus lantaran mengandung unsur provokasi dan teror. Adapun dari 450 akun penyebar konten negatif yang ditemukan di Facebook dan Instagram, 300 akun sudah dihapus. Di situs berbagi video YouTube, ditemukan 250 konten yang sarat muatan radikalisme dan ajaran teroris. Namun, kata dia, baru 40 persen konten yang sudah dihapus. Adapun di situs microblogging Twitter ada 60-70 akun radikal, setengahnya telah dihapus. "Sisanya dipantau. Ini kami lakukan terus-menerus," ujarnya.
Konten atau akun yang dihapus, Rudi melanjutkan, antara lain mengajarkan cara membuat bom. Namun dia tidak membeberkan media sosial tempat akun tersebut beraktivitas. Menurut Rudi, lembaganya bekerja sama dengan penegak hukum untuk mendeteksi konten negatif, provokatif, dan mengandung ajaran teroris di media sosial. "Dengan demikian, saat jaringan itu beraktivitas, bisa langsung dilacak, di-takedown atau diblokir. Ini hanya masalah waktu," katanya.
Kementerian Komunikasi dan Informatika mengimbau agar masyarakat yang menemukan konten negatif dan berkaitan dengan terorisme atau paham radikal mengadukannya melalui portal Aduankonten.id atau akun Twitter @aduankonten. Rudi mengaku tak bisa mencegah kemunculan konten semacam itu di dunia maya. Karena itu, dia meminta masyarakat berinisiatif melaporkannya. Pemerintah juga akan memperbarui spesifikasi, pengkodean, dan algoritma untuk melacak konten negatif.
Kepala Kebijakan Publik Facebook Indonesia, Ruben Hattari, menyatakan tidak memberi ruang untuk penyebaran konten negatif. Dia mengapresiasi langkah pemerintah dan polisi melaporkan konten yang bermuatan radikalisme serta teror. Adapun perwakilan Google Indonesia dan YouTube, Danny Ardianto, mengaku telah bekerja sama dengan pemerintah untuk menghapus konten yang mengarah pada terorisme, kekerasan, dan ujaran kebencian. "Kami bekerja 24 jam tujuh hari seminggu untuk memastikan konten-konten itu tidak ada di YouTube," ujarnya.
Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, mengatakan inisiatif pemerintah memblokir konten negatif perlu diapresiasi. Menurut dia, pemerintah hanya perlu mempertahankan konsistensi penindakan semacam ini. "Pemerintah juga harus tegas kepada operator media sosial." LANI DIANA | ANDI IBNU
Mereka yang Kena Blokir
Pemerintah terus mendeteksi dan memblokir akun penyebar konten negatif, unsur kebencian, hingga paham radikal dan teroris. Sejak 2016 tindakan tersebut sudah berjalan, seiring dengan munculnya beberapa kejadian.
Pemblokiran akun media sosial:
Media sosial yang diblokir:
-
ANDI IBNU
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo